”Kami telah berbicara dengan 15 pengemudi perwakilan para pengemudi taksi aplikasi. Mereka setuju taksi aplikasi diatur. Namun, mereka meminta agar misalnya biaya pembuatan SIM A umum lebih murah atau difasilitasi, tanda sudah uji kir jangan di-ketrik, tetapi dikalungkan saja. Juga soal stiker,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi seusai berdialog dengan wakil pengemudi di Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (29/1).
Mengenai keluhan para pengemudi itu, Kemenhub berjanji akan membicarakan dengan pihak-pihak terkait. Soal keputusan yang akan diambil, Menhub mengatakan, itu sangat tergantung pada pembahasan di tim.
Menurut Budi, peraturan menteri perhubungan itu tetap dijalankan pada 1 Februari. Namun, yang melanggar tidak langsung dikenai tindakan hukum. ”Masih operasi simpatik. Sampai kapan, nanti akan kami putuskan,” ujarnya.
Dialog itu digelar setelah adanya unjuk rasa pengemudi taksi aplikasi di depan Kemenhub, Senin. Mereka berorasi dan menutup Jalan Medan Merdeka Barat sehingga polisi harus melakukan rekayasa lalu lintas.
Dalam demonstrasi itu, para pengemudi taksi aplikasi menyuarakan penolakan terhadap peraturan menteri perhubungan. Massa gabungan dari sejumlah komunitas pengemudi taksi daring ini merasa dirugikan dengan regulasi itu.
Ari dari Aliansi Driver Online Bandung mengatakan, ada beberapa poin yang mereka tolak. Pertama, kewajiban mengikuti uji kelaikan kendaraan (uji kir), kepemilikan SIM A umum, dan penempelan stiker penanda. ”Karena stiker ini, di daerah ada beberapa mobil dihancurkan oknum,” kata Ari. Selain itu, pengemudi juga menolak pembatasan taksi daring untuk beroperasi di wilayah tertentu.
Unjuk rasa diikuti sejumlah komunitas pengemudi dari Jakarta, Bandung, Bogor, Tegal, dan Yogyakarta. Berdasarkan pantauan Kompas, mobil-mobil taksi daring ini terparkir memenuhi area parkir IRTI Monas hingga ke Jalan Medan Merdeka Selatan.
Di Surabaya, Jawa Timur, sekitar 200 pengemudi taksi aplikasi dari Surabaya dan sekitarnya juga menggelar aksi damai di depan Kantor Dinas Perhubungan Jatim. Mereka meminta penerapan peraturan menteri perhubungan itu ditunda.
Pakar transportasi dari Unika Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno, mengatakan, regulasi diperlukan untuk memastikan penyelenggaraan transportasi mengutamakan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan.
”Uji kelaikan kendaraan (uji kir) untuk menjamin keselamatan, baik pengemudi maupun penggunanya. Itu sudah amanat Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,” kata Djoko. (ADY/PRA/MED/ARN/DD17)