Setya Novanto Sedang Mencatat Nama-nama yang Terlibat Korupsi KTP Elektronik
Oleh
Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Mantan Ketua DPR yang juga terdakwa perkara korupsi KTP elektronik Setya Novanto tengah mencatat nama-nama yang diduga terlibat dalam kasusnya. Setya Novanto pun mengklaim dirinya bukan pelaku utama sehingga semestinya KPK mengabulkan permohonannya agar menjadi justice collaborator atau pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum membongkar kejahatan.
Pengacara Novanto, Firman Wijaya, mengatakan, kliennya memiliki niatan baik untuk mengungkap kasus KTP-el. Novanto menurut Firman bukan merupakan pelaku utama, sebab saat dugaan korupsi itu terjadi pada tahun 2011-2012, sementara saat itu politikus Partai Golkar itu baru menjabat ketua fraksi di DPR. Padahal lanjut Firman, semua keputusan mengenai penganggaran bukan di tangannya semata, melainkan hasil rapat bersama antara DPR dan pemerintah.
“Yang mengusulkan penganggaran kan pemerintah, sedangkan saat itu Pak Novanto adalah anggota DPR,” kata Firman.
Firman mengatakan Setya Novanto saat ini sedang mencatat satu per satu, siapa saja nama-nama orang yang diketahuinya terlibat dalam perkara itu. Firman berharap status JC Novanto segera dikabulkan KPK. Pengakuan dan keterangan Novanto dinilai memiliki signifikansi dalam mengungkapkan kasus tersebut. Di sisi lain, menurut Firman, KPK harus pula melihat niatan baik seorang warga negara dalam mengungkap kasus korupsi.
Ditanyai mengenai kemungkinan keterlibatan mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sebagai salah seorang pengambil kebijakan di pemerintahan saat itu, menurut Firman, hal itu mungkin saja.
“Nanti pasti akan disampaikan (di persidangan). Saat ini masih dituliskan oleh beliau,” katanya.
Namun, dikabulkan atau tidaknya permintaan JC Setya Novanto, menurut Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, amat ditentukan oleh niatan pribadi mantan Ketua Umum Partai Golkar itu. Bila Novanto memang ingin membantu pengungkapan kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, ia sebaiknya mengakui perbuatannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Feri menuturkan, status JC Setya Novanto itu akan sangat bergantung kepada keseriusannya dalam membongkar keterlibatan pihak lain di dalam kasus korupsi tersebut. Namun, hingga saat ini belum ada keterangan baru dari Novanto yang bisa menunjukkan keterlibatan pihak lain dalam dugaan korupsi yang diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun tersebut.
“Wajar saja kalau sampai sekarang KPK belum mengabulkan permohonan Novanto, sebab sampai saat ini belum ada gambaran Novanto memang berniat mengungkap kasus ini. KPK tentu sangat berhati-hati dalam menentukan keputusan apakah akan mengabulkan permohonan Novanto atau tidak sebagai JC,” kata Feri.
KPK juga akan mewaspadai JC dijadikan alat untuk meringankan hukuman koruptor. Pada praktiknya, bila seorang tersangka atau terdakwa ternyata tidak mau membuka jaringan atau pelaku yang lebih besar dalam suatu kasus kejahatan, patut diduga dia adalah bagian dari jaringan pelaku utama itu.
“Jika Novanto tidak segera membuka siapa saja yang terlibat dalam kasus ini, dan dia tidak kunjung mengakui perbuatannya, maka hal yang wajar saja bila KPK belum bersikap soal permohonannya. Untuk menjadi JC tentu harus mengikuti syarat-syarat tertentu. Syarat itu haruslah dipenuhi, sehingga status JC benar-benar bermanfaat untuk mengungkap suatu kasus secara holistik. Status JC tidak semata-untuk meringankan hukuman, melainkan bertujuan menuntaskan suatu kasus,” urai Feri.
Sikap KPK yang tidak kunjung memberikan jawaban, bahkan cenderung untuk tidak mau memberikan status JC kepada Novanto, menurut Feri amat beralasan. Sikap itu pun tidak serta-merta menandakan KPK tidak memberikan hak kepada tersangka atau terdakwa.
“Arahnya bukan ke situ, sebab untuk menjadi JC haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu. Sejauhmana syarat-syarat itu dipenuhi oleh Novanto pun dikembalikan kepada niatan awal dari Novanto. Apakah dia sungguh ingin membuka kasus ini ataukah tidak,” ujarnya.
Sebelumnya, juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, sejumlah syarat harus dipenuhi oleh Novanto sebelum status JC diberikan, antara lain kesediaan mengakui perbuatannya, serta ia bukanlah pelaku utama.
“Status JC itu akan juga meringankan tuntutan terhadap yang bersangkutan, dan bila juga dikabulkan oleh hakim akan menjadi salah satu pertimbangan yang meringankan hukuman,” ungkap Febri.