Unjuk Rasa Gagal karena Beban Uang Setoran
JAKARTA, KOMPAS—Angkot dari lima trayek yang menuntut dibukanya Jalan Jatibaru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, kembali beroperasi pada Selasa (30/1). Niat mereka untuk memblokade jalan diurungkan oleh tanggungan untuk mengejar uang setoran.
Kelima trayek itu adalah M08, M09, M10, M11 dan JP03. Senin (29/1), sekitar 200 sopir dari kelima trayek itu berunjuk rasa di Jalan Jatibaru Raya, Jakarta Pusat.
Mereka menuntut jalan itu dibuka kembali untuk angkutan umum karena, sejak Desember 2017 lalu, jalan itu ditutup dan dijadikan tempat berjualan bagi pedagang kaki lima (Kompas, 30 Januari 2018)
Senin sore, para sopir berencana kembali mengadakan aksi unjuk rasa dengan memblokade jalan. Rosyid, sopir angkot M08, mengatakan, dirinya bersikeras melakukan aksi itu.
"Supaya jalan segera dibuka dan kami bisa mendapatkan kembali hak atas jalan yang ditutup itu. Kami mendesak Gubernur untuk buka jalan," katanya, sore itu.
Namun, hal yang dikatakan Rosyid tidak terjadi. Sejak pukul 09.00, terlihat angkot-angkot mengetem, melintas serta mengangkut penumpang di sekitar kawasan Tanah Abang.
Misalnya, angkot trayek M08 menunggu penumpang yang turun dari Stasiun Tanah Abang dengan berbaris di sepanjang 200 meter Jalan Jatibaru Bengkel.
Tedy (43), sopir angkot trayek M08, mengatakan, tuntutan untuk menyetor Rp. 200.000 per hari membuatnya dan rekan-rekan sesama sopir angkot lainnya tetap beroperasi.
Tunggakan biaya sekolah bulanan anaknya di bangku SMA belum membayar sekolah sejak lima bulan yang lalu, benan bertambah banyak..
"Mogok sehari berarti berutang Rp. 200.000. Saya sudah ada hutang Rp. 780.000, karena mogok kemarin, hutang saya jadi Rp. 980.000. Kami narik lagi agar ada pemasukan walau sedikit,” kata Tedi di Jalan Jatibaru Bengkel, Jakarta Pusat, Selasa siang.
Tedy menambahkan, ia sudah tidak mengirimkan uang kepada keluarganya yang tinggal di Bogor, Jawa Barat, selama Januari ini. Biasanya, ia mengirimkan Rp. 250.000-300.000 per minggu untuk keluarganya.
Akibat hal tersebut, tunggakan biaya sekolah bulanan anaknya bertambah banyak. Hingga saat ini, anaknya yang duduk di bangku SMA belum membayar sekolah sejak lima bulan yang lalu.
Hal serupa dikatakan oleh Udin (47), sopir angkot M08, keputusannya untuk beroperasi hari itu karena mereka tidak punya pilihan lain.
Di satu sisi, mereka ingin berunjuk rasa supaya permintaan mereka terhadap pembukaan jalan dan pengembalian fungsi jalan sebagaimana mestinya dikabulkan.
Akan tetapi, di sisi lainnya, mereka memiliki tuntutan untuk membayar setoran per hari kepada pemilik angkot.
“Kami ingin berunjuk rasa supaya jalan bisa dibuka. Tetapi, kalau kami berunjuk rasa, berarti kami tidak punya pendapatan, kan? Jangankan untuk memberi uang keluarga, untuk setoran bisa terbayar saja sudah bikin saya sangat bersyukur,” kata Udin.
Jangankan untuk memberi uang keluarga, untuk setoran bisa terbayar saja sudah bikin saya sangat bersyukur.
Aswat (59), sopir angkot M10, beranggapan sama dengan dua sopir sebelumnya. Bagi dia, unjuk rasa itu penting untuk mendesak. Tetapi, membayar setoran dan memberi uang untuk keluarga jauh lebih penting.
Dia pun memutuskan untuk berserah diri dan mengharapkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memahami kondisi para sopir angkot itu sebagai bagian dari rakyat kecil.
“Unjuk rasa ini bisa untuk mendorong pemerintah agar segera membuka jalan. Tetapi, kalau unjuk rasa, bagaimana cara kami membayar setoran? Otomatis kan kami tidak narik,” kata Aswat.
“Saya sadar saya ini orang kecil dan tidak punya uang. Saya hanya ingin menuntut dibukanya jalan, malah kami semakin tertekan dengan tuntutan membayar setoran. Kami hanya ingin Pak Gubernur bisa memahami kami,” kata Aswat.
Secara umum, penghasilan para sopir angkot menurun. Biasanya, mereka bisa mendapatkan Rp. 70.000-80.000 per hari.
Saat ini, mereka paling banyak hanya bisa memperoleh Rp. 50.000. Bahkan, Selasa itu, Tedy hanya mampu memperoleh Rp. 35.000 setelah seharian menyetir.
PKL sudah terlanjur diperbolehkan memakai badan jalan. Ke depannya, PKL harus dipindahkan ke tempat yang memang pas untuk berdagang, bukan di jalan untuk bertransportasi.
Terkait hal tersebut, Ketua Unit Angkutan Lingkungan Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Petrus Tukimin mengharapkan, agar nantinya jalan kembali disterilkan dari PKL dan difungsikan kembali sebagai jalan untuk lalu lintas kendaraan.
“Kalau menuntut untuk memindahkan PKL dalam waktu singkat tidak sulit. PKL sudah terlanjur diperbolehkan memakai badan jalan. Tetapi, ke depannya, PKL harus dipindahkan ke tempat yang memang untuk berdagang,” kata Petrus.
Tuntutan tambahan
Massdes Arroufy, Kepala Bidang Angkutan Jalan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, mengatakan, apa yang diminta oleh para sopir angkot pada aksi unjuk rasa Senin lalu adalah tuntutan tambahan.
Massdes menceritakan, sebelumnya perwakilan sopir angkot dan pihak Dishub DKI Jakarta sudah bertemu pada Sabtu (27/1) untuk membahas terkait penutupan jalan itu.
“Kami dengan sopir angkot sudah bertemu sebelumnya. Persoalan sebenarnya kan adalah terjadinya penumpukan. Kami beri opsi perubahan trayek dengan sistem ganjil-genap,” kata Massdes.
Massdess menyatakan, keluhan para sopir angkot itu adalah ingin mengangkut penumpang dari Blok G. Sejak jalan itu ditutup, mereka harus berputar jauh untuk mencapai Blok G.
Selain itu, mereka masih harus bersaing dengan Bus Transjakarta Tanah Abang Explorer, yang digratiskan oleh Pemprov DKI Jakarta, disamping harus bersaing dengan sesama sopir angkot.
Opsi ganjil-genap yang dimaksud adalah para sopir angkot dari beberapa trayek itu secara bergantian, sesuai plat nomor dan tanggal, dapat mengangkut penumpang dari Blok G.
Massdes mengatakan, pihak M08 telah menyetujui secara lisan, sedangkan M10 telah membuat pernyataan tertulis untuk menyepakati usulan itu.
Namun, perwakilan sopir angkot yang diundang untuk rapat oleh Dishub DKI Jakarta itu meminta waktu selama dua hari untuk mengomunikasikan usulan itu kepada para sopir angkot lain.
Pembukaan Jalan Jatibaru Raya bukan menjadi kewenangan Dishub DKI Jakarta, melainkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
“Saya kira, unjuk rasa hari Senin itu, mereka ingin menyampaikan persetujuan atau ketidaksetujuan mereka terhadap usulan kami. Ternyata, mereka meminta hal lain, yaitu dibukanya Jalan Jatibaru Raya,” kata Massdes. “Permintaan itu baru kami dengar hari Senin itu juga.”
Massdes mengatakan, untuk pembukaan jalan itu bukan menjadi kewenangan Dishub DKI Jakarta, melainkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Pihak Dishub DKI Jakarta hanya bisa memberikan opsi pengalihan arus lalu lintas atau perubahan trayek dari angkot-angkot itu. (DD16)