Bojonegoro Bisa Jadi Model Program Agrikanas
BOJONEGORO, KOMPAS — Pola kerja sama di antara petani dan pabrikan PT Garuda Food, PT Perhutani, dan Pusat Inkubasi Bisnis Syariah atau Pinbas Majelis Ulama Indonesia dalam program agribisnis kacang nasional atau agrikanas menguntungkan.
Petani bisa mendapatkan jaminan panen kacangnya laku dan tidak perlu bingung menjual ke mana, sementara para pabrikan mendapatkan jaminan pasokan. Pola kerja sama itu dilaksanakan di Bojonegoro dan Pandaan, Jawa Timur, dan Pati, Jawa Tengah.
Komisaris Garuda Food Hartono Admadja, Selasa (6/2), menjelaskan, kemitraan itu memberikan makna prinsip saling menumbuhkembangkan dan memberi manfaat yang saling menguntungkan. Petani mendapatkan ilmu dari pelatihan budidaya kacang tanah dan benih berkualitas.
”Garuda Food mendapatkan jaminan ketersediaan bahan baku kacang tanah. Selama ini dari kebutuhan sekitar 750.000 ton kacang tanah per tahun, sekitar 30-40 persen masih impor,” ujarnya.
Upaya kemitraan yang dijalin itu diinisiasi sebagai upaya mengarahkan kebijakan, pendampingan, ataupun monitoring dan evaluasi program agrikanas. Secara kolektif, strategi pelaksanaannya diatur oleh koordinator kolektif dari Perhutani, Garuda Food, Pinbas MUI.
Selama ini dari kebutuhan sekitar 750.000 ton kacang tanah per tahun, sekitar 30-40 persen masih impor.
Ada bagi hasil sistem kerja sama syariah di antara Perhutani, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan Pinbas MUI. Garuda Food memberikan pendampingan tanam untuk benih Biga (Biji Tiga) dan menyerap produksi.
Pinbas MUI memberikan pendampingan motivasi dan mental. Perhutani menyediakan lahannya yang dikelola warga untuk ditanami kacang tanah.
Bisnis bisa dikembangkan dengan pola tanam, perdagangan, dan industri rakyat. Nilai tambah yang didapatkan berupa penghasilan melalui industri rakyat dan dapat dijual sebagai kabas (kacang basah) atau dalam bentuk kacang ose (biji lepas kulit), kacang kulit kering, kacang olahan.
”Biaya benih dan operasional awal dari Garuda Food, biaya pupuk dan herbisida dari Pinbas MUI,” ujar Hartono.
Proyek percontohan program agrikanas di Desa Dander, Kecamatan Dander, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, memulai panen perdana pada Senin (5/2).
Saat itu hadir Menteri Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Supriyanto, Bupati Bojonegoro Suyoto, anggota DPR Kuswiyanto, dan Direktur Pinbas sekaligus Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI Azrul Tanjung.
Hasil panen kacang tanah dalam proyek awal sebagai percontohan seluas 6,5 hektar itu menghasilkan 3,4 ton per hektar. Hingga April akan ada 2.200 hektar total areal yang digunakan untuk kacang tanah dalam program Agrikanas itu di Bojonegoro.
Kacang tanah bisa dipanen dalam waktu 70 hari. ”Hasil kotor per hektar mencapai Rp 18 juta dengan biaya produksi per hektar sekitar Rp 4 juta,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Bojonegoro Akhmad Djupari mendampingi petani penggarap, Jarwanto dan Paeran.
Puspayoga menyambut positif program agrikanas tersebut. Ia menyarankan kelompok tani disatukan dengan membentuk koperasi agar ada kesinambungan.
Tujuannya nanti agar ada yang mengurusi distribusi atau pengiriman ke pabrik serta pengadaan benih dan pupuk dan lainnya.
Hasil kotor per hektar mencapai Rp 18 juta dengan biaya produksi per hektar sekitar Rp 4 juta.
Melalui kemitraan, kelompok usaha mikro, kecil, dan menengah dapat terlibat langsung dalam rantai nilai usaha milik kelompok usaha besar, seperti Garuda Food Group. Pemerintah mendukung program Kemitraan Ekonomi Umat (KEK) itu.
Langkah itu turut membantu mengembangkan petani dan santri sebagai pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). ”Saya mengapresiasi pengembangan ekonomi umat seperti ini yang memang harus digerakkan oleh seluruh pihak terkait,” katanya.
Menurut Bupati Bojonegoro Suyoto, program itu menitikberatkan pada pemberdayaan ekonomi umat. Itu menjadi bagian dari spirit beragama yang berupaya menghadirkan kesejahteraan dan dakwah untuk kehidupan.
”Pola kerja sama yang dilakukan memberi solusi riil atas masalah,” ujarnya.
Direktur Pinbas MUI Azrul Tanjung berharap petani mendapatkan bibit terbaik, 120 kilogram per hektar. Dalam jangka panjang diharapkan bisa tercapai 16.000 hektar lahan yang dimanfaatkan untuk pengembangan agrikanas itu.
Pola kerja sama di Bojonegoro bisa diadopsi, diduplikasi, dan direplikasi di daerah lain.
Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bambang Supriyanto menjelaskan pola agroforestri yang diterapkan di Bojonegoro itu akan dievaluasi khusus, apalagi pemerintah punya program pengembangan perhutanan sosial.
Jika pola kerja sama di Bojonegoro hasilnya bagus akan diadopsi, diduplikasi, dan direplikasi di daerah lain.
Pola di Bojonegoro ada upaya peningkatan produktivitas hutan dan kacang, dengan rata-rata satu keluarga mengelola 0,3 hektar.
”Diharapkan jangkauannya diperluas satu keluarga bisa mengelola sedikitnya satu hektar,” kata Bambang.