MILAN, MINGGU — Inter Milan saat ini benar-benar sedang sakit. Setelah sempat tampil perkasa sejak awal musim, ”Nerazzurri” sekarang bahkan kesulitan meladeni tim papan bawah seperti Crotone. Bermain di kandang sendiri, Stadion Giuseppe Meazza, Inter ditahan imbang Crotone, 1-1, Minggu (4/2) dini hari WIB.
Laga kontra Crotone ini menjadi laga kedelapan Nerazzurri tanpa kemenangan di semua kompetisi. Dari delapan laga itu, mereka kalah tiga kali dan salah satunya dalam babak perempat final Piala Italia saat mereka disingkirkan tetangganya, AC Milan. Di Serie A, laga kontra Crotone ini menjadi laga keempat mereka yang berakhir dengan skor 1-1.
Inter sebenarnya sudah bisa unggul lebih dahulu ketika striker mereka, Eder Martins, mencetak gol pada menit ke-23 setelah mendapat umpan dari Marcelo Brozovic. Malam itu, Eder Martins diharapkan menggantikan peran mesin gol mereka yang masih cedera, Mauro Icardi. Satu gol pembuka itu sempat membuat kubu Inter, yakin bahwa absennya Icardi tidak akan membawa masalah.
Namun, permainan mereka selanjutnya sama sekali tidak berkembang. Bahkan, pada babak kedua, gelandang Crotone, Andrea Barberis, bisa menyamakan kedudukan menjadi 1-1 akibat lini pertahanan Inter yang tidak solid. Aksi mereka malam itu tidak mencerminkan kekuatan Inter seperti yang terlihat pada 16 laga awal kompetisi musim ini ketika mereka masih sulit dikalahkan.
”Kami sudah menduga kami akan bisa mengakhiri laga ini dengan kepala tegak,” kata Barberis seperti dikutip Football-Italia. Pelatih Crotone Walter Zenga pun sampai menitikkan air mata pada akhir laga. Maklum, tidak banyak tim kecil yang mampu menahan tim sebesar Inter di Giuseppe Meazza.
Kami sudah menduga kami akan bisa mengakhiri laga ini dengan kepala tegak.
Mendadak sirna
Kekuatan Inter itu seolah mendadak sirna setelah ditumbangkan Udinese, 1-3 pada pertengahan Desember lalu.
”Sekali muncul kesalahan, kami kemudian kehilangan kepercayaan diri dan sepertinya memang kami memiliki karakter yang lembek. Ada sesuatu di masa lalu yang membuat kami terus dibayang-bayangi ketakutan,” kata Pelatih Inter Milan Luciano Spalletti.
Jika membicarakan masa lalu, Spalletti bisa jadi merujuk pada kenangan buruk pada musim lalu. Musim 2016-2017 merupakan momen ketika Inter benar-benar kehilangan karakter sebagai raksasa sepak bola di Kota Milan. Musim itu, mereka tidak mampu meraih satu trofi pun. Mereka finis di peringkat tujuh Serie A, terhenti di perempat final Piala Italia, dan tersingkir di penyisihan grup Liga Europa.
Rentetan kekalahan tidak hanya membuat manajemen klub dan pemain frustrasi. Para pendukung pun ikut marah dan mereka sempat meninggalkan stadion untuk makan siang saat tim kesayangan mereka sedang melawan Sassuolo, Mei 2017. Inter pun kalah, 1-2, dalam laga itu.
Akibat penampilan buruk itu, manajemen Inter juga memecat Pelatih Stefano Pioli dan menggantinya dengan pelatih tim primavera Stefano Vecchi hingga musim berakhir. Suning Groups, perusahaan asal China yang memiliki Nerazzurri pun lalu mulai memikirkan pembenahan timnya.
Salah satunya, adalah merekrut Spalletti sebagai pelatih baru. Spalletti yang pada musim lalu sukses mengantar AS Roma hingga finis di peringkat kedua klasemen Serie A diharapkan mampu mengembalikan kejayaan Inter.
Sayangnya, harapan itu kembali terpenuhi hanya sampai separuh musim. Inter sempat memuncaki klasemen sementara dan disebut sebagai kandidat peraih gelar juara Serie A musim ini. Mereka pun sudah membayangkan bisa kembali berjaya di level Eropa dengan kembali mengikuti Liga Champions musim depan.
Namun, Inter kini kembali terperosok dan seakan mengulang masa lalu mereka. Teriakan ”huuuu...” dari para pendukung Inter pun mulai terdengar lagi di stadion. Penyakit lama mereka rupanya kambuh lagi. (AFP)