Pengelolaan Anggaran Olahraga Membuka Celah Penyelewengan Baru
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan pola baru dalam pengelolaan anggaran olahraga dinilai membuka celah penyalahgunaan anggaran. Kementerian Pemuda dan Olahraga menyerahkan hak pengelolaan secara penuh kepada induk cabang. Sementara induk cabang belum memiliki pengalaman mengelola uang negara.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional, seluruh pembiayaan terkait peningkatan prestasi olahraga diberikan langsung oleh Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) kepada induk cabang. Induk cabang bertanggung jawab atas seluruh penggunaan anggaran dan laporan pertanggungjawabannya.
Sebelumnya, pendistribusian anggaran ke induk cabang dikoordinasikan Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima). Induk cabang tidak bertanggung jawab membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran. Namun, Satlak Prima telah dibubarkan pada Oktober 2017.
Guru Besar Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Djoko Pekik Irianto, saat dihubungi dari Jakarta, Senin (22/1), mengatakan, ketiadaan pengalaman induk cabang dalam mengelola uang negara membuka potensi penyalahgunaan anggaran. Induk cabang terikat peraturan negara, salah satunya melakukan lelang untuk pengadaan barang yang bernilai lebih dari Rp 200 juta.
”Ada potensi masalah pada (laporan) pertanggungjawaban yang dibuat induk cabang,” kata Djoko.
Dalam peraturan sekretaris Kemenpora tentang petunjuk teknis penyaluran bantuan pemerintah dalam akun belanja barang lainnya untuk diserahkan kepada masyarakat/pemerintah daerah guna peningkatan prestasi olahraga nasional, induk cabang wajib membuat tiga jenis pertanggungjawaban. Ketiga jenis itu mulai dari laporan kegiatan, laporan pertanggungjawaban keuangan, hingga sisa dana bantuan dan jasa giro/bunga bank. Adapun laporan pertanggungjawaban keuangan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya Masukan Anggaran Tahun 2018.
Menurut Djoko, pertanggungjawaban yang sesuai peraturan berpengaruh pada hasil pemeriksaan pengelolaan keuangan Kemenpora oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Oleh karena itu, Kemenpora perlu menginisiasi pendampingan intensif untuk induk cabang.
”Induk cabang memerlukan pendampingan intensif dari inspektorat, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), atau tim konsultan ahli mulai sekarang agar (Kemenpora) bisa mendapat status wajar tanpa pengecualian (WTP) atau setidaknya wajar dengan pengecualian dari BPK,” ujar Djoko.
Dosen Ilmu Keolahragaan Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Tommy Apriantono, mengatakan, pembubaran Satlak Prima tanpa mempersiapkan pengetahuan tentang pengelolaan keuangan kepada induk cabang merupakan langkah keliru. ”Semestinya Kemenpora dan Kemenkeu melatih induk cabang terlebih dulu untuk membuat laporan pertanggungjawaban dan membuat proposal anggaran,” kata Tommy.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto mengatakan telah mengirimkan surat kepada BPKP untuk mendampingi dan mengawasi induk cabang dalam mengelola anggaran. Namun, pendampingan dan pengawasan itu tidak dilakukan secara berkala, tetapi hanya saat ada momentum penting.
Pelajaran baru
Wakil Kepala Bidang Pembinaan Prestasi Pengurus Pusat PP Persatuan Panahan Indonesia (PP Perpani) Tatang Ferry Budiman mengatakan khawatir terjadi penyalahgunaan anggaran. Ia mengatakan, induk cabang terbiasa menerima anggaran dari Satlak Prima tanpa membuat laporan pertanggungjawaban.
Untuk mengatasi hal tersebut, ia telah mengajukan kepada para pengurus PP Perpani untuk membentuk tim khusus pengelolaan anggaran. Tim itu terdiri atas tiga hingga lima orang yang diambil dari pengurus internal. ”Kami ingin manajer dan pelatih tidak mengurus soal uang lagi, tetapi fokus mengurus peningkatan prestasi atlet,” kata Tatang.
Hal serupa juga akan dilakukan Pengurus Besar Persatuan Penembak Indonesia (PB Perbakin). Anggota Komisi Bidang Pembinaan Prestasi PB Perbakin, Sarozawato Zai, mengatakan, tim pengelola keuangan direkrut dari kalangan profesional. Perekrutan mereka dilakukan setelah anggaran pemusatan latihan nasional (pelatnas) dicairkan oleh Kemenpora.
Sarozawato mengapresiasi penyerahan hak pengelolaan anggaran pelatnas secara mandiri oleh induk cabang. ”Ini adalah momen bagi induk cabang untuk belajar mengenai pengelolaan uang,” ujarnya.
Laporan BPK
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK) 2016, laporan keuangan mendapatkan status wajar dengan pengecualian pada tahun anggaran 2011-2014. Namun, laporan keuangan Kemenpora mendapatkan status tidak mendapatkan pendapat (TMP) atau disclaimer untuk laporan keuangan tahun anggaran 2015 dan 2016.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto di Jakarta, Senin (22/1), mengatakan, beberapa permasalahan aset menyebabkan disclaimer tersebut. Pengelolaan aset yang dimaksud di antaranya aset dari proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang, Jawa Barat; aset penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) Kalimantan Timur 2008; dan aset Kemenpora yang belum dikembalikan oleh mantan Menpora Roy Suryo.
”Sampai sekarang, aset yang masih dikuasai mantan Menpora Roy Suryo itu belum selesai dan berpotensi menyandera kami,” ujar Gatot. Ia menambahkan, untuk pengelolaan aset Hambalang, pemerintah sudah tidak punya utang lagi dengan kontraktor. Sebelumnya, kontraktor proyek Hambalang, PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya, memiliki piutang tertagih terhadap pemerintah sebesar Rp 250 miliar. Utang tersebut telah dibayar pemerintah sepenuhnya. Sementara penataan aset yang digunakan pada PON Kaltim telah dituntaskan.
Meski demikian, masih terdapat beberapa temuan BPK yang belum selesai ditindaklanjuti. Salah satunya laporan pertanggungjawaban The Association for International Sport for All (Tafisa) World Games 2016.
Gatot mengakui, penyusunan laporan pertanggungjawaban Tafisa World Games 2016 terlambat. Panitia dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kegiatan baru membuat laporan pertanggungjawaban pada Februari 2017. ”Acaranya berlangsung pada November 2016. Dari Desember 2016 sampai Januari 2017, laporan pertanggungjawaban belum dibuat, baru ketika Februari 2017 ketika BPK datang, pertanggungjawabannya baru dibuat,” kata Gatot.
Hingga saat ini, kata Gatot, laporan pertanggungjawaban Tafisa World Games 2016 masih membutuhkan perbaikan. Penataan aset yang digunakan selama kegiatan juga belum dilakukan.
Penyelewengan anggaran
Selain itu, Gatot juga mengakui ada lebih dari setengah pejabat Kemenpora diduga melakukan penyelewengan dalam pengelolaan anggaran. Gatot mengungkapkan, sepanjang 2016-2017 dirinya telah mengirimkan surat teguran kepada 45 pejabat struktural dari total 70 pejabat struktural yang ada Kemenpora saat ini. Adapun pejabat-pejabat itu terdiri atas pejabat eselon II, III, dan IV.
”Kami tidak ingin mendapatkan status disclaimer lagi,” kata Gatot.
Oleh karena itu, Kemenpora meningkatkan pengawasan terhadap pengelolaan anggaran, khususnya pada penyelenggaraan kegiatan. ”Kami menagih laporan pertanggungjawaban pada panitia kegiatan sesegera mungkin setelah acara berlangsung,” kata Gatot.
Ia mengakui, cara tersebut masih bersifat informal. Secara formal, Kemenpora menyusun prosedur tetap pelaksanaan anggaran. (DD01)