BOGOR, KOMPAS — Setelah tiga hari, pencarian korban longsor di Riung Gunung, Puncak, Bogor, Jawa Barat, dihentikan pada Rabu (7/2) petang. Tidak ditemukan bukti jelas bahwa masih ada korban yang tertimbun. Namun, masa tanggap darurat tetap berlanjut 10 hari ke depan hingga Minggu (18/2).
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) diharapkan dapat menyelesaikan normalisasi jalan yang terdampak longsor dalam jangka waktu tersebut. Selama periode ini, mobil roda empat dilarang melalui jalur utama Jakarta-Cianjur tersebut.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor Sumardi di lokasi kejadian mengatakan, sebanyak 60 personel BPBD akan tetap mendirikan pos dan bersiaga di Riung Gunung.
Kepala Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Besar Andy M Dicky Pastika menyatakan, tak ada laporan orang hilang yang diduga akibat longsor.
Komandan Resor Militer Suryakancana Kolonel M Hasan menambahkan, kesaksian korban selamat tidak begitu jelas berkontribusi terhadap keputusan penghentian pencarian korban.
Data terakhir korban meninggal longsor di Puncak adalah satu orang. Di lokasi longsor Cijeruk, antara Bogor dan Sukabumi, lima orang tewas. Jadi, total ada enam korban tewas dan sudah tidak ada lagi yang dinyatakan hilang.
Pejabat Pembuat Komitmen Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional 6 Binamarga Kementerian PUPR Elsa Putra Friandi mengatakan, selama 10 hari masa tanggap darurat ini, pihaknya akan menormalisasi jalur Gunung Mas-Ciloto secara darurat. Upaya darurat ini antara lain menahan tebing dengan karung pasir dan pasak bambu serta mengurangi kontur curam tebing-tebing tersebut. ”Harapannya, setelah 10 hari, jalur bisa dibuka untuk lalu lintas dan penanganan permanen akan dilakukan,” kata Friandi.
Komitmen
Komitmen mengatasi ketelanjuran aktivitas manusia di kawasan lindung Puncak, Bogor, dibutuhkan untuk mencegah terus berulangnya kejadian longsor. Di dalamnya termasuk ketegasan mengimplementasikan aturan dan pengembangan rekayasa teknologi untuk mencegah longsor.
Ini menyusul perencanaan tata ruang yang belum optimal dan ketelanjuran aktivitas manusia di kawasan lindung sebagai dua faktor di antara 22 faktor penyebab tanah longsor di Puncak, Senin (5/2). Data itu disampaikan dalam media briefing terkait kejadian longsor di Puncak oleh Dirjen Pengendalian Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Hilman Nugroho serta Direktur Perencanaan dan Evaluasi Pengendalian DAS KLHK Yuliarto Joko Putranto.
Kedua faktor penyebab longsor oleh tindakan manusia itu terjadi di lima titik longsor kawasan Puncak yang diidentifikasi. Masing-masing di sekitar Masjid Atta’awun, Gunung Mas, Grand Hill, Riung Gunung, dan Widuri yang masuk kawasan DAS Ciliwung Hulu.
Faktor lain yang disebabkan manusia, sebagian di antaranya adalah kurangnya kesadaran masyarakat, penebangan hutan, dan bergesernya tanah urukan. Faktor alam yang turut diidentifikasi adalah curah hujan, durasi hujan, dan kelerengan berbeda-beda untuk setiap lokasi.
Adapun kelebihan beban bangunan di atas tebing diidentifikasi terjadi di tiga lokasi, yakni di sekitar Masjid Atta’awun, Grand Hill, dan Widuri. Lima kawasan yang diidentifikasi itu berstatus kawasan APL (areal penggunaan lain) dengan keberadaan kawasan lindung di sisi atasnya.
Yuliarto mengatakan, relatif maraknya bencana yang terjadi bakal membuat pemerintah daerah bersangkutan turut memberikan perhatian besar. Menurut dia, ketegasan menegakkan aturan, bahkan hingga membongkar bangunan-bangunan yang tidak sesuai dengan kebijakan tata ruang, mestilah dilakukan. ”Kalau tidak, (longsor) akan berulang,” ujarnya.
Ia menuturkan hal itu terkait penataan ruang yang kewenangannya berada di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/ BPN). Selama dua tahun terakhir, kata Yuliarto, pihaknya bekerja sama menyimulasikan pola ruang dengan Kementerian ATR/ BPN dengan implementasi berada pada tim pengendali tata ruang. Pemerintah daerah diimbau merevisi aturan tata ruang melalui rencana detail tata ruang yang sinergis antarkabupaten. Usulan itu mencakup evaluasi tata ruang berbasis DAS.