JAKARTA, KOMPAS — Jumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) di Indonesia ternyata amatlah banyak. Kementerian Dalam Negeri mencatat, hingga awal Februari 2018, di negeri ini setidaknya terdapat 360.042 ormas.
Namun, tidak semua ormas yang tercatat itu bekerja untuk memberdayakan masyarakat, seperti yang diharapkan. Tak sedikit pula ormas yang hanya berharap bantuan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, bantuan asing, dan bantuan dari perusahaan.
Sesuai dengan Pasal 10 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, tidak semua ormas di negeri ini berbadan hukum. Ada ormas yang berbadan hukum dan yang tidak berbadan hukum.
Pendirian ormas cukup dilakukan oleh tiga orang secara sukarela. Baik ormas yang berbadan hukum, berbentuk yayasan atau perkumpulan, maupun yang tak berbadan hukum tetap diharuskan terdaftar di pemerintah.
”Pendaftaran ini tidak mengurangi hak warga negara untuk berserikat dan berkumpul, sesuai Undang-Undang Dasar (UUD) 1945,” kata Direktur Ormas Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri La Ode Ahmad P Balombo di Jakarta, Rabu (14/2).
La Ode Ahmad berbicara dalam Dialog Publik ”Refleksi 20 Tahun Reformasi: Keberlanjutan CSO sebagai Salah Satu Kunci Keberlanjutan Demokrasi di Indonesia” yang diprakarsai Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Indonesia dan United States Agency for International Development (USAID).
Dalam pertemuan itu diluncurkan pula The 2016 CSO (Civil Society Organization) Sustainability Index for Asia, termasuk Indonesia. Rustam Ibrahim, penulis laporan CSO Sustainability Index dari Indonesia, menyebutkan, kepercayaan masyarakat kepada organisasi masyarakat sipil (OSM) atau LSM di Indonesia tergolong rendah, yakni hanya 57 persen.
Dalam kenyataannya, angka indeks LSM Indonesia itu tidak beranjak dibandingkan tahun 2014 dan 2015 yang juga bernilai 4,1. Artinya, keberlanjutan ormas di Indonesia masih stagnan.
”Kepercayaan masyarakat terhadap OSM di Indonesia lebih rendah dibandingkan kepercayaan pada lembaga bisnis sebesar 71 persen, media (63 persen), dan pemerintah sebesar 58 persen. Kepercayaan masyarakat kepada OSM tahun 2016 itu jauh menurun dibandingkan laporan tahun 2014, sebesar 72 persen,” jelas Rustam.
OSM dinilai kurang transparan dalam hal keuangan. Inilah yang membuat kepercayaan masyarakat menurun. Sesuai survei, lembaga yang paling dipercaya oleh masyarakat adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Presiden, dan TNI.
Untuk tahun 2016, lanjut Rustam, Indonesia CSO Sustainability Index atau indeks keberlanjutan LSM di Indonesia memperoleh nilai 4,1; termasuk dalam kategori sustainability evolving (keberlanjutan yang berkembang secara gradual).
Dalam sambutan tertulisnya, yang dibacakan Fran Sinatra dari Kemendagri, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Soedarmo menegaskan, Indonesia menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, serta memajukan dan melindungi hak asasi manusia (HAM), ataupun kebebasan berserikat dan berkumpul.
Hak itu bukan hanya dijamin dalam konstitusi, melainkan juga dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 yang meratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik Internasional. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul itu ditegaskan dalam Pasal 28 UUD 1945.
Namun, lanjut Soedarmo, kebebasan itu tidak serta-merta diberikan kepada individu karena ada hak individu atau kelompok lain yang harus diperhatikan. Ada juga pertimbangan moral, nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat demokratis yang harus diperhatikan.
Hak untuk berserikat dan berkumpul itu, termasuk dengan mendirikan ormas, tidak bisa pula dipisahkan dari sejarah panjang pembentukan negara ini.
”Negara berkewajiban serta harus mampu mengelola dan mengatur keseimbangan, keharmonisan, dan keselarasan antara hak dan kebebasan individu dengan hak dan kebebasan kolektif warganegara,” ujar Soedarmo.
Dialog publik itu antara lain menampilkan pembicara Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Fransiska Fitri dari Yayasan Penguatan Partisipasi, dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (Yappika)-Action Aid, serta dipandu Ade Irawan dari Indonesian Corruption Watch (ICW).