Dirlantas: Penutupan Jalan Umum Melanggar Hukum
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya memberikan rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tentang kebijakan penataan Tanah Abang. Dari hasil kajian kepolisian selama sebulan, kebijakan tersebut telah merugikan sejumlah pihak dan menimbulkan kesemrawutan.
Rekomendasi tersebut dibuat berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain itu, merujuk pada Peraturan Kepala Polisi RI Nomor 10 Tahun 2012 tentang pengaturan lalu lintas dalam keadaan tertentu dan penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas.
Berkaitan tentang jalan tertuang pada UU No 38/2008 dan Peraturan Pemerintah RI No 34/2006. Adapun tentang manajemen dan rekayasa analisis dampak, serta manajemen lalu lintas terdapat pada Peraturan Pemerintah RI No 32/2011.
Kebijakan tersebut terkait dengan UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penutupan Jalan Jatibaru Raya yang dilakukan Anies juga menyangkut Peraturan Daerah DKI Jakarta No 8/2007 tentang Ketertiban Umum.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Halim Pagarra telah menyampaikan surat rekomendasi tersebut kepada Gubernur DKI Anies Baswedan pada Kamis (25/1). Ia berharap Anies segera merespons rekomendasi yang diberikannya dan dilibatkan dalam membuat kebijakan di Tanah Abang bersama dengan pihak lain yang terkait, salah satunya Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).
Kompas berkesempatan mewawancarai Halim terkait kajian dan rekomendasi yang diberikannya kepada Anies tentang penataan kawasan Tanah Abang di Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jalan MT Haryono, Pancoran, Jakarta Selatan. Berikut wawancara dengan Halim.
Bagaimana awal perencanaan kebijakan penutupan Jalan Jatibaru sehingga jalan tersebut digunakan untuk berdagang?
Pada awal pembuatan kebijakan tersebut, kami tidak dilibatkan. Setelah kebijakan tersebut muncul, kami baru dilibatkan. Kebijakan tersebut langsung muncul dan kami heran dengan kebijakan tersebut, padahal itu akan mengganggu kamseltibcar lantas (keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas). Jadi, kalau masalah kamseltibcar lantas itu ranahnya kepolisian.
Apa dasar hukum yang mengatur wewenang kepolian terlibat dalam pembuatan kebijakan tersebut?
Ini mengacu pada UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada Pasal 5 Ayat 3 Huruf e terkait dengan pembinaan dan Pasal 7 Ayat 3 Huruf e tentang penyelenggaraan. Kemudian, Pasal 93 Ayat 2 terkait tahap perencanaan dalam rekayasa lalu lintas. Juga ada Pasal 94 Ayat 1 tentang identifikasi masalah lalu lintas.
Kemudian, di Pasal 128 Ayat 3, izin penggunaan jalan yang dimaksud diberikan oleh Polri. Jadi, jika ada yang menggunakan jalan di luar fungsinya harus minta izin kepada kepolisian. Maka, saya katakan di sini, penggunaan jalan di luar fungsinya harus dikoordinasikan agar mendapatkan izin dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Penggunaan jalan di luar fungsinya harus dikoordinasikan agar mendapatkan izin dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kemarin, kebijakan tersebut langsung muncul dan tanpa ada koordinasi. Setelah itu, baru kita lakukan koordinasi. Pada awal kebijakan itu muncul, kepolisian tidak dilibatkan dan tiba-tiba Jalan Jatibaru Raya langsung ditutup.
Apa temuan pihak kepolisian selama satu bulan pelaksanaan penutupan Jalan Jatibaru Raya?
Pertama, selama penutupan tersebut, Jalan KS Tubun menuju Jalan Jatibaru Raya dijadikan satu lajur untuk pedagang kaki lima (PKL) berdagang dan satu lajur lagi dijadikan jalur feeder bus transjakarta yang melawan arus lalu lintas jalan sebelumnya.
Terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh angkutan umum yang ngetem di depan Stasiun Tanah Abang. Di tempat tersebut terjadi penumpukan karena dahulu hanya digunakan untuk berputar.
Kedua, dari hasil survei, terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh angkutan umum yang ngetem di depan Stasiun Tanah Abang. Di tempat tersebut terjadi penumpukan karena dahulu hanya digunakan untuk berputar. Kita tidak dapat menindaknya karena mereka tidak bisa putar balik dan harus keliling lebih jauh.
Hampir setiap hari saya kontrol, terjadi kemacetan di Jalan Fachrudin sampai Tomang dan Slipi sampai Tanah Abang pada siang dan sore pukul 12.00 ke atas.
Ketiga, trotoar digunakan untuk berjualan yang seharusnya dapat digunakan masyarakat untuk berjalan. Di depan Jalan Jatibaru Raya, ada pemilik kios yang merasa terganggu dengan adanya PKL, termasuk kios yang ada di dalam. Mereka tidak didatangi pembeli karena pengunjung lebih memilih berbelanja di luar dan yang ada di trotoar. Oleh karena itu, saya sampaikan harus melihat kajian sosial dan kajian hukum. Kajian hukum terkait dengan aturan hukum, kajian sosial berkaitan dengan dampak dari kebijakan tersebut.
Apa rekomendasi kepolisian untuk Pemprov DKI Jakarta?
Pertama, saya sarankan PKL ditempatkan di lokasi yang layak dan tidak melanggar peraturan perundangan. Kan banyak. Pemda lebih paham mengenai tempat-tempat yang layak tersebut. Salah satu contoh yang saya berikan sebagai solusi, yaitu di Blok G. Tempat tersebut dapat dimanfaatkan dengan syarat tidak dipungut biaya. Kalau gratis, pedagang pasti akan mau.
Kedua, Pemprov DKI Jakarta tetap melakukan evaluasi pengkajian secara sosial, ekonomi, dan hukum sehingga tidak menimbulkan permasalahan baru. Setiap hari harus ada kajian. Sebagai contoh, apakah ada unjuk rasa atau permasalahan lain yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
Saya sarankan PKL ditempatkan di lokasi yang layak dan tidak melanggar peraturan perundangan.
Hingga saat ini, kami masih mendukung karena mereka (Pemprov DKI Jakarta) menyampaikan, kebijakan ini hanya sementara.
Ketiga, Pemprov DKI Jakarta harus meningkatkan kualitas pelayanan angkutan umum yang dapat diakses menuju tempat perbelanjaan. Di sana ada kereta api dan angkutan umum lainnya yang dapat diperbanyak, serta ada akses menuju lokasi berdagang, misalnya ke skywalk ada aksesnya yang saat ini masih belum ada.
Kebijakan itu harus dicabut sehingga mengurangi dampak kemacetan dan kecelakaan lalu lintas untuk peningkatan kinerja lalu lintas serta angkutan umum.
Secara terus terang, kami ingin mengembalikan dan mengoptimalkan kembali fungsi jalan. Yang saya maksudkan adalah mengembalikan jalan seperti semula. Kebijakan itu harus dicabut sehingga mengurangi dampak kemacetan dan kecelakaan lalu lintas untuk peningkatan kinerja lalu lintas serta angkutan umum.
Apa yang akan dilakukan kepolisian apabila rekomendasi tersebut diabaikan?
Kita tetap koordinasi dengan pemerintah daerah. Kalau mereka tidak koordinasi, berarti mereka melakukan pelanggaran. Oleh karena itu, kita koordinasi. Kalau mereka tidak melakukan koordinasi, kita lakukan tindakan hukum karena yang membuat aturan itu beliau (Anies) juga.
Bagi yang tidak melakukan koordinasi dan belum mendapat izin dari kepolisian, ancaman hukumannya terkait dengan UU No 38/2004 Pasal 63 tentang Jalan. Hukumannya, yaitu pidana kurungan 18 bulan atau denda Rp 1,5 miliar. Kalau di Pasal 274 UU No 22/2009, hukumannya denda Rp 24 Juta atau pidana penjara paling lama 1 tahun. Kalau ada yang melakukan fungsi lain di luar fungsi jalan bisa dikenai ancaman hukuman tersebut.
Apakah akan ada tindakan buka paksa?
Tidak. Kita tetap menempuh jalur persuasif, oleh karena itu kita tetap koordinasi dengan pemerintah daerah. Setidaknya ada kompromi. Kita terus sampaikan kepada beliau (Anies) agar ada kebijakan baru tentang hal tersebut. Beliau (Anies) telah menyampaikan, kebijakan ini sifatnya sementara.
Kapan batas waktu rekomendasi tersebut harus dilaksanakan?
Tidak ada batasnya. Kita tidak bosan dan tetap kita sampaikan karena kita mitra pemerintah daerah di mana pemerintah daerah merupakan pimpinan di suatu daerah. Saya akan terus menyampaikan dan harus ada evaluasi, serta kajian secara berkelanjutan.
Seumpama, kalau ada banyak unjuk rasa akan kita kembalikan dan pastikan jika kebijakan ini tidak cocok untuk diteruskan. Kalau ada masyarakat setempat yang tidak puas, itu lebih bagus lagi. Tidak hanya kita yang lihat, tetapi rakyat juga melihat dampak dari kebijakan tersebut.
Ketika unjuk rasa sopir mikrolet di depan Balai Kota DKI Jakarta pada Senin (22/1) lalu, ada warga yang ikut karena akses jalannya tertutup. Apakah hal itu menunjukkan jika kebijakan tersebut telah merugikan banyak pihak?
Sebenarnya seperti itu. Saya tidak tahu, mungkin ke depan bagaimana konsepnya. Saya hanya selalu minta grand design-nya supaya dia (Anies) mempunyai konsep dari awal perencanaan hingga pelaksanaan sehingga kita dapat mendukungnya. Bagaimana maunya Tanah Abang itu dibuat? Sampai sekarang, grand design Tanah Abang belum ada. Saya sudah minta, tetapi saya belum diberikan. Dia (Anies) belum menceritakan bagaimana konsepnya. Saya belum tahu bagaimana kepastian konsep tersebut, tetapi saya akan meminta kembali konsep besar tersebut.
Bagaimana maunya Tanah Abang itu dibuat? Sampai sekarang, grand design Tanah Abang belum ada.
Skywalk hanya bagian dari konsep besar. Yang saya minta konsep besarnya seperti apa, termasuk wilayah sekitarnya. Jadi bukan hanya wilayah Tanah Abang yang perlu dipikirkan, tetapi juga wilayah di sekitarnya. Skywalk hanya bagian dari Stasiun Tanah Abang menuju ke kios lewat atas.
Saat ini, baru sebagian yang dipikirkan, tetapi saya belum lihat secara nyata konsep pembangunan grand design itu. Saya selalu minta bagaimana konsepnya secara jelas dan saya akan selalu mendukung Pemda DKI Jakarta. Kita dilibatkan dan saya akan dukung.
Dalam pembuatan grand design tersebut apakah Polri harus dilibatkan?
Ya karena mengacu pada undang-undang yang terkait, manajemen dan rekayasa lalu lintas merupakan tugas kepolisian. Jadi polisi harus dilibatkan.
Mengacu pada undang-undang yang terkait, manajemen dan rekayasa lalu lintas merupakan tugas kepolisian. Jadi polisi harus dilibatkan.
Kita kembalikan perencanaan tersebut kepada pemerintah daerah karena mereka anak dari pemerintah pusat. Bagaimana maunya akan kita lihat. Mungkin ada konsep besarnya yang kita belum tahu. Kita tetap positive thinking.
Belum menerima surat
Terkait surat rekomendasi tersebut, Kompas telah berusaha meminta tanggapan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno di Balai Kota, Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Namun, ia mengaku belum menerima surat rekomendasi tersebut. Ia akan menanyakan ke dinas perhubungan terkait surat tersebut.
Sementara itu, sopir mikrolet di Tanah Abang, Jakarta Pusat, berharap Jalan Jatibaru dapat segera dibuka karena telah membuat penghasilan mereka berkurang. Mereka mengaku mulai kesulitan membayar sewa.
Simbolon, koordinator sopir mikrolet M08 jurusan Tanah Abang-Kota, mengatakan, penutupan Jalan Jatibaru telah merugikan sopir mikrolet dan pejalan kaki. ”Sebagian besar pejalan kaki bingung mencari mikrolet yang hendak ditumpangi,” kata Simbolon. (DD08)