Menakar Cagub dan Cawagub NTB
Pasangan Ali bin Dahlan dan Lalu Gede Wirasakti Amir mengawali tahapan pencalonan gubernur dan wakil gubernur di Nusa Tenggara Barat, November lalu. Ali BD, panggilan akrab Bupati Lombok Timur ini, menyerahkan 327.322 lembar fotokopi kartu tanda penduduk pendukung dari desa di 10 kabupaten di NTB.
Untuk mendaftar lewat jalur independen, pasangan calon di NTB harus menyerahkan 8,5 persen dari total pemilih sebanyak 3.558.994 orang atau sedikitnya 303.331 lembar fotokopi KTP pendukung.
Ali BD menyerahkan persyaratan pencalonan ke KPU NTB, Rabu (22/11/2017) di Mataram, Lombok. Inilah satu-satunya pasangan calon yang mendaftar pertama ke KPU NTB selama periode pencalonan lewat jalur independen dibuka pada 22-26 November 2017.
Sampai akhir penutupan pendaftaran calon jalur independen, Minggu (26/11/2017), KPU NTB menerima syarat dukungan dari pasangan HA Rusni-M Noor, Dianul Hayezi-Sri Sudarjo, dan Abdul Hakim-Suminggah. Dari keempat pasangan ini, KPU menyatakan hanya pasangan Ali BD dan Lalu Gede yang lolos verifikasi dukungan.
Untuk mengumpulkan dukungan sebanyak 303.331 KTP dari warga, tidaklah mudah. Belum lagi dukungan itu harus tersebar sedikitnya di enam dari 10 kabupaten dan kota di NTB.
Tidak satu pun program mereka yang menonjol dan bisa kita pakai untuk mendukung dan menarik simpati rakyat untuk memilihnya.
Pendaftaran calon dari partai sudah ditutup pada 12 Januari 2018, dan pilkada di NTB akhirnya diikuti empat pasangan: pertama, Bupati Lombok Timur Ali bin Dahlan dan Lalu Gede Wiresakti Amir Murni (tokoh agama).
Kedua, Bupati Lombok Tengah Suhaili FT dan Wakil Gubernur NTB Muhammad Amin yang diusung Partai Golkar, Nasdem, dan PKB dengan total 19 kursi.
Ketiga, Wali Kota Mataram Ahyar Abduh dan Wakil Ketua DPRD NTB Mori Hanafi yang diusung Partai Gerindra, PAN, PPP, PDI-P, Hanura, dan PBB (32).
Keempat, anggota DPR Zulkieflimansyah dan Siti Rohmi Jalilah yang diusung Partai Demokrat dan PKS (14).
Minim prestasi
Banyak nama disebut, tetapi politisi senior Mesir Suryadi yang mantan anggota DPR dari Partai Golkar menilai, nama yang digadang-gadang menjadi cagub dan cawagub NTB tidak memiliki program dan prestasi membanggakan, terutama saat mereka menjabat.
”Tidak satu pun program mereka yang menonjol dan bisa kita pakai untuk mendukung dan menarik simpati rakyat untuk memilihnya,” ujarnya.
Begitupun dengan calon perseorangan. Mesir meragukan elektabilitas dan kualitas sumber daya manusia dan jam terbang calon.
Parpol terkesan menunggu setoran dari para pelamar calon kepala daerah.
”Adanya calon perseorangan sekaligus kritik bagi parpol besar yang lemah dalam berkonsolidasi dan kaderisasi guna melahirkan calon-calon politisi. Parpol terkesan menunggu setoran dari para pelamar calon kepala daerah,” katanya.
”Soal kualitas, Anda bisa baca tulisan di jargon para pasangan calon yang terpampang di baliho, ’yang penting rakyat senang’ atau ’NTB untuk semua’. Ini kan aneh, apa dia (parpol) tahu track record orang yang dicalonkan. Jangan sampai para calon ini main coba-coba sehingga parpol terjebak dalam persaingan yang tidak sehat,” tuturnya.
Sebagian pejabat di Pemerintah Provinsi NTB menilai, sosok cagub dan cawagub tidak memunculkan harapan bagi masa depan NTB. Mereka kini ada yang siap-siap meninggalkan jabatannya.
”Kalau nanti gubernur dan wagub terpilih memakai saya, apa pemikiran saya sejalan dengan gubernur yang baru. Makanya, saya sedang mengurus persyaratan untuk menjadi Widya Iswara di Badan Diklat NTB,” ujar seorang pejabat di NTB.
Ahyar Abduh di atas kertas yakin lebih unggul dibandingkan pasangan lain. ”Inilah enam partai pendukung kami, yang telah memberikan amanah kepada kami untuk berikhtiar membangun NTB,’’ ujar Ahyar.
Pernyataan Ahyar itu seolah ingin menegaskan, mesin partai koalisi yang mendukungnya siap memenangi pilkada. Namun, setelah muncul video tendangan yang diduga dilakukan Ahyar, banyak orang meragukan klaimnya.
Apalagi, beberapa narasumber di Mataram dan NTB menyebutkan, Ahyar tidak berbuat banyak untuk membangun daerahnya selama memimpin Mataram.
Jalur independen
Namun, kehadiran Ali BD-Lalu Gde Wiresakti dari jalur independen menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat NTB terhadap partai masih bisa dipertanyakan. Artinya, efektivitas mesin partai dalam pilkada tidak sepenuhnya berjalan.
Ali BD yang sekarang menjabat Bupati Lombok Timur menyatakan tidak ada masalah dengan partai politik. Namun, Ali pernah mengalami pil pahit, ketika maju dan didukung semua partai yang punya wakil di DPRD pada Pilkada Lombok Timur tahun 2008, Ali kalah dari calon perseorangan.
Kehadiran pasangan calon dari jalur independen menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat NTB terhadap parpol masih dipertanyakan.
”Saya punya pengalaman, dan itu terulang kembali ketika saya lewat jalur independen pada tahun 2013, dapat memenangi pilkada lewat jalur independen melawan calon yang didukung banyak partai,” ujar Ali.
Dilihat dari sisi dukungan riil, pasangan Ali-Wiresakti agak sedikit diuntungkan. Untuk mendaftar ke KPU, mereka menyertakan 311.000 lebih dukungan resmi dengan KTP dari sekitar 3,9 juta pemilih.
Jumlah pemilih di Kabupaten Lombok Timur mencapai hampir 1 juta. Dengan empat pasangan, keberadaan 1 juta pemilih di Lombok Timur sangat menguntungkan pasangan ini.
Belum lagi, Lalu Gde Wiresakti masih termasuk keluarga inti pendiri organisasi keagamaan Nahdlatul Wathan (NW), bahkan menjabat Ketua Pengurus Wilayah NW NTB. Organisasi ini pula yang menjadi penyokong utama dua kali terpilihnya TGB Zainul Majdi menjadi Gubernur NTB.
Meski tiga pasangan calon lain dari jalu independen tidak lolos verifikasi KPU, banyaknya calon lewat jalur independen yang ikut meramaikan Pilkada NTB 2018 menarik untuk diperhatikan. Belum lagi kita melihat banyak tokoh di tingkat nasional yang berasal dari NTB.
Memang, melihat jumlah penduduk di NTB yang mencapai hampir 5 juta jiwa, rasanya tidak mungkin tidak punya kader yang mumpuni untuk memimpin daerahnya. Betul, sekitar 65 persen atau 3,5 juta penduduk NTB terkonsentrasi di Pulau Lombok, tetapi tidak berarti Gubernur NTB mendatang harus berasal dari Pulau Lombok.