395 Calon Kepala Daerah Serahkan Laporan Harta Kekayaan kepada KPK
Oleh
RINI KUSTIASIH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hingga 9 Januari 2018, sebanyak 395 calon kepala daerah telah menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara atau LHKPN kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Jumlah itu diperkirakan terus bertambah mengingat tahun ini ada 171 daerah yang menghelat pemilihan kepala daerah atau pilkada.
Juru bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (10/1) di Jakarta, mengatakan, penyerahan LHKPN kepada KPK merupakan syarat bagi setiap pasangan calon kepala daerah sebelum mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) setempat. Syarat penyerahan LHKPN itu telah menjadi kesepakatan antara KPU dan KPK sejak tahun 2013.
”Sampai 9 Januari, ada 395 calon kepala daerah yang telah menyerahkan LHKPN. Rinciannya, 23 calon gubernur, 19 calon wakil gubernur, 139 calon bupati, 121 calon wakil bupati, 50 calon wali kota, dan 44 calon wakil wali kota,” kata Febri.
Sampai 9 Januari, ada 395 calon kepala daerah yang telah menyerahkan LHKPN. Rinciannya, 23 calon gubernur, 19 calon wakil gubernur, 139 calon bupati, 121 calon wakil bupati, 50 calon wali kota, dan 44 calon wakil wali kota.
KPK mencatat, calon kepala daerah dengan pelapor LHKPN terbanyak berasal dari Sumatera Selatan, yakni dengan 40 orang, dan Kalimantan Tengah dengan 30 orang.
Namun, dari perkembangan data terbaru yang diunggah di dalam situs KPK, www.kpk.go.id, jumlah pelapor LHKPN dari calon kepala daerah terlihat terus bergerak naik hingga Rabu pukul 12.00. Tercatat, hingga Rabu siang ada 24 calon gubernur, 22 calon wakil gubernur, 156 calon bupati, 144 calon wakil bupati, 58 calon wali kota, dan 51 calon wakil wali kota, yang telah melaporkan LHKPN.
Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya mengatakan, masyarakat harus betul-betul memeriksa latar belakang dan rekam jejak calon kepala daerah di dalam pilkada. Dengan demikian, masyarakat akan terhindar dari memilih calon kepala daerah yang memiliki cacat hukum atau berpotensi melakukan perbuatan tindak pidana yang merugikan masyarakat, misalnya korupsi.
Agus antara lain menggaribawahi catatan dan rekam jejak Abdul Latif, Bupati Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, yang ternyata pernah menjadi terpidana korupsi dalam proyek pembanguan sekolah di wilayahnya saat masih menjadi pengusaha, tahun 2005-2006.
Masyarakat harus betul-betul memeriksa latar belakang dan rekam jejak calon kepala daerah di dalam pilkada.
”Menjelang perhelatan pilkada, ini menjadi peringatan bagi kita semua. Harus dilihat dulu track record orang sebelum memilih sebagai kepala daerah. Seharusnya yang dipilih adalah orang yang baik, tidak memiliki cacat hukum,” kata Agus.
Penyerahan LHKPN kepada KPK, menurut Agus, bisa dijadikan sarana pemantauan oleh masyarakat dalam mengawasi dan mengetahui rekam jejak seorang calon kepala daerah.
KPK juga menilai pengawasan bersama dengan masyarakat akan lebih efektif guna mencegah terjadinya korupsi oleh kepala daerah terpilih.
”Masyarakat dapat melaporkan jika menemukan indikasi calon kepala daerah tidak menyampaikan harta yang sebenarnya, dan KPK akan melakukan uji petik,” kata Agus.
Masyarakat dapat melaporkan jika menemukan indikasi calon kepala daerah tidak menyampaikan harta yang sebenarnya, dan KPK akan melakukan uji petik.
Untuk melayani pelaporan LHKPN, KPK menyediakan loket khusus yang buka sejak 2 Januari hingga 19 Januari. Publik juga bisa ikut memantau melalui dashboard Pantau Pilkada 2018 di www.kpk.go.id.