Karl-Edmund Prier, Pastor asal Jerman yang Ahli Mengolah Musik Indonesia
Oleh
HARYO DAMARDONO
·3 menit baca
Penyerangan terhadap Gereja Santa Lidwina di Bedog, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (11/2) pukul 07.30 menyebabkan Pastor Prier, SJ, yang sedang memimpin misa terluka. Pastor Prier pun telah dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta.
Siapa sebenarnya Pastor Prier? Pastor Prier adalah misionaris Jesuit kelahiran Jerman. Bernama lengkap Karl-Edmund Prier, Pastor Prier yang tahun ini berusia 81 tahun melewati masa kecilnya pada masa Perang Dunia II.
Setelah studi Novisiat, Pastor Prier mengambil studi filsafat di Muenchen selama 2 tahun. Di Muenchen itu, dia mendapat tawaran berkarya di Indonesia walau sebelumnya memimpikan berkarya di Eskimo. Ia cukup lama mempertimbangkan tawaran itu meski akhirnya memutuskan tetap ke Indonesia.
Pastor Prier tiba di Indonesia pada tahun 1964 setelah penundaan permohonan visa selama 2 tahun. Di Indonesia, berkat talentanya, Pastor Prier dikenal sebagai ahli musik liturgi. Ia kemudian mendirikan Pusat Musik Liturgi yang berkantor di kompleks Universitas Sanata Dharma di Kotabaru, Yogyakarta.
Pastor Prier kemudian selalu memperjuangkan inkulturasi dalam musik gerejawi. Karena ia hidup di tengah-tengah masyarakat Jawa, tidak heran apabila Pastor Prier mempelajari dan menguasai musik Jawa.
Bulan Desember 2006, berdasarkan arsip harian Kompas, Pastor Prier menggelar konser berjudul, ”Sate Embik Fortaleza” di Auditorium Pusat Kateketik (Puskat) Kotabaru, Yogyakarta. Tampil dalam konser itu adalah Paduan Suara Vocalista Sonora.
Ternyata Vocalista Sonora membuktikan bahwa paduan suara tenor, sopran, alto, dan bas bisa harmonis dengan alunan slendro gamelan. Selama lebih kurang 2 jam, total 14 lagu dibawakan Vocalista Sonora dalam dua sesi. Sesi pertama berisi lagu-lagu pujian yang dikemas dalam nuansa budaya Timur, sedangkan sesi kedua merupakan peralihan dari budaya Timur menuju Barat.
Ternyata Vocalista Sonora membuktikan bahwa paduan suara tenor, sopran, alto, dan bas bisa harmonis dengan alunan slendro gamelan.
Konser yang dipimpin Pastor Karl Edmund Prier tersebut merupakan sedikit refleksi dari pengalamannya saat mengikuti Kongres Liturgi Internasional yang diadakan di Fortaleza, Brasil. Dalam kongres tersebut dibahas mengenai tema inkulturasi dalam musik gerejawi yang bahkan hingga kini belum selesai dibicarakan.
”Berangkat dari pembicaraan di kongres itu, saya tertarik menerapkan inkulturasi pada musik liturgi di Indonesia. Apa yang saya lakukan saat ini bukanlah suatu proses mudah, dan masih harus dipelajari lagi secara lebih dalam,” ujar Pastor Prier, ketika itu.
Dalam konser kali ini, slendro yang dipilih adalah gamelan Jawa Timur. Pertimbangan yang diambil Pastor Prier adalah karena slendro Jawa Timur lebih bebas, spontan, dan tidak terpatok pada pakem-pakem khusus seperti layaknya gamelan di Jawa Tengah.
Disadari pula, tidak selamanya pertunjukan inkulturasi musik seperti ini dapat selalu menghadirkan seperangkat gamelan lengkap. Oleh karena itu, Pastor Prier berinisiatif memainkan nada slendro melalui organ sekaligus menemukan formula bunyi yang pas.
Proses yang memakan waktu hingga 6 bulan ini ternyata tidak sia-sia. Dengan bangga, Pastor Prier memainkan nada 2 (ro), 3 (lu), 5 (mo), 6 (nem) pada organ clavinova pada awal pertunjukan. Penonton pun terkesima mendengar alunan nada yang biasa mereka dengar lewat gamelan kini justru keluar dari pencetan tuts-tuts organ.
Penonton makin terkesima oleh karena seorang pastor Jerman ternyata berhasil memainkan nada-nada gamelan melalui permainan organ yang dibawakannya.
Hingga kini, Pastor Prier masih terus menjalani perawatan akibat luka di punggung dan kepalanya.