Gara-gara Beli Mobil, Suami Bunuh Istri dan Anak Tiri
TANGERANG, KOMPAS — Karena masalah ekonomi, seorang suami tega membunuh istri dan tiga anak perempuan tirinya. Akibat dari perbuatannya, sang suami, ME (60), ditetapkan sebagai tersangka dan terancam hukuman penjara seumur hidup.
Berdasarkan keterangan yang diungkapkan oleh Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Metro Kota Tangerang Kombes Harry Kurniawan di Tangerang, Selasa (13/2), ME ditetapkan sebagai tersangka setelah dimintai keterangan di RS Polri Kramatjati, tempat ME dirawat.
Awalnya, ME ditemukan terluka parah di bagian perut dan leher di kamar belakang, sedangkan para korban, yaitu Titin Suhemah atau Emma (40), Nova (20), dan Tiara (11) ditemukan tewas di kamar depan rumah yang menjadi tempat kejadian perkara (TKP).
Dari hasil olah TKP dan penelusuran keterangan saksi-saksi, kepolisian menetapkan ME sebagai tersangka pembunuhan sadis ini. ME dijerat Pasal 338 juncto subsidier 340 KUHP dengan ancaman penjara seumur hidup.
Penetapan ini dilakukan karena ada unsur kesengajaan dalam pembunuhan. Harry menyatakan, tiga hari sebelum pembunuhan, terjadi pertengkaran rumah tangga antara ME dan Emma sebagai istri siri dari ME.
Pertengkaran bermotif ekonomi ini terkait pembelian mobil yang tidak disetujui oleh tersangka. Harry berujar, selama tiga hari pertengkaran terjadi di TKP dan berakhir dengan terbunuhnya ketiga korban.
”Pada saat kami meminta keterangan kepada saudara ME, yang pertama disampaikan adalah permohonan maaf, yang kedua menyesali, dan beberapa kali menguncapkan istigfar dan memohon ampun,” ujarnya.
Konferensi pers sekaligus gelar barang bukti dilakukan di depan TKP, yaitu Rumah Blok 6B/5 Jalan Melati IV, Perumahan Taman Kota Permai, Kelurahan Periuk, Kota Tangerang.
Dalam konferensi ini, polisi memperlihatkan barang-barang bukti, di antaranya sebilah pisau, telepon seluler yang rusak, serta seprai, kasur, bantal, dan pakaian korban yang terkena noda darah.
Harry menjelaskan, pisau yang digunakan untuk membunuh ketiga korban dan melukai tersangka sudah diselipkan di salah satu lemari pakaian. Selain itu, tersangka juga membuang keempat telepon seluler milik korban yang sudah dalam keadaan rusak ke arah loteng.
”Kami mengamankan ME di RS Polri sebagai rujukan dari RSUD, di mana statusnya berubah dari saksi mahkota (saksi kunci) menjadi tersangka. Hal ini dilakukan untuk memberikan pengamanan lebih, terutama kesehatan. Selain itu, bagian psikologi juga berupaya memeriksa kejiwaan tersangka atau pelaku ME tersebut,” ujarnya.
Kronologi
Pratomo (50) adalah salah satu warga yang pertama kali menemukan korban di TKP. Awalnya, Pratomo sebagai ketua RT 005 diminta tolong oleh beberapa tetangga yang curiga dengan keadaan TKP yang terlalu sepi, padahal di garasi rumah terparkir satu mobil dan tiga motor milik korban.
”Tetangga mulai curiga sore itu. Kendaraan lengkap, kok, tidak ada suara di dalamnya. Biasanya Ibu Emma berbincang-bincang dengan tetangga kalau berada di rumah. Orangnya ramah.”
Pratomo membeberkan, sekitar pukul 15.00 lewat, ia beserta beberapa warga mendatangi TKP. Setelah beberapa kali pintu diketuk dan dipanggil, tidak ada sahutan dari dalam rumah. Ia mencoba masuk, ternyata pintu tidak dikunci. Setelah membuka pintu kamar depan, mereka melihat tiga mayat yang dikenali sebagai Emma, Nova, dan Tiara.
”Ketiganya berada di kasur dengan kondisi mengenaskan. Kami lalu berpindah ke kamar kedua. Di sana, kami kesulitan membuka pintu karena ME menghambat pintu kamar dengan kasur dan ia tertidur di atasnya. Pakai celana panjang saja. Perutnya berlumuran darah yang mulai mengering,” ujarnya.
Pratomo menjelaskan, ME langsung dibawa ke RSU Tangerang dengan menggunakan mobil korban yang terparkir di garasi. Sekitar 20 menit kemudian, polisi datang lalu melakukan olah TKP.
Rohayati (30), salah satu saksi yang bertetangga langsung dengan korban, mengaku mendengar pertengkaran di rumah TKP. ”Waktu itu sekitar pukul 3.00 dini hari. Saya dan suami yang sedang menonton di ruang tamu mendengar suara Bu Emma istigfar, lalu mendengar benturan di tembok. Setelah itu kami tidak mendengar suara apa-apa lagi. Kami pikir, pertengkaran sudah usai. Sekitar jam setengah lima pagi, baru saya istirahat,” ujarnya.
Rohayati menjelaskan, ia sering mendengar pasangan yang tinggal di sebelahnya bertengkar. Namun, ia belum pernah mendengar Emma menceritakan masalahnya kepada dirinya meski tinggal bersebelahan.
”Maklum, rumah tangga. Jadi kami tidak enak menegur kalau mereka bertengkar. Kadang-kadang suara piring pecah terdengar. Kami tidak menyangka, ujungnya begini,” paparnya.
Bermasalah
Berbeda dengan Emma, tersangka ME dinilai tertutup oleh masyarakat. Beberapa tetangga jarang melihat ME bergaul dan beberapa kali membuat masalah di dalam lingkungan.
Alwanto (48) menceritakan, kedatangan ME sekitar setahun yang lalu juga diwarnai permasalahan dengan lingkungan. Alwanto yang pada saat itu menjadi ketua RT, bercerita, pada awalnya ia tidak mengetahui korban (Emma) telah menikah dengan ME.
”Setelah Lebaran 2016, sudah lebih dari setahun yang lalu pastinya. Saya terkejut mendengar kabar Ibu Emma menikah lagi, tetapi tidak melapor ke saya sebagai ketua RT. Saya tegur bapak ME. Tidak bisa begini. Masyarakat harus tahu. Setelah itu baru diadakan syukuran. Diundang sekitar 50 orang,” ujarnya.
Alwanto menambahkan, sekitar dua bulan setelah kedatangan ME, Emma mendatanginya untuk melaporkan kehilangan. Emma, katanya, mengaku kehilangan telepon seluler.
”Saya heran, handphone hilang, tapi laptop tidak hilang. Usut punya usut, ternyata yang menghilangkan suaminya. Setelah dipanggil dan diinterogasi oleh saya dan petugas keamanan kompleks, akhirnya dia ngaku. HP-nya dibuang katanya. Mungkin yang ditemukan di loteng itu,” tuturnya merujuk brang bukti telepon seluler yang rusak.
Suparyadi (52), tetangga depan korban, menjelaskan, ME kalau berbicara suka menjadi yang dominan. Ia menjelaskan, ME suka membangga-banggakan masa lalunya.
”Beda dengan anaknya, Tiara (korban). Tiara baik, suka bergaul dengan anak saya. Ngemong, perhatian sama anak yang lebih kecil. Kan, anak saya 7 tahun, Tiara 11 tahun,” ujarnya. (DD12)