Pengusaha Harus Libatkan Unsur ”Leisure” pada 2018
JAKARTA, KOMPAS — Para pebisnis dianjurkan untuk mengubah strateginya menghadapi persaingan ekonomi pada 2018.
Melibatkan unsur wisata santai atau leisure di setiap produknya menjadi salah satu hal yang dapat dilakukan, yakni berkaca dari perubahan pola konsumsi masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini.
Pengamat pemasaran Yuswohady menilai, saat ini semua konsumsi masyarakat diarahkan ke unsur santai, dari kebutuhan hakiki manusia, makan dan minum, kebutuhan untuk berolahraga, hingga kebutuhan lanjutan manusia, yaitu mendapatkan hiburan.
Hal itu semakin didukung oleh perkembangan industri digital saat ini. ”Untuk 2018, strateginya para pemain bisnis harus mencangkokkan elemen leisure di dalam produk atau layanan dia,” ujar Yuswohady saat dihubungi Kompas, Minggu (31/12).
Seperti laporan yang dirilis oleh lembaga pemasaran Inventure bertajuk ”Welcome Leisure Economy”, pada 2017, terjadi perubahan pola konsumsi masyarakat dari yang semula konsumsi barang menjadi konsumsi pengalaman.
Dari data yang diterbitkan oleh Badan Pengelola Statistik (BPS) pada kuartal III, pertumbuhan pengeluaran masyarakat Indonesia untuk konsumsi hanya terjadi di sektor penyewaan hotel dan pendidikan.
Dari data yang diterbitkan oleh Badan Pengelola Statistik (BPS) pada kuartal III, pertumbuhan pengeluaran masyarakat Indonesia untuk konsumsi hanya terjadi di sektor penyewaan hotel dan pendidikan.
Secara berturut-turut pertumbuhan di dua sektor tersebut 5,52 persen dan 5,38 persen.
Sementara itu, pertumbuhan konsumsi masyarakat dalam hal barang mengalami penurunan. Konsumsi rumah tangga mengalami penurunan 4,93 persen, konsumsi pakaian menurun 2 persen, konsumsi makanan dan minuman menurun 5,04 persen, dan konsumsi properti atau pembelian rumah turun 4,14 persen.
Laporan tersebut juga mencatat jumlah penjualan alat transportasi pribadi, seperti mobil dan motor di Indonesia mengalami penurunan. Masyarakat Indonesia dinilai, tidak lagi antusias membeli kendaraan pribadi.
Mengutip data AC Nielsen, penjualan mobil pada kuartal IV tahun 2016, yaitu 278.000 unit. Padahal, pada kuartal IV tahun 2013 penjualan mobil mencapai 321.000 unit.
Penurunan penjualan juga terjadi pada kendaraan sepeda motor. Pada kuartal IV tahun 2013, motor yang mampu terjual di Indonesia sekitar 1,9 juta unit. Sementara itu, pada kuartal IV tahun 2016 hanya 1,5 juta unit yang dibeli masyarakat Indonesia.
Perubahan pola konsumsi masyarakat di Indonesia menurut Yuswohady terjadi secara alamiah karena komposisi masyarakat kelas menengah di Indonesia telah cukup besar sejak 2010. Jumlah konsumen yang tergolong kelas menengah saat ini sekitar 60 persen, bahkan mendekati 70 persen dari total konsumen yang ada.
”Pergeseran perilaku konsumsi dari kebutuhan dasar ke konsumsi yang sifatnya advance (lanjutan), terutama leisure, baru terjadi satu sampai dua tahun belakangan di Indonesia. Itu alamiah ketika masyarakat memasuki kelas menengah, pendapatan menganggurnya, yaitu pendapatan setelah dikurangi pengeluaran kebutuhan pokok, itu dipakai untuk leisure. Di Indonesia, leisure itu didominasi oleh liburan dan dine out (makan di luar),” ujar Yuswohady.
Hal itu dapat dilihat dari data BPS yang menunjukkan pada kuartal II tahun 2015 pertumbuhan ekonomi sektor wisata santai hanya berkisar 4,2 persen.
Sementara itu, pada kuartal II tahun 2017 pertumbuhannya di atas 5 persen, bahkan mendekati 6 persen.
Meningkatnya konsumsi masyarakat Indonesia di sektor wisata santai dalam hal liburan juga dapat dilihat dari tingkat okupansi (hunian) hotel berbintang.
Meningkatnya konsumsi masyarakat Indonesia di sektor wisata santai dalam hal liburan juga dapat dilihat dari tingkat okupansi(hunian) hotel berbintang.
Data BPS 2017 menunjukkan, tingkat hunian hotel mencapai 64,99 persen, padahal pada tahun 2014 jumlahnya hanya 60,31 persen.
Kemudahan masyarakat Indonesia untuk pergi berlibur dan menginap di hotel berbintang didukung oleh kemudahan bertransaksi di media sosial.
Data yang dihimpun Inventure dari Daily Social pada 2017 mencatat, 65,77 persen konsumen memesan tiket ataupun hotel melalui aplikasi travelling.
Adapun terdapat beberapa aplikasi yang paling sering digunakan masyarakat Indonesia dalam hal itu, yaitu traveloka (27,42 persen), aplikasi maskapai penerbangan (24,97 persen), kereta api access (23,19 persen), tiket.com (17,85 persen), dan agoda.com (14,48 persen).
Perubahan fungsi
Dalam perubahan pola konsumsi masyarakat saat ini, Yuswohady menilai, kecenderungan yang terjadi, yaitu berubahnya semua hal konsumsi ke arah wisata santai.
Yuswohady mencontohkan, perubahan fungsi mal yang sebelumnya merupakan tempat jual beli barang menjadi tempat wisata santai.
”Saya menyebutnya \'the end of department store\'. Kalau department store tidak mengarah ke fungsi santai seperti mal-mal besar yang tipenya gaya hidup, maka agak sulit bagi mereka untuk dapat terus bertahan,” kata Yuswohady.
Pada akhir 2017, gerai kosong yang tak tersewakan di mal-mal di Jakarta mencapai 12,1 persen atau meningkat dibandingkan 2016 sekitar 10,3 persen.
Saat ini, Jakarta didominasi mal kelas menengah ke atas sebanyak 43 persen, kelas atas 30 persen, mal mewah 14 persen, dan menengah ke bawah 13 persen.
Fenomena itu diperkirakan berlanjut hingga 2020. Saat ini, Jakarta didominasi mal kelas menengah ke atas sebanyak 43 persen, kelas atas 30 persen, mal mewah 14 persen, dan menengah ke bawah 13 persen.
Kekosongan gerai di mal-mal Jakarta juga diikuti oleh penurunan harga sewa di mal kelas menengah atas dan menengah bawah berkisar 3-4 persen. Adapun harga sewa di mal mewah tak terpengaruh karena tingkat ketersewaannya tak berubah.
Hal itu tidak lepas dari perkembangan jual beli barang secara daring. Data dari eMarketer menunjukkan, pada 2016 jumlah pembeli daring di Indonesia mencapai 8,7 juta orang.
Jumlah itu meningkat secara drastis dibandingkan pada 2013 yang jumlahnya hanya mencapai 4,6 juta orang. Selain perubahan fungsi mal, perubahan juga dinilai Yuswohady terjadi di tempat makan.
Tempat makan di luar rumah kini beralih fungsi menjadi tempat sosialisasi dan bersantai dibandingkan dengan fungsi dasarnya sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup, yaitu makan.
Tempat makan di luar rumah kini beralih fungsi menjadi tempat sosialisasi dan bersantai dibandingkan dengan fungsi dasarnya sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup, yaitu makan.
Jajak pendapat yang dilakukan Inventure pada 2017 mendapatkan tanggapan dari konsumen bahwa 83 persen tujuan konsumen makan di restoran atau di luar rumah tidak hanya makan, tetapi juga sosialisasi bersama teman.
Sebaiknya para pengusaha ritel atau pun usaha lainnya yang sedang tergerus atau mengalami penurunan pendapatan karena kemunculan aplikasi belanja daring tidak terpancing untuk membuat e-commerce secara mandiri.
Sebanyak 48 persen menghabiskan waktu luang dan 24 persen ingin mendapatkan gambar atau foto yang bagus.
”Tidak hanya makan, olahraga pun saat ini sudah bukan sekadar orang melakukannya untuk sehat, tetapi untuk sosialisasi dengan teman. Misalnya, lari 10k, colour run, itu kan untuk senang-senang. Belum lagi ponsel, bukan lagi sebagai alat untuk informasi, melainkan untuk leisure jika dilihat dari aplikasi yang sering dilihat, seperti Youtube, Spotify, dan lain-lain. Jadi, semua hal sekarang fungsinya berubah ke arah leisure,” kata Yuswohady.
Jangan terpancing
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudistira Adhinegara menilai, sebaiknya para pengusaha ritel ataupun usaha lainnya yang sedang tergerus atau mengalami penurunan pendapatan karena kemunculan aplikasi belanja daring tidak terpancing untuk membuat e-commerce secara mandiri.
Hal itu dinilai akan lebih membutuhkan biaya yang besar dan belum menjamin meluaskan pasar dari produknya.
”Harus perbanyak kolaborasi dibanding menciptakan startup baru. Saya lihat banyak kemudian pengusaha yang latah, pengusaha besar membuat aplikasi sendiri. Itu salah karena keahlian dia bukan di bidang IT (informasi dan teknologi). Maka, biayanya menjadi lebih mahal dan besar, tetapi belum tentu pasarnya menjadi lebih luas,” ujar Bhima saat dihubungi Kompas.
Menurut Bhima, dalam bidang ritel misalnya, para pengusaha besar dapat berkolaborasi dengan berbagai perusahaan aplikasi online yang sudah mapan, seperti Lazada, Tokopedia, Bukalapak, Blibli.com, dan berbagai platform lain yang telah tersedia.
Begitu pun pengusaha transportasi yang tidak perlu menciptakan startup digitalnya secara mandiri.
Perkembangan transportasi digital menjadi penentu perubahan pola masyarakat dalam memilih jasa layanan transportasi.
”Contoh yang paling menarik itu kasusnya Blue Bird (perusahaan taksi), dahulu untuk menandingi GoJek dan GoCar, dia bikin My Blue Bird (aplikasi), tetapi ternyata tidak berhasil. Ujung-ujungnya harus berkolaborasi dengan GoJek menjadi GoBlue Bird. Begitu juga dengan Express Taxi yang menggandeng Grab untuk mengembangkan platform digitalnya,” kata Bhima.
Perkembangan transportasi digital menjadi penentu perubahan pola masyarakat dalam memilih jasa layanan transportasi.
Data yang dirilis perusahaan GoJek, misalnya, pada 2014 jumlah pengemudi yang dimilikinya hanya 314 orang. Pada 2016, pengemudi GoJek sudah bertambah jumlahnya menjadi 250.000 pengemudi.
”Jadi,untuk melihat ke depan itu bagaimana UMKM (usaha menengah, kecil, dan mikro) masuk ke e-commerce, bukan menyuruh mereka membuat aplikasi sendiri,” ujar Bhima.
Tahun acara
Perekonomian Indonesia akan menghadapi momentumnya pada 2018. Hal itu dinilai Bhima karena tiga perhelatan besar akan digelar, yaitu pemilihan kepala daerah serentak yang akan digelar pada Juni. Pesta demokrasi tersebut akan dilanjutkan dengan pesta olahraga, yaitu Asian Games Jakarta-Palembang pada Agustus-September.
Ribuan atlet dari sejumlah negara di Asia akan meramaikan Indonesia.
Setelah itu, pertemuan tahunan International Monetary Fund-World Bank juga akan dihelat di Nusa Dua, Bali, pada Oktober. Diperkirakan sekitar 18.000 delegasi akan hadir dalam acara tersebut.
”Kalau melihat trennya yang kami cermati bisaanya yang akan naik itu konsumsi makanan dan minuman, termasuk juga penyewaan hotel dan kunjungan ke restoran. Jadi, pariwisatanya pasti akan terdongkrak juga. Cukup signifikan saya kira pengaruhnya ke ekonomi Indonesia pada 2018,” kata Bhima. (DD14)