Kemdikbud segera mengirimkan ralat buku IPS SD yang menyebutkan ibu kota Israel, Jerusalem. Ralat tidak hanya menyebutkan ibu kota Israel, Tel Aviv, tetapi juga disertai penjelasan sejarah Israel. Kemdikbud menjelaskan langkah untuk memperkuat ekosistem perbukuan, termasuk mengajak masyarakat ikut mengawasi konten buku.
JAKARTA, KOMPAS — Pengawasan masyarakat terhadap konten buku dibutuhkan sebagai upaya menciptakan ekosistem perbukuan yang semakin baik di Indonesia. Apalagi terkait dengan buku pendidikan yang masuk ke sekolah, pemenuhan nilai-nilai, dan standar kriteria buku harus dijamin dan diperlukan keterlibatan semua pelaku dan pemangku kepentingan sebagai ekosistem perbukuan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang ikut mengawasi perbukuan. Yang terbaru soal ibu kota Israel yang disebutkan Jerusalem di sejumlah buku pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) kelas VI SD/MI Kurikulum 2006.
Jerusalem disebut sebagai ibu kota Israel di sejumlah buku pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas VI SD/MI Kurikulum 2006. Kami segera memberi tahu untuk meralat konten buku itu.
”Kami segera merespons dengan memberitahukan untuk meralat konten buku itu,” kata Kepala Balitbang Kemdikbud Totok Suprayitno, Jumat (15/12) di Jakarta.
Menurut Totok, Kemdikbud segera mengirimkan keterangan ralat pada isi buku yang menyatakan ibu kota Israel adalah Jerusalam. Ibu kota Israel yang benar adalah Tel Aviv.
Dalam ralat yang dikirimkan, ujar Totok, tidak hanya dituliskan ibu kota Israel harus diganti Tel Aviv, tetapi juga disertai penjelasan mengapa ibu kota Israel adalah Tel Aviv, bukan Jerusalem. Indonesia tidak mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Sejak 1 September 1947, Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan wilayah Jerusalem merupakan wilayah mandat internasional. Jerusalem Timur dikuasai Israel sejak Perang Arab-Israel pada 1967.
Pada tahun 1980, Israel melalui ”Hukum Jerusalem” mengklaim Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Tindakan tersebut menimbulkan reaksi dari Dewan Keamanan PBB dengan mengeluarkan resolusi Nomor 478 Tahun 1980 yang menentang ”Hukum Jerusalem”.
Peristiwa ini juga menjadi masukan bagi kami untuk memperkuat ekosistem perbukuan karena Indonesia sudah memiliki UU Sistem Perbukuan.
”Justru, dari peristiwa ini siswa jadi bisa belajar soal sejarah Israel. Namun, peristiwa ini juga menjadi masukan bagi kami untuk memperkuat ekosistem perbukuan karena Indonesia sudah memiliki UU Sistem Perbukuan,” papar Totok.
Sekretaris Jenderal Masyarakat Sejarah Indonesia Restu Gunawan mengatakan, dalam penulisan buku, terutama yang terkait sejarah, penulis harus memiliki rujukan dari berbagai sumber, termasuk pula memahami soal polemik/kontroversi suatu peristiwa sejarah.
Lebih lanjut Totok menambahkan, Peraturan Mendikbud Nomor 8 Tahun 2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan menyebutkan, buku teks pelajaran ataupun buku bukan teks pelajaran harus sejalan dengan nilai Pancasila, UUD 1945, dan norma positif yang berlaku di masyarakat.
AFP Photo/Ahmad Gharab
Gambar ini diambil dari Bukit Zaitun, 6 Desember 2017. Tampak kota tua Jerusalem dengan masjid ”Dome of the Rock”—sebuah bangunan persegi delapan berkubah emas yang terletak di tengah kompleks Masjid Al-Aqsa. Presiden AS Donald Trump telah mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Ia merobohkan bangunan diplomasi dan kebijakan luar negeri AS yang telah bertahun-tahun sangat hati-hati tentang status Jerusalem itu.
Penilaian buku teks dan bukan teks yang dipakai di sekolah diajukan oleh penerbit kepada Kemdikbud atau Badan Standar Nasional Pendidikan.
Lalu, buku ditelaah, diberikan ulasan atau dikaji, diedit, dan ada uji keterbacaan oleh para guru, kemudian baru ditetapkan sebagai buku pelajaran oleh Mendikbud.
Kita harus meningkatkan kapasitas penulis dan pelaku perbukuan lainnya. Penulis mesti punya wawasan yang luas dan diberi waktu menulis yang cukup, jangan terburu-buru. Ada rencana untuk menerapkan sertifikasi bagi penulis buku pelajaran.
”Kita harus meningkatkan kapasitas penulis dan pelaku perbukuan lainnya. Penulis mesti punya wawasan yang luas dan diberi waktu menulis yang cukup, jangan terburu-buru. Ada rencana untuk menerapkan sertifikasi bagi penulis buku pelajaran. Juga untuk penilai (reviewer),” kata Totok.
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemdikbud Awaluddin Tjalla mengatakan, di buku harus tertulis identitas penulis dan penerbit serta nomor kontak yang bisa dihubungi.
Hal ini untuk membuka peluang adanya masukan atau revisi dari masyarakat terhadap isi buku. Masyarakat bisa memberikan masukan lewat laman http://buku.kemdikbud.go.id yang dikelola Pusat Kurikulum dan Perbukuan.