Ekspor yang Belum Fokus Ganggu Pertumbuhan Ekonomi
JAKARTA, KOMPAS—Ekspor yang dilakukan pemerintah dinilai belum fokus. Pertumbuhan ekonomi dapat semakin optimal jika pemerintah memiliki fokus terhadap komoditas dan tujuan ekspor.
Pada kuartal III-2017, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka 5,06 persen. Angka itu meningkat daripada kuartal III-2016 yang hanya tumbuh setinggi 5,02 persen.
Hendri Saparini, ekonom dari Center of Reform and Economic (CORE), memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada angka 5,2 persen. Angka itu lebih rendah daripada target pemerintah yang ingin mencapai pertumbuhan ekonomi setinggi 5,4 persen.
Hendri menyatakan, Indonesia memiliki peluang untuk menumbuhkan perekonomian lebih tinggi lagi asalkan memiliki fokus dalam ekspor komoditas. Ia menilai, selama ini pemerintah terkesan belum mempunyai arah yang jelas terkait ekspor itu.
Indonesia memiliki peluang untuk menumbuhkan perekonomian lebih tinggi lagi asalkan memiliki fokus dalam ekspor komoditas
“Arah ekspor kita ini ke mana itu belum jelas. Berbeda dengan Vietnam dan Thailand. Mereka berkomitmen untuk membuat negaranya menjadi relokasi industri China. Itu fokus,” kata Hendri, dalam Outlook 2018: Tantangan dan Peluang di Tahun Politik 2018, di Jakarta Selatan, pada Kamis (21/12).
Menurut Badan Pusat Statistik, China menjadi tujuan utama untuk sektor non migas pada 2017. Negara itu berperan sebesar 13,47 persen dari seluruh ekspor yang dilakukan Indonesia. Adapun nilai yang diperoleh dari ekspor ke China adalah Rp. 228,3 triliun.
Namun, Hendri menyampaikan, China tidak bisa lagi menjadi tujuan utama ekspor. “Harga komoditas belum membaik secara signifikan. Sementara 60 persen ekspor adalah komoditas primer,” kata Hendri. “Demand belum pulih karena importer terbesar komoditas primer, yakni China masih melambat.”
Oleh karena itu, Hendri menyarankan agar pemerintah membidik negara tujuan ekspor komoditas lain seperti India dan Pakistan. Hal tersebut bertujuan untuk mencari produk ekspor dan pasar yang baru.
“Perlu dibuat matriks dan komoditas apa, ke negara mana saja, dan segmen serta strategi apa yang harus kita gunakan,” jelas Hendri. “Indonesia ini punya industri kreatif yang bagus dan punya daya saing tinggi seperti fashion dan makanan.”
Terkait hal itu, Hendri menjelaskan bahwa Indonesia memerlukan strategi yang terintegrasi untuk mendorong daya saing industri dan meningkatkan ekspor. “Apa yang mau kita ekspor itu difokuskan dengan membuat matriks tadi. Karena, melalui analisa itu terlihat, apa sebetulnya potensi kita. Hal tersebut sangat bagus untuk kita menemukan produk ekspor baru,” kata Hendri.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih rendah juga karena investasi yang belum tumbuh tinggi. Hendri menilai, hal itu terjadi karena rumitnya birokrasi dan belum adanya insentif signifikan yang menarik minat para investor.
Menjelang diadakannya Pilkada Serentak 2018, Anggota Komisi I DPR RI Tubagus Hasanuddin mengatakan tidak ada gejolak dalam skala luas. Ia mencontohkan dengan pemilu yang terjadi pada 2014, di mana masyarakat seolah terbelah menjadi dua kubu. Oleh karena itu, ia beranggapan bahwa perekonomian akan baik-baik saja.
Namun, lain halnya dengan Hendri. Ia berangapan bahwa para pengusaha masih akan ada yang menunggu dan melihat situasi untuk melakukan investasi bergantung dari sektor usaha yang dimiliki mereka.
“Pengusaha cenderung wait and see dengan situasi politik. Tetapi, itu untuk para pengusaha yang bergerak di bidang jasa dan investasinya tergolong short term,” kata Hendri. Ia menambahkan, sektor tersebut biasanya terdapat di industri manufaktur.
Sementara itu, sektor yang masih terus akan berinvestasi adalah yang investasinya berjangka panjang. Hendri mencontohkan dengan sektor perkebunan dan energi. “Mereka investasinya untuk waktu lama sehingga tidak terpengaruh untuk tidak melakukan investasi,” kata Hendri.
Mengingat dari sektor manufaktur masih banyak pengusaha yang akan bermain aman dan melihat situasi pada kondisi politik tahun depan, Hendri menyarankan agar pemerintah tidak mendorong investor untuk berinvestasi kepada sektor tersebut.
“Harusnya didorong untuk investasi ke sektor usaha yang investasinya berjangka panjang. Mereka akan melihat seberapa besar potensi usaha tersebut di masa mendatang,” ujar Hendri. (DD16).