Prioritaskan Perguruan Tinggi Asing untuk Sains, Matematika, dan Teknik
Oleh
Ester Lince Napitupulu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberian izin bagi perguruan tinggi asing di Indonesia memang tidak bisa dibendung. Namun, perguruan tinggi asing yang diizinkan sebaiknya diprioritaskan untuk bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika serta vokasi yang memang dibutuhkan negeri ini.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, Indonesia membuka izin untuk kehadiran perguruan tinggi asing di Indonesia asal bekerja sama dengan perguruan tinggi dalam negeri. Upaya ini untuk meningkatkan mutu dan daya saing perguruan tinggi Indonesia secara global.
Wakil Ketua Forum Rektor Indonesia Asep Saeffudin, di Jakarta, Jumat (22/12), menuturkan, pemberian izin perguruan tinggi asing sudah sulit ditahan sebagai bagian dari globalisasi. Namun, perguruan tinggi asing harus diseleksi sesuai tujuan untuk mendorong daya saing perguruan tinggi di Indonesia menjadi berkelas dunia.
Menurut Asep, perguruan tinggi asing tersebut masuk ke kategori research university, artinya proporsi mahasiswanya lebih banyak program pascasarjana (magister dan doktor) daripada mahasiswa sarjana. Adapun mahasiswa program sarjana sebaiknya diarahkan untuk menjadi entrepreneur. Hal ini untuk meningkatkan kultur inovasi, riset, dan entrepreneurship (kewirausahaan) di universitas.
Perguruan tinggi asing tersebut masuk ke kategori ’research university’, artinya proporsi mahasiswanya lebih banyak program pascasarjana.
Selain itu, perguruan tinggi asing diwajibkan menyiapkan perusahaan rintisan (startup company) berbasis pengetahuan yang menjadi ciri atau kekuatan perguruan tinggi tersebut. Perguruan tinggi asing memprioritaskan program studi berbasis STEM (science, technology, engineering, mathematics) yang dikaitkan dengan green energy (energi hijau), pengelolaan sumber daya alam, pangan, herbal medicine (obat herbal), green transportation (transportasi hijau), tata kota, dan pembangunan daerah.
Bahasa pengantar dengan bahasa Inggris, ditambah satu bahasa asing lain selain bahasa Indonesia. ”Jika ini dilakukan, dampaknya akan positif bagi peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia,” ucap Asep yang juga Rektor Universitas Al Azhar Indonesia.
Saham
Secara terpisah, praktisi pendidikan tinggi Edy Suandi Hamid mengatakan, membuka diri terhadap perguruan tinggi asing merupakan suatu keniscayaan. Namun, kalau perannya sampai 67 persen dalam hal saham, ini bisa menjadi penguasaan perguruan tinggi asing terhadap perguruan tinggi dalam negeri.
Membuka diri terhadap perguruan tinggi asing merupakan suatu keniscayaan.
”Ini akan menimbulkan banyak konsekuensi karena perguruan tinggi asing tersebut menjadi dominan dalam menentukan jalannya perguruan tinggi tersebut. Bisa jadi, perguruan tinggi domestik hanya dipakai untuk melegitimasi kehadiran perguruan tinggi asing tersebut agar bisa beroperasi di Indonesia,” tutur Edy.
”Artinya, perguruan tinggi asing menjadi pengendali, yang dalam proses belajar-mengajar bisa jadi lepas dari nilai-nilai yang kita pegang dalam proses pendidikan. Perguruan tinggi bisa menjadi lebih pragmatis dan mungkin juga market oriented,” lanjutnya.
Menurut Edy, hal-hal seperti itu harus diantisipasi dengan berbagai regulasi yang masih mungkin dibuat oleh pemerintah, melalui peraturan menristekdikti atau ketentuan hukum lainnya. ”Intinya, pemerintah perlu berperan sebagai regulator agar masuknya perguruan tinggi atau modal asing itu tidak lepas kendali, dan lebih-lebih menjadikan pendidikan sebagai komoditas,” kata Edy.
Pemerintah perlu berperan sebagai regulator agar masuknya perguruan tinggi atau modal asing itu tidak lepas kendali, dan lebih-lebih menjadikan pendidikan sebagai komoditas.
Direktur Jenderal Sumber Daya Manusia Iptek dan Pendidikan Tinggi Kemristek-Dikti Ali Ghufron Mukti menyebutkan, masih perlu pembahasan teknis dalam pemberian izin perguruan tinggi asing. Terkait dosen, misalnya, dosen asing yang mengajar harus berkualitas, bukan yang ”abal-abal”.
Ghufron mengatakan, dengan menggandeng ilmuwan diaspora Indonesia, diharapkan dapat berkolaborasi dalam riset, membantu peningkatan kurikulum, hingga mengajar. Potensi diaspora Indonesia membanggakan. Di dalam negeri pun, potensi ilmuwan Indonesia juga menjanjikan.