Tapak Baru Anggun C Sasmi
Penyanyi solo Anggun C Sasmi, kelahiran Jakarta, 43 tahun lalu, bekerja selama hampir dua tahun mewujudkan album berbahasa Inggris keenamnya, 8. Awal pekan ini, lagu andalan dari album itu, ”What We Remember”, hinggap di urutan ke-10 tangga lagu dance club terpopuler versi majalah Billboard AS. Ia mendedahkan tapak baru untuk kita kenang.
”Aku enggak percaya, Top10 #Billboard #DanceCharts! Posisi tertinggiku di tangga lagu Amerika, 20 tahun setelah pertama kali masuk daftar Billboard Charts!” seru Anggun melalui akun Twitter-nya, Selasa (13/2). Tak lupa ia menyampaikan ucapan terima kasih kepada penyuka musik disko di Amerika dan seluruh penggemarnya.
Lagu ”What We Remember” yang bercorak elektronik pop ini ditulis Anggun bersama dua produser, Silvio Lisbonne dan Guillaume Boscaro. Anggun bekerja sama dengan kedua produser itu ketika menggarap album Opus (2015).
Lagu ini beredar sejak Oktober 2017. Pada awal tahun, Anggun memberi tahu pengikut media sosialnya bahwa tembang itu masuk tangga lagu dance Billboard di urutan ke-50. Perlahan, lagu itu merangkak naik ke urutan ke-12 pada akhir Januari dan kini menembus urutan sepuluh besar setelah tujuh pekan di daftar itu.
Boleh jadi, Anggun adalah penyanyi perempuan kelahiran Indonesia pertama yang mencatatkan karyanya di sepuluh besar tangga lagu bergengsi itu. Dalam daftar itu bertengger pula tembang ”Finesse” dari peraih Piala Grammy, Bruno Mars, yang berduet dengan Cardi B, ”Coping” dari Toni Braxton, ”Consideration” dari Rihanna dan SZA, dan dipuncaki oleh ”Meet in the Middle” dari StoneBridge dan Haley Jollie.
Pelantun ’Tua-tua Keladi’ ini mengaku kelelahan. ’Aduh, lemah sekali. Stres!’
Lagu-lagu yang ada di daftar itu merupakan tembang yang paling sering diputar oleh disc jockey kelab malam di seantero AS selama satu pekan. Setiap disc jockey berperan mengambil peranan penting memopulerkan karya musik.
Di lain sisi, disc jockey juga tidak akan memutarkan sebuah lagu jika tidak ia anggap bagus ataupun tidak dikenal orang. Artinya, lagu ”What We Remember” telah mendapat tempat di kancah musik AS.
Album berjudul 8, yang menjadi album berbahasa Inggris keenam Anggun, diselesaikan dengan penuh peluh. Kepada Kompas, pelantun ”Tua-tua Keladi” ini mengaku kelelahan. ”Aduh, lemah sekali. Stres!” ujarnya melalui sambungan telepon pada akhir 2016 (Kompas, 22 Januari 2017).
Ketika itu, perampungan album tersebut terlambat dari target yang ia tetapkan. Awalnya, album itu ditenggat kelar pada akhir 2016. Namun, menjelang masa garis mati, Anggun merasa perlu merombak beberapa bagian demi mendapat kesegaran yang berbeda dari album-album sebelumnya.
Anggun mengaku tak terlalu memedulikan apakah hasil rombakan itu bisa mendongkrak penjualan albumnya kelak. Terlebih lagi, ia tak memancang target harus masuk tangga lagu dunia. Anggun hanya ingin lagu-lagu di album itu dapat menyentuh orang banyak.
Rupanya, hal-hal yang tak ia harapkan itulah yang terjadi. Ketika album meluncur pada 8 Desember 2017, singel jagoan ”What We Remember” langsung merangsek masuk tangga lagu Billboard. Singel itu juga diedarkan oleh label Citrusonic.
Melalui label spesial musik elektronika dan disko itulah, lagu tersebut diedarkan ke kelab malam seantero AS dan ditata ulang (remix) oleh beberapa nama seperti Ralphi Rosario, Antoine Cortez, Craig C, dan Drty Disco.
Nuansa musik elektronika dengan gaya pop lekat dengan Anggun sejak ia membuat album berbahasa Inggris dan Perancis. Hal itu terjadi ketika ia memutuskan meninggalkan Indonesia.
Bagi publik Tanah Air, sosok Anggun yang melekat adalah ketika ia berjaket kulit, pakai rok mini, dan bertopi baret menyanyikan ”Mengaku bujangan kepada tiap wanita, ternyata cucunya segudang…” di lagu ”Tua-tua Keladi” dari album kompilasi yang keluar tahun 1990.
Sejak itu, reputasinya sebagai lady rocker mencuat, bersanding dengan Nicky Astria, Nike Ardilla, juga Mel Shandy. Empat album di dekade 1990-an laris jutaan keping dan ia telah menggelar tur keliling Indonesia.
Usiaku (ketika itu) baru 21, dan aku merasa sudah bosan. Aku menghindari itu. Karena aku masih muda, kenapa tidak pindah.
Nyaris bosan
Kepada majalah Gadfly, Anggun mengaku khawatir bosan dengan kesuksesan yang ia raih di usia belia itu. ”Usiaku (ketika itu) baru 21, dan aku merasa sudah bosan. Aku menghindari itu. Karena aku masih muda, kenapa tidak pindah. (Industri musik) Di Eropa dan Amerika (Serikat) sangat ramai, dan aku ingin jadi bagiannya,” ujar Anggun.
Perhentian pertama dari karier internasionalnya adalah London, Inggris, kota yang ia tidak kenal siapa pun di sana. Ketika di Inggris, ia mendengar bahwa Paris, Perancis, sedang jadi perbincangan hangat di kancah musik. Ia memutuskan menyinggahinya dan langsung jatuh cinta pada kota itu.
Di Paris, Anggun menemui Erick Benzi, produser yang pernah bekerja sama dengan Celine Dion. Anggun dan Erick menemukan kecocokan dalam bekerja dan langsung mengerjakan album berbahasa Perancis pertama dia, Au Nom de La Lune atau In the Name of the Moon, beredar Juni 1997.
Tak lama berselang, versi internasional album itu berjudul Anggun beredar. Singel pertamanya adalah ”Snow on the Sahara” yang masyhur itu. Tak ada lagi tapak Megadeth ataupun Guns ‘n Roses seperti yang muncul di album-album awal di Indonesia pada album ini.
Album itu laku lebih dari satu juta keping dan beredar di 33 negara—termasuk laku 100.000 kopi di AS. Lagu ”Snow on the Sahara” merupakan jejak pertama Anggun di tangga lagu Billboard pada 1998. Lagu itu bertengger di sana selama sembilan pekan dengan posisi tertinggi di urutan ke-23.
Pada tahun itu pula, Anggun berkesempatan ikutan tur Lilith Fair bersama beberapa penyanyi solo perempuan, seperti Sarah McLachlan, Sheryl Crow, dan Shania Twain. Karier internasional Anggun membentang.
Setelah dua puluh tahun—lebih dari lima album studio, dua musim juri acara bakat Asia’s Got Talent, bintang iklan, dan banyak penghargaan internasional—Anggun mencetak tapak baru dalam kariernya: ada di sepuluh besar tangga lagu bergengsi.
Lewat larik ”nothing lasts forever, we only have what we remember” di lagu ”What We Remember”, Anggun seperti hendak menunjukkan bagaimana ia ingin diingat: menjadi gemilang di pusaran industri musik dunia.