Terhentinya Pelayaran ke Pulau Bawean Picu Kenaikan Harga Kebutuhan Pokok
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
BAWEAN, KOMPAS — Pelayaran dari Gresik ke Pulau Bawean menggunakan kapal perintis terhenti sejak sepekan terakhir. Akibatnya, warga yang hendak menyeberang dari Gresik ke Pulau Bawean atau sebaliknya tertahan. Harga komoditas di Bawean juga merangkak naik karena stok berkurang.
Camat Sangkapura, Bawean, Gresik, Abdul Adim, Kamis (18/1) di Bawean, mengatakan, sejak 10 hari yang lalu, kapal cepat Express Bahari 8E tidak berlayar karena cuaca buruk. Padahal, kapal perintis itu menjadi andalan utama transportasi dari Pulau Bawean menuju Gresik dan sebaliknya. Saat ini, posisi kapal berada di Pelabuhan Gresik.
Kapal yang berlayar tiga kali seminggu dengan rute Pelabuhan Gresik-Pelabuhan Bawean tersebut biasanya mengangkut warga dan bahan makanan. Namun, sejak kapal tersebut berhenti beroperasi, tidak ada warga yang menyeberang dan suplai bahan makanan menuju Pulau Bawean terhenti.
Dari pantauan di Pasar Sangkapura, Bawean, kata Abdul, harga sejumlah komoditas sudah naik. Komoditas tersebut adalah telur, cabai, dan beras. Kenaikannya rata-rata 5 hingga 10 persen. ”Tidak ada barang masuk, padahal barang kebutuhan pokok disuplai dari Gresik,” katanya.
Selain berdampak pada komoditas, terhentinya pelayaran juga membuat warga tidak bisa menyeberang, termasuk warga yang sakit dan memerlukan rujukan ke Rumah Sakit di Gresik juga tidak bisa segera diantar.
Wisatawan yang berada di Pulau Bawean terpaksa memperpanjang kunjungan karena tidak ada kapal yang mengangkut mereka kembali ke Gresik. Wisatawan biasanya mengunjungi sejumlah obyek wisata, antara lain Gili Noko, penangkaran Rusa Bawean, Tanjung Gaang, dan Danau Kastoba.
Hal yang sama juga terjadi di Gresik, di mana warga Bawean tidak bisa kembali pulang. Mereka harus mengeluarkan biaya ekstra untuk menginap ataupun biaya makan dan minum selama mereka tertahan.
Romli (58) mengatakan, ia mengeluarkan uang makan per hari sedikitnya Rp 50.000, sedangkan penginapan Rp 40.000. Pria asal Bawean yang sudah 10 hari berada di Gresik itu mengatakan, awalnya dia membantu keluarganya yang hendak berangkat ke Malaysia.
Seusai mengantarkan kerabat, Kamis lalu ia senang ada kapal berangkat ke Bawean. Tetapi sayang, kapal itu kembali lagi ke Gresik karena cuaca buruk dan gelombang tinggi. ”Total, ya, 10 hari tertahan. Paling tidak sejuta (rupiah) uang yang dikeluarkan,” katanya di sela-sela pembelian tiket kapal Gili Iyang di Pelabuhan Gresik.
Saat ini, warga di Gresik ataupun Pulau Bawean hanya bisa mengandalkan kapal bantuan KM Dharma Lautan Utama yang bertolak ke Bawean melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya untuk transportasi.
Sebagian warga lagi diangkut dengan KM Gili Iyang pada Selasa petang. ”Pelayaran di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, tidak terganggu karena ukurannya di atas 1.000 gros ton sehingga mampu menahan ombak yang saat ini sedang tinggi,” kata Kepala Bagian Humas Pelindo III Cabang Tanjung Perak Daddy Sumartono.
Prakirawan BMKG Maritim Perak, Ratna Cintya Dewi, mengatakan, ombak setinggi 2,5-3,5 meter masih akan terjadi di sekitar Pulau Bawean hingga 23 Januari. Oleh sebab itu, kapal berukuran kecil di bawah 1.000 GT harus waspada karena bisa terganggu.
Nanang Afandi dari Humas Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Gresik mengimbau para operator kapal meningkatkan kewaspadaan dan memantau perkembangan kondisi cuaca.
”Tinggi gelombang di Perairan Laut Jawa mencapai 3 meter. Apabila KM Express Bahari 8E dipaksakan berlayar, bisa mengancam keselamatan penumpang,” katanya.