Kualitas Produk Lampu Tenaga Surya Kurang Baik
JAKARTA, KOMPAS — Kualitas produk dari program pembagian lampu tenaga surya hemat energi yang diterima masyarakat selama ini dinilai kurang baik.
Jaminan perawatan dan pengadaan suku cadang masih harus ditingkatkan lagi agar pengadaan energi terbarukan ini bisa berkelanjutan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 2018 menargetkan ada 1.230 desa di 15 provinsi yang akan mendapat pembagian lampu tenaga surya hemat energi.
Menurut Kementerian ESDM, setidaknya masih ada 2.519 desa di seluruh Indonesia yang belum mendapat akses listrik hingga saat ini.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2017, penyediaan lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE) diperuntukkan bagi masyarakat di daerah terpencil, terdepan, terluar, dan sama sekali belum teraliri listrik.
Dengan peraturan tersebut, pemerintah melalui Kementerian ESDM wajib memberikan LTSHE kepada masyarakat yang belum mendapat akses listrik di beberapa provinsi, seperti Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua.
Direktur Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa saat dihubungi pada Selasa (30/1) menyampaikan, kualitas produk yang diberikan oleh pemerintah dalam program pembagian LTSHE juga perlu diperhatikan.
Kualitas produk sebaiknya jangan dikesampingkan. Seluruh komponen lampu dan sistem kontrol juga harus sesuai dengan standar.
”Kualitas produk sebaiknya jangan dikesampingkan. Seluruh komponen lampu dan sistem kontrol juga harus sesuai dengan standar,” ujarnya.
Menurut dia, beberapa masyarakat menjumpai produk yang diberikan pada program sebelumnya mudah rusak. Padahal, perangkat untuk memperbaiki lampu tersebut cukup sulit karena dibuat dengan spesifikasi khusus.
Untuk itu, pengadaan produk LTSHE untuk tahun 2018 ini diharapkan lebih berkualitas, termasuk pada panel tenaga surya, bohlam, dan kabel.
Selain itu, ujar Fabby, pihak ketiga yang ditunjuk sebagai pemasok perlu memiliki kualitas pengamanan dan kemampuan pendistribusian yang baik.
Hal ini penting melihat lokasi yang disasar merupakan daerah terpencil di Indonesia dengan akses yang cukup sulit.
Jaminan perawatan dan penggantian suku cadang dari pemasok juga menjadi hal penting yang perlu diperhatikan.
Fabby mengatakan, program pembagian LTSHE tidak sekadar pemberian produk, tetapi juga pengawasan secara berkelanjutan dalam penggunaannya.
”Keberlanjutan dari pengadaan program ini perlu turut diperhatikan agar bisa lebih bernilai bagi masyarakat,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan, pembagian LTSHE atau pembangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan rasio elektrifikasi. Target rasio elektrifikasi tahun ini adalah 95,15 persen.
Fabby menilai, target tersebut bisa tercapai jika pemerintah secara fokus memaksimalkan pembangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.
Menurut dia, program ini lebih efeketif dan efisien daripada perluasan jaringan listrik dari gas milik PLN atau penggunaan tenaga diesel.
”Persiapan yang baik, seperti pemetaan data penerima paket LTSHE, kualitas produk, jaminan perawatan dan pengadaan suku cadang, harus diutamakan. Hal ini agar keberlanjutan program bisa terwujud secara optimal,” ujar Fabby.
Bantuan swasta
Selain pemerintah, bantuan pengadaan lampu tenaga surya juga diberikan oleh pihak swasta. Sebanyak 5.004 lampu tenaga surya diterima Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Selasa (30/1).
Lampu tenaga surya ini merupakan bagian inisiatif tanggung jawab perusahaan (CSR) dari perusahaan Panasonic.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyampaikan, pembagian lampu tenaga surya dari Panasonic ini akan ditujukan untuk wilayah yang terpinggirkan yang belum mendapatkan aliran listrik.
Ia mengatakan, belum ada kepastian wilayah mana saja yang akan menerima lampu tenaga surya ini. Namun, menurut rencana akan diberikan sejalan dengan program pembangunan satu juta rumah dari pemerintah.
Pembagian lampu tenaga surya dari Panasonic ini akan ditujukan untuk wilayah yang terpinggirkan yang belum mendapatkan aliran listrik.
”Kami akan diskusikan kembali ke berbagai pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat. Harapannya, agar lampu ini tidak salah sasaran,” ujar Basuki seusai acara Final Donation and Closing Ceremony 100 Thousand Solar Lanterns Project Panasonic di Jakarta, Selasa.
Dalam proyek tersebut terdapat 30 negara yang mendapatkan bantuan melalui 131 organisasi nonprofit.
Selain Indonesia, negara yang juga mendapatkan bantuan ini antara lain, Bangladesh, Kamboja, India, Filipina, Myanmar, dan Vietnam. Proyek ini dimulai sejak Februari 2013 dan sebanyak 102.716 lampu tenaga surya telah disumbangkan hingga Januari 2018.
General Manager CSR dan Citizenship Group Panasonic Rika Fukuda yang memimpin proyek ini mengatakan, pengadaan lampu tenaga surya ini juga menjadi bagian dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
”Kami harap proyek ini bisa mewujudkan penggunaan energi yang terjangkau dan bersih, peningkatan kesehatan dan kesejahteraan yang baik, serta pendidikan yang berkualitas,” lanjutnya.
Kami harap proyek ini bisa mewujudkan penggunaan energi yang terjangkau dan bersih, peningkatan kesehatan dan kesejahteraan yang baik, serta pendidikan yang berkualitas.
Dalam kesempatan yang sama, President Director Panasonic Gobel Indonesia Hiroyoshi Suga menyampaikan, pemberian bantuan lampu tenaga surya ini sekaligus menjadi penanda terbentuknya kemitraan stategis antara Jepang dan Indonesia.
Harapannya, kerja sama di bidang ekonomi, politik, serta sosial dan budaya di antara kedua negara bisa semakin kuat.
Lampu tenaga surya yang didistribusikan oleh Panasonic dilengkapi dengan panel tenaga surya dan kabel yang menghubungkan panel dengan lampu.
Saat siang hari, daya dari lampu ini perlu diisi ulang sehingga dapat menyala semalaman dengan intensitas cahaya paling rendah.
Sebelumnya, pihak Panasonic telah mendistribusikan lampu tenaga surya tersebut di sejumlah wilayah di Indonesia, seperti Sulawesi, Sumatera, dan Nusa Tenggara. Total lampu yang dibagikan di Indonesia sampai 2018 sekitar 10.000 unit. (DD04)