Kemenpora Baru Tuntaskan Tiga Temuan BPK
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pemuda dan Olahraga baru menuntaskan tiga dari 11 masalah yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan terkait penggunaan anggaran 2015 dan 2016. Delapan persoalan lain masih dalam penyelesaian.
BPK memberikan predikat tidak memberikan pendapat (TMP) atau disclaimer terhadap laporan keuangan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) untuk tahun anggaran 2015 dan 2016. Capaian itu mengalami penurunan dibandingkan 2011-2014 yang mendapatkan status wajar dengan pengecualian (WDP).
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) Gatot S Dewa Broto dalam kunjungan ke Redaksi Kompas, Jakarta, Selasa (23/1), menjelaskan, terdapat 11 temuan BPK pada laporan keuangan Kemenpora tahun anggaran 2015 dan 2016. Dari 11 temuan tersebut, baru tiga temuan yang dituntaskan.
Temuan yang sudah tuntas antara lain kelebihan pembayaran sebesar Rp 1,37 miliar atas realisasi belanja untuk fasilitasi kegiatan uji coba dan pemusatan latihan cabang-cabang pada Program Indonesia Emas (Prima).
Selain itu, juga menuntaskan kelebihan pembayaran dalam rangka fasilitasi persiapan Asian Games 2018 pada tahun anggaran 2016 sebesar Rp 2,59 miliar.
Gatot menambahkan, sebanyak delapan temuan lain masih dalam penuntasan. Untuk tahun anggaran 2015, masih tersisa pengembalian kelebihan dana fasilitasi cabang. Dari total kelebihan Rp 3,65 miliar, baru Rp 1 miliar yang dikembalikan ke negara. Kelebihan pembayaran publikasi Rp 290,21 juta juga baru dibayarkan Rp 40 juta.
Terdapat 11 temuan BPK pada laporan keuangan Kemenpora tahun anggaran 2015 dan 2016. Dari 11 temuan tersebut, baru tiga temuan yang dituntaskan.
Selain itu, temuan kekurangan volume pada empat paket pekerjaan konstruksi yang totalnya Rp 364,82 juta juga belum tuntas. Dari empat kali setoran yang dilakukan mulai Juli hingga Desember 2016, baru Rp 263,23 juta yang dikembalikan.
Ada pula kekurangan volume pada pekerjaan pengadaan fasilitasi peralatan olahraga untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) 2016, Jawa Barat, di Asisten Deputi Prasarana dan Sarana Olahraga (PPSOR) Kemenpora sebesar Rp 1,61 miliar. Menurut Gatot, temuan kekurangan volume tersebut telah diklarifikasi oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Asisten Deputi PPSOR, tetapi masih menunggu penilaian dari BPK.
Sementara untuk tahun anggaran 2016, Kemenpora masih berutang menyelesaikan kelebihan pembayaran Rp 4,36 miliar untuk kegiatan TAFISA World Games 2016. Dari total kelebihan Rp 4,36 miliar, baru Rp 300 juta yang disetorkan.
Begitu juga pada realisasi dana yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 6,82 miliar dan dokumen pertanggungjawaban senilai Rp 69,60 miliar. ”Hasil penilaian aparat pengawas internal pemerintah (APIP) atas dokumen tersebut, baru Rp 37,9 miliar yang sudah terverifikasi, sedangkan sisanya masih dalam proses,” ujar Gatot.
Selain itu, dua temuan dalam fasilitasi persiapan Asian Games 2018 yang dilakukan pada tahun anggaran 2016 juga belum selesai. Temuan itu adalah belanja barang yang tidak didukung surat pertanggungjawaban sebesar Rp 25,9 miliar dan bukti yang tidak diyakini kewajarannya sebesar Rp 12,91 miliar.
Gatot mengatakan, dari temuan tersebut, inspektorat telah menilai bahwa Rp 6,2 miliar anggaran terverifikasi. Namun, masih ada Rp 9 miliar yang harus disetorkan ke kas negara. Terakhir, temuan biaya perjalanan dinas Kemenpora Rp 2,9 miliar tidak sesuai ketentuan. ”Sudah disetorkan Rp 1,04 miliar sehingga masih kurang Rp 1,7 miliar,” ucap Gatot.
Berdasarkan catatan Kompas, dalam dokumen pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) terkait alokasi anggaran 2016 dan Semester I/2017 Nomor 72/TPDTT_Asian Games/11/2017 yang dilakukan BPK, Kemenpora juga terlambat membayar honor serta kegiatan pemusatan latihan dan uji coba atlet. Salah satunya, selisih pembayaran akomodasi atlet dan pelatih peserta Prima Rp 27,2 miliar (Kompas, 22/1).
Menurut Gatot, pembayaran honor itu juga tengah dilakukan. Hingga saat ini, pembayaran sudah mencapai 70 persen.
Menpora Imam Nahrawi mengatakan, akan menggenjot kerja Kemenpora dan inspektorat untuk mempercepat penuntasan temuan-temuan BPK. Khusus untuk pembayaran honor atlet, pihaknya juga mengubah tahap pembayaran dari di akhir tahun kegiatan menjadi pertengahan tahun kegiatan.
Mulai tahun ini, induk cabang diberikan hak untuk mengelola keuangannya secara mandiri berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional.
”Saat ini sudah ada delapan induk cabang yang menandatangani nota kesepahaman bantuan untuk pemusatan latihan nasional 2018. Honor atlet, pelatih, dan manajer di delapan induk cabang itu telah kami selesaikan,” kata Imam.
Secara terpisah, Guru Besar Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Djoko Pekik Irianto mengatakan, persoalan pengelolaan anggaran akan berpengaruh terhadap capaian prestasi atlet. Oleh karena itu, permasalahan harus segera diselesaikan.
”Segera tindak lanjuti dan selesaikan hasil penilaian dan temuan BPK karena ada tenggat yang ditentukan,” ujarnya.
Tertib administrasi
Di samping persoalan laporan keuangan yang mendapatkan status disclaimer, persoalan anggaran pelatnas 2018 untuk induk cabang juga belum rampung.
Deputi IV bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora Mulyana mengatakan, total anggaran pelatnas Rp 735 miliar dibagi menjadi tiga bagian, yaitu 63,95 persen atau Rp 470 miliar untuk induk cabang, 17,63 persen atau Rp 130 miliar untuk Komite Paralimpiade Nasional (NPC), dan 18,37 persen atau Rp 135 miliar untuk keperluan lain-lain.
Mulyana melanjutkan, dari Rp 135 miliar dana lain-lain, salah satunya digunakan untuk pembiayaan tim pengawasan dan pendampingan yang berasal dari Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat. Adapun dana yang dianggarkan Rp 30 miliar.
Menurut Imam, pengawasan dan pendampingan oleh KONI tidak hanya di ranah performa atlet, tetapi juga ranah administrasi. ”Kami tidak hanya ingin sukses prestasi, tetapi juga sukses administrasi,” ujar Imam.
Selain itu, pihaknya juga berkoordinasi dengan inspektorat dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mendampingi induk cabang mengelola bantuan dana dari pemerintah.
Mulai tahun ini, induk cabang diberikan hak untuk mengelola keuangannya secara mandiri berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2017 tentang Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional.
Terbitnya Perpres No 95/2017 juga menandai pembubaran Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) yang selama ini mengoordinasikan anggaran dari pemerintah ke induk cabang. (DD01)