Susu Tercemar Salmonela Tidak Beredar di Indonesia
JAKARTA, KOMPAS— Skandal salmonela yang melibatkan perusahaan susu Lactalis di Perancis sejauh ini tidak mempengaruhi Indonesia meski dilaporkan ada 83 negara terdampak. Meski produk susu itu tidak beredar di Tanah Air, dampak bakteri salmonela harus tetap diwaspadai.
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Senin (15/1) pun memastikan hasil pantauan Kompas di sejumlah pasar swalayan bahwa, produk susu yang tercemar bakteri salmonela dalam skandal perusahaan susu Lactalis, Perancis, tidak beredar di Indonesia.
Sebelumnya diberitakan, telah ditemukan 35 kasus bayi keracunan salmonela dari susu bubuk produksi Lactalis. Satu kasus lain dilaporkan di Spanyol dan satu lagi masih diselidiki di Yunani. Sebanyak 83 terkena dampak skandal salmonela di Perancis ini.
Berdasarkan penelusuran Kompas di pasar swalayan Carrefour di mal Kota Kasablanka, Ranch Market Lotte Shopping Avenue, Transmart Carrefour ITC Kuningan, dan Carrefour ITC Permata Hijau, tidak ditemukan susu bubuk produk Lactalis yang bermasalah itu.
Desi, salah satu petugas Carrefour Kota Kasablanka menyampaikan, selama ini ia tidak pernah menjumpai adanya produk susu Lactalis di pasar swalayan tersebut.
Selain itu, tidak ada pengunjung yang mencari produk tersebut. Hal serupa juga disampaikan petugas di beberapa pasar swalayan lainnya.
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya BPOM, Suratmono memastikan, produk dari perusahaan susu Grup Lactalis, Perancis, tidak beredar di Indonesia.
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Suratmono di Jakarta, Senin (15/1) menyatakan, produk dari perusahaan susu Grup Lactalis, Perancis, dipastikan tidak beredar di Indonesia.
Susu bayi merek Picot dan Milumel yang disebutkan tercemar bakteri salmonela tidak terdapat dalam daftar produk makanan BPOM.
"Kami sudah cek database. Dua produk yang bermasalah itu tidak ada di dalamnya. Jadi, dapat dipastikan tidak beredar. Apalagi susu bayi, harus ada clearance dari BPOM sebelum beredar. Kalau memang ada, itu ilegal. Silahkan laporkan kepada kami," tuturnya.
Suratmono memaparkan, produk Lactalis yang masuk ke Indonesia hanya dua, yaitu mentega dengan merek President dan whipped cream bermerek Ambassador.
Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF) adalah sistem informasi antar instansi yang bertanggung jawab dalam pengamanan produk pangan, dan bertujuan untuk kolaborasi agar bisa mempercepat deteksi produk pangan yang berbahaya.
Institusi yang tergabung dalam sistem ini adalah: BPOM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kesehatan.
Suratmono menjelaskan, sistem ini memiliki alur komunikasi dengan sistem-sistem internasional seperti INFOSAN (International Network of Foof Safety) milik WHO (World Health Organization) dan RASFF (Rapid Alert System for Food and Feed) milik Uni Eropa.
"Jika ada makanan yang terindikasi memiliki bahan yang berbahaya, Indonesia juga akan mendapatkan informasi sehingga bisa mengantisipasi keadaan," tuturnya.
Tetap waspada
Meski susu tercemar bakteri salmonela tidak beredar di Indonesia, para pakar mengingatkan agar tetap waspada dengan kemungkinan makanan tercemar bakteri salmonela.
Dosen Pengampu Mata Kuliah Mikrobiologi Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana Charis Amarantini, saat dihubungi di Jakarta, Senin (15/1) menyampaikan, skandal salmonela di Perancis dan 83 negara lain diduga karena bahan baku susu sapi yang digunakan tercemar bakteri salmonela.
Skandal salmonela yang terjadi di perusahaan besar seperti Lactalis, Perancis, diduga karena bahan baku atau susu sapi yang digunakan sudah tercemar bakteri salmonela.
Bakteri ini, ujar Charis, biasanya berkembang pada usus unggas, reptil, hewan peternakan, dan manusia. Penyebarannya bisa melalui feses atau tinja. Ia menambahkan, bakteri ini dapat berkembang di lingkungan dengan sanitasi buruk.
“Pada kasus produk susu Lactalis ini diduga karena proses produksi yang dilakukan tidak higienis,” katanya.
Ia mengatakan, salmonela adalah bakteri berbentuk batang yang tergolong dalam kelompok Enterobacteriaceae. Salmonella enterica Enteritidis dan Salmonella enterica serotype Typhimurium, merupakan dua jenis bakteri yang paling banyak ditularkan dari hewan ke manusia.
Bakteri ini tersebar di berbagai tempat dan dapat bertahan hingga beberapa minggu di lingkungan kering. Selain itu, bakteri salmonela juga bisa bertahan di dalam air selama beberapa bulan.
Bakteri salmonela, kata Charis, merupakan jenis bakteri yang sensitif dengan suhu panas dan tidak tahan pada suhu lebih dari 70 derajat Celcius.
Dalam proses parteurisasi dalam produksi susu, bakteri ini seharusnya bisa dihancurkan dalam suhu 71 derajat selama 15 menit.
“Namun, dilihat dari kasus yang terjadi di Perancis ini, tindakan yang telah dilakukan Lactalis untuk mengelola risiko kontaminasi dinilai tidak cukup memadai,” ujar Charis.
Secara terpisah, dokter spesialis anak Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Wikan Indrarto menyampaikan, bakteri salmonela dapat menyebabkan penyakit tifoid atau tifus.
Biasanya, orang yang menderita penyakit ini akan mengalami beberapa gejala, seperti ditandai dengan demam, sakit perut, diare, mual, dan muntah. Jika tidak segera diatasi, gejala ini bisa menyebabkan seseorang mengalami dehidrasi.
“Gejala salmonelosis relatif ringan. Pasien biasanya bisa melakukan pemulihan tanpa perawatan khusus. Namun, dalam beberapa kasus, terutama pada anak dan pasien lanjut usia, dehidrasi yang dialami bisa menjadi parah dan mengancam jiwa,” katanya.
Menurutnya, gejala penyakit tifoid biasanya terjadi 12-36 jam setelah menelan makanan yang tercemar salmonela.
Ia mengatakan, pencegahan untuk penularan penyakit ini bisa dilakukan dengan menghindari kontak dengan hewan peliharaan, seperti kucing, anjing, dan kura-kura.
Konsumsilah susu yang telah dipasteurisasi atau direbus. Pastikan pula proses produksinya terjamin bersih dan tidak terkontaminasi.
Wikan menyarankan untuk menghindari susu mentah maupun produk yang terbuat dari susu mentah. “Konsumsilah susu yang telah dipasteurisasi atau direbus. Pastikan pula proses produksinya terjamin bersih dan tidak terkontaminasi,” katanya.
Ia juga menyampaikan, setiap akan mengonsumsi buah dan sayuran disarankan untuk selalu mencuci terlebih dahulu.
“Pastikan juga air untuk mencuci tidak terkontaminasi bakteri salmonela,” ujar Wikan. (DD04/DD12)