Aktivis Berharap Indonesia Bebas dari Topeng Monyet
JAKARTA, KOMPAS — Bertepatan dengan Hari Primata Indonesia pada 30 Januari, sejumlah aktivis peduli satwa mendorong pemerintah daerah untuk melarang atraksi topeng monyet. Selain melanggar KUHP 302 tentang kesejahteraan satwa, atraksi ini dianggap sebagai ancaman penularan penyakit hewan ke manusia (zoonosis).
Ketua Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Benvika mengatakan, baru Provinsi DKI Jakarta yang secara tegas melarang atraksi topeng monyet.
”Kebijakan ini dikeluarkan ketika Joko Widodo menjabat Gubernur DKI Jakarta tahun 2013. Namun, akibat kebijakan ini, para pengamen topeng monyet menjadi tersebar di sejumlah daerah, khususnya Jawa Barat,” ujar Benvika saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (1/2).
Ia menjelaskan, saat ini jumlah pengamen topeng monyet sudah hampir tidak ada. Jika ada, mereka beroperasi di kampung-kampung. ”Apalagi yang di daerah sekitar Jakarta, seperti Depok dan Bekasi, misalnya, beroperasinya di perkampungan dan sulit terlacak,” ucapnya.
Pengamen topeng monyet umumnya berasal dari daerah Jawa Barat. Benvika menyebutkan, saat ini pengamen topeng monyet mendapatkan pasokan satwa paling banyak dari daerah Bandung.
”Monyet yang dieksploitasi spesiesnya jenis monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Spesies ini belum termasuk dalam kategori hewan dilindungi,” ujarnya.
Monyet yang dieksploitasi spesiesnya jenis monyet ekor panjang (’Macaca fascicularis’). Spesies ini belum termasuk dalam kategori hewan dilindungi.
Benvika mengatakan, sebelum ada pelarangan topeng monyet, Pasar Gembrong dan Kampung Rambutan menjadi daerah pusat pelatihan topeng monyet.
”Kami pernah melakukan investigasi ke sana. Namun, sekarang sudah tidak ada lagi karena kebijakan pemerintah. Berdasarkan temuan, tempat pelatihan topeng monyet ini ada di daerah Tasikmalaya, Jawa Barat,” tuturnya.
Berdasarkan penuturan Benvika, pada saat pelatihan, monyet-monyet ini disiksa agar dapat berjalan dengan dua kaki. Kedua tangan mereka diikat, kemudian lehernya juga terikat tali. Selain itu, monyet-monyet ini sengaja dibiarkan kelaparan agar bisa mengikuti instruksi pelatih.
”Sebenarnya ada semacam bandar atau juragan yang melatih monyet ini. Monyet-monyet yang ada di pengamen itu biasanya yang sudah terlatih dan dibeli dari bandar dengan harga sekitar Rp 2 juta,” ujarnya.
Ada semacam bandar atau juragan yang melatih monyet ini. Monyet-monyet yang ada di pengamen itu biasanya yang sudah terlatih dan dibeli dari bandar dengan harga sekitar Rp 2 juta.
Dihubungi terpisah, Koordinator ProFauna Jawa Barat Rinda Aunillah menerangkan, saat ini Kota Bandung menjadi salah satu daerah yang merespons positif gerakan antitopeng monyet ini.
”Meski demikian, kebijakannya masih berupa surat edaran dan imbauan agar waspada terhadap zoonosis dari atraksi topeng monyet ini,” lanjutnya.
Rinda mengatakan, monyet ini bisa menularkan penyakit tuberkulosis dan rabies. Selain itu, pada prosesnya, monyet ini dambil dari alam liar ketika masih muda.
”Induk monyet mati setelah ditinggal anaknya. Kemudian, proses latihan sekitar 6-9 bulan, dan puluhan monyet yang dilatih. Sekitar 30-40 persen monyet mati ketika proses pelatihan,” katanya.
Rinda menambahkan, para pengamen topeng monyet ini berasal dari daerah Indramayu dan Cirebon. Setelah keluar surat edaran dari Pemkot Bandung, pengamen topeng monyet ini tersebar di sejumlah daerah.
”Seperti di daerah Tanjung Sari, Sumedang, para atraksi topeng monyet kerap kami jumpai di pinggiran jalan. Kemudian, di kawasan Gede Bage dan Soekarno-Hatta juga masih ada atraksi ini,” lanjutnya.
Proses pelepasan
Benvika mengatakan, dalam waktu dekat, JAAN akan melepasliarkan 39 monyet hasil sitaan Pemkot Bandung ke alam liar. Saat ini dilakukan proses karantina dan menentukan lokasi pelepasannya.
”Monyet yang sudah dilatih ini menjadi sulit beradaptasi kembali di alam liar. Apalagi, sebagian besar dari mereka taringnya sudah dicabut oleh pemilik sebelumnya,” ucap Benvika.
Dari 87 monyet ini, 11 persen mengidap penyakit tuberkulosis, mayoritas mengidap cacingan dan radang gusi. Ketika kami lepas liarkan, dua monyet tidak mampu beradaptasi dan terpaksa kami tarik lagi dari alam liar. Kemudian, satu monyet ditemukan mati di alam liar
Sebelumnya, JAAN telah melepas 87 monyet hasil sitaan Pemprov DKI di era pemerintahan Joko Widodo sebagai gubernur. Monyet tersebut dilepas di daerah Ujung Kulon.
”Dari 87 monyet ini, 11 persen mengidap penyakit tuberkulosis, mayoritas mengidap cacingan dan radang gusi. Ketika kami lepas liarkan, dua monyet tidak mampu beradaptasi dan terpaksa kami tarik lagi dari alam liar. Kemudian, satu monyet ditemukan mati di alam liar,” tuturnya.
Pada tahun 2013, diadakan razia topeng monyet di daerah DKI Jakarta. Razia topeng monyet bertujuan melindungi hewan dari kekerasan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan, yang mengatur hewan harus terhindar dari tindak penganiayaan dan penyalahgunaan.
Produk hukum lain yang dijadikan dasar razia topeng monyet adalah Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 11 Tahun 1995 tentang Pengawasan Hewan Rentan Rabies serta Pencegahan dan Penanggulangan Rabies (Kompas, 23 Oktober 2013). (DD05)