JAKARTA, KOMPAS — Banjir rutin Jakarta belum diikuti kesigapan penanganan. Masih ada daerah rawan banjir lepas dari persiapan penanganan, seperti di Kampung Rawa Sepat di sekitar Cililitan Kecil, Jakarta Timur.
Air luapan Sungai Ciliwung di perkampungan padat itu masuk rumah warga Senin (5/2) sekitar pukul 18.00. Saat malam tiba, ketinggian air sekitar 2 meter di daerah terdalam. Air masuk melalui saluran-saluran air.
Warga tak menduga itu terjadi. Mereka juga tak menerima peringatan banjir. Dua tahun terakhir atau sejak pembongkaran Jembatan Kalibata yang menahan sampah hingga memicu banjir, kampung itu tak lagi banjir lebih dari 10 sentimeter.
”Sebelum jembatan dibongkar, di sini setiap tahun banjir,” kata Syahrul, warga yang rumahnya terendam. Banjir juga melanda daerah lain, seperti Rawajati dan Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur, salah satu wilayah terparah terdampak luapan Sungai Ciliwung.
Hingga Selasa (6/2) pukul 13.00, ketinggian air di sebagian wilayah 130 cm. Roy (29), warga Kampung Melayu, mengatakan, Senin malam ketinggian air di atas 180-190 cm.
Meminta-minta
Dengan alasan belum menerima bantuan, belasan warga korban banjir Rawa Sepat meminta bantuan para pengendara. Belasan orang, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, mengacungkan kardus atau stoples ke pengemudi kendaraan yang melintas.
”Ini enggak bisa jualan, enggak ada uang. Dapatnya bantuan cuma nasi-nasi saja,” kata Usna (42), warga yang meminta bantuan di jalan.
Dinas Sosial Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama Taruna Siaga Bencana mulai mendirikan tenda dan menyalurkan bantuan, Selasa sore. Warga diminta tak mengungsi di trotoar atau meminta bantuan di jalan.
Sebagai kota yang dilalui 13 sungai, Jakarta sudah memiliki peta rawan banjir, tetapi belum memiliki peta evakuasi bencana.
”Jakarta harus menyusun itu,” kata Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) Jarot Widyoko. Hal sama diungkapkan pengamat perkotaan Nirwono Joga.
”Bencana banjir hanya menjadi perhatian Pemprov DKI atau dinas terkait ketika terjadi banjir. Setelah banjir reda, ya surut juga semangatnya menyelesaikan masalah banjir,” ujar Nirwono.
Salah satu pertimbangan ketiadaan peta evakuasi bencana karena titik banjir berubah- ubah.
Kepada wartawan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, saat ini pihaknya masih mengutamakan penanganan darurat bencana kepada korban banjir dibandingkan membahas rencana normalisasi daerah aliran Sungai Ciliwung.
”Sesudah bencana berakhir semua, baru ngomongin (normalisasi). Itu nanti,” kata Anies setelah mengunjungi pengungsi di Kelurahan Kampung Melayu. Ia menilai penanganan korban cukup baik. (IRE/HLN/DD17)