JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Mimika, Papua, mendapat bagian saham 10 persen dari hasil divestasi saham PT Freeport Indonesia.
Kepastian itu tertuang dalam penandatanganan perjanjian antara pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Mimika, dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum, Jumat (12/1), di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta.
Hadir dalam penandatanganan perjanjian itu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin, Gubernur Papua Lukas Enember, dan Bupati Mimika Eltinus Omaleng.
Porsi hak kepemilikan saham tersebut untuk mengakomodasi hak ulayat dan masyarakat Papua yang terkena dampak permanen atas usaha PT Freeport Indonesia.
”Porsi hak kepemilikan saham tersebut untuk mengakomodasi hak ulayat dan masyarakat Papua yang terkena dampak permanen atas usaha PT Freeport Indonesia. Pengambilan saham dilakukan dengan mekanisme korporasi. Dengan demikian, takkan membebani APBN atau APBD,” tutur Sri Mulyani seusai penandatanganan kerja sama.
Sejauh ini, saham pemerintah yang diwakili Inalum dalam PT Freeport Indonesia sebesar 9,36 persen.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, perusahaan tambang milik asing harus melepas sahamnya kepada peserta Indonesia sedikitnya 51 persen.
Hingga saat ini, negosiasi Pemerintah Indonesia dengan pihak Freeport terkait divestasi saham belum tuntas. Belum ada kesepakatan tentang nilai saham yang didivestasikan dan bagaimana tahapannya.
Terkait badan usaha yang akan mengambil saham 10 persen tersebut, Lukas mengatakan, pihaknya bersama Pemkab Mimika telah membentuk badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama PT Papua Divestasi Mandiri. BUMD tersebut mewakili dua pemerintah daerah, yaitu Provinsi Papua dan Kabupaten Mimika.
”Ini tinggal negosiasi dengan perusahaan (Inalum), bagaimana kita mengatur persoalan 10 persen ini. Karena kita, kan, hanya menerima hasil 10 persen itu saja,” ucap Lukas.
Pada 2017, genap 50 tahun operasi PT Freeport Indonesia di Papua. Kontrak perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu akan habis pada 2021. Freeport sudah mengajukan sejumlah syarat terkait pelepasan saham sampai 51 persen, yaitu kepastian perpanjangan operasi sampai 2041.