Rusunami Tanpa Uang Muka: Harapan Membuncah Lalu Memudar
Minggu (21/1), warga berbondong-bondong mendatangi lokasi tempat akan dibangunnya rumah susun sederhana milik (rusunami) tanpa uang muka (DP Rp 0) di Klapa Village, Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Sejak pukul 11.00, kantor informasi sudah dipenuhi warga dari sejumlah wilayah di Jakarta. Mereka mengira pendaftaran untuk mendapatkan unit rusunami itu sudah dibuka.
Warga mengerumuni dua meja bundar tempat diletakkannya buku tamu untuk warga yang datang. Mereka berdesak-desakan mengisi buku tamu yang mereka kira adalah buku pendaftaran unit rusunami. Salah satu meja, bahkan, mampu menghasilkan antrean yang panjangnya sekitar 5 meter.
Di buku tamu itu, sebenarnya warga hanya diminta untuk menuliskan nama dan nomor teleponnya. Buku tamu itu hanya berfungsi untuk mendata siapa saja peminat rumah DP Rp 0 itu. Namun, mereka salah memahaminya. Mereka tak hanya menuliskan nama dan nomor telepon, tetapi juga tipe unit yang mereka inginkan.
Pada Sabtu (20/1), hari pertama kantor informasi itu dibuka, tercatat sebanyak 300 orang menuliskan namanya di buku tamu dalam waktu hanya tiga jam. Jumlahnya bertambah menjadi sekitar 500 orang pada Minggu.
Rusunami itu akan dibangun di lahan sekitar 1,4 hektar. Untuk tahap pertama, Perusahaan Daerah (PD) Pembangunan Sarana Jaya akan membangun satu menara dengan total 703 unit. Rinciannya, 513 unit tipe 36 dan 190 unit tipe 21. Pengerjaannya ditargetkan selesai dalam waktu 1,5 tahun sehingga unit siap sekitar pertengahan 2019 (Kompas, 18 Januari 2018).
Tampaknya, jumlah unit yang terbatas menjadi alasan warga berbondong-bondong datang ke tempat itu. Tino (35), warga Pondok Kopi, mengatakan, tidak ingin kehilangan kesempatan untuk bisa mendapatkan satu unit rumah itu. ”Rumah sekarang harganya semakin mahal. Kapan lagi bisa beli rumah tanpa uang muka,” kata Tino.
Serupa dengan yang dipikirkan oleh Susi (32), warga asal Ragunan. ”Saya datang jauh-jauh dari Ragunan agar bisa kebagian juga. Lihat informasi di televisi, katanya, sudah lebih dari 300 yang mendaftar,” kata Susi.
Julianita Rianti dari Hubungan Masyarakat PD Pembangunan Sarana Jaya mengatakan, buku yang diisi warga itu hanya buku tamu. Pihak PD Pembangunan Sarana Jaya tidak bisa memastikan bahwa warga yang sudah mengisi buku itu akan mendapat unit rumah susun.
”Ini hanya kantor informasi saja. Kami sebagai pengembang dan pemilik lahan tidak memasarkan. Untuk pemasaran, nanti Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan bentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD),” kata Julianita, di Kantor Informasi Klapa Village, Jakarta Timur, siang itu.
Dalam berita Kompas (20/1) disebutkan, Pemprov DKI Jakarta sedang menyiapkan BLUD untuk mengelola program DP Rp 0 itu. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Jumat (19/1), mengatakan, BLUD menjadi pengelola program itu dan ditargetkan tuntas di bawah Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta, April tahun ini.
Kepala DPRKP DKI Jakarta Agustino Darmawan menjelaskan, tugas BLUD adalah menyeleksi calon pembeli. Dimulai dari memonitor kemampuan keuangan, syarat administrasi, hingga meninjau rumah asal yang ditempati calon pembeli selama ini. BLUD juga bertanggung jawab membeli unit apabila rumah program DP RP 0 terpaksa dijual.
Julianita menyatakan, warga banyak yang salah paham dengan dibukanya kantor informasi itu. ”Kami buka kantor ini untuk warga melihat contoh hunian saja. Saya heran mengapa ini sudah dikira pembukaan pendaftaran untuk unit rumah,” kata Julianita. Ia mengaku kewalahan saat warga berebut mengisi daftar tamu setelah kantor informasi itu dibuka selama dua hari.
Harapan memudar
Di rusunami itu, unit dengan tipe 36 dihargai Rp 320 juta, sedangkan unit dengan tipe 21 dihargai Rp 185 juta. Cicilan untuk masing-masing tipe juga berbeda. Julianita mengatakan, besaran cicilan untuk tipe 36 adalah Rp 2,6 juta per bulan, sedangkan tipe 21 cicilannya Rp 1,6 juta per bulan. Namun, Julianita menjelaskan, harga itu masih bisa berubah, bergantung pada BLUD yang sedang disusun oleh pemerintah.
Warga menilai cicilan sejumlah itu masih cukup tinggi. Abdullah (33), seorang sopir pribadi, mengatakan, penghasilannya dalam sebulan tidak cukup untuk membeli itu. Ia masih berharap agar nanti harganya bisa lebih turun.
”Gaji saya hanya Rp 3,6 juta. Anak saya baru masuk SD (sekolah dasar), belum lagi ada kebutuhan sehari-hari. Saya juga masih ada tanggungan kredit sepeda motor,” kata Abdullah, yang siang itu datang bersama istri dan anaknya. ”Bisa mundur teratur saja lah, kalau begini.”
Kompas (19/1) memberitakan, skema pembiayaan rumah itu menggunakan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) BLUD Perumahan. Dalam skema pembiayaan perumahan itu, pemerintah bekerja sama dengan bank nasional untuk memberikan subsidi. Suku bunganya sebesar 5 persen dengan jangka waktu cicilan hingga 20 tahun. Subsidi diberikan pada uang muka yang besarnya 1 persen dari harga unit. Pembeli pun cukup melunasi cicilan.
Hal itu membuat warga yang berpenghasilan lebih ikut tergiur. Berdasarkan pantauan, para warga yang memiliki mobil pribadi turut mengisi buku tamu dan ingin mendapat bagian dari program itu. Lebih dari 10 mobil datang dan pergi dari tempat itu.
Namun, program rusunami tanpa uang muka itu dibatasi oleh penghasilan pembeli. Batas bawahnya adalah upah minimum provinsi Rp 3,6 juta hingga batas atasnya Rp 7 juta. Program itu tampak lebih menggiurkan karena pemerintah menyubsidi program itu dari APBD DKI Jakarta (Kompas, 19 Januari 2018).
Afriyanto (45), seorang pegawai lepas, mengharapkan agar pemerintah tidak salah sasaran dalam memberikan program DP Rp 0 itu. ”Program seperti ini harusnya sampai kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Saya khawatir orang yang membutuhkan malah tidak dapat. Ini jumlahnya sedikit sekali. Orang yang pengin banyak,” Afriyanto. (DD16)