Keterbukaan Pemerintah Optimalkan Pengentasan Rakyat Miskin
JAKARTA, KOMPAS — Program pemerintah dapat berlangsung lancar apabila pemerintah memiliki sistem yang terbuka. Inisiatif kepala daerah untuk menyerap aspirasi masyarakat dan mengubahnya menjadi program yang mampu mengentaskan rakyat dari kemiskinan.
Saat ini, Indonesia sedang berupaya mengusung keterbukaan pemerintah untuk pembangunan yang inklusif dengan melibatkan partisipasi publik. Hal tersebut diungkapkan oleh para pembicara dalam acara Asia Pacific Leaders Forum 2017 yang diselenggarakan di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Kamis (14/12). Pemerintahan yang terbuka dimaknai sebagai pemerintahan yang mengutamakan asas-asas seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan inovasi.
Pemerintahan yang terbuka dimaknai sebagai pemerintahan yang mengutamakan asas-asas seperti transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan inovasi.
Dalam salah satu sesi diskusi, terdapat pembahasan mengenai pengaruh keterbukaan pemerintah terhadap pengentasan rakyat miskin. Direktur Eksekutif Abdul Latif Jameel Poverty Action Lab Asia Tenggara Lina Marliani sepakat dengan hal tersebut.
Lina memaparkan, ada tiga hal yang menyebabkan keterbukaan pemerintah itu dapat membantu mengurangi tingkat kemiskinan. Ketiga hal tersebut adalah transparansi, partisipasi publik, dan akuntabilitas.
”Transparansi yang dimaksud adalah masyarakat diberi tahu dengan jelas mengenai hak-hak yang mereka dapatkan melalui bantuan sosial yang diberikan pemerintah,” ujar Lina. Ia mencontohkan dengan Program Beras untuk rakyat Miskin (Raskin). Sebelumnya, tidak ada kartu untuk raskin dan sering terjadi kebocoran anggaran untuk program tersebut, sedangkan masyarakat tidak sepenuhnya menerima manfaat.
”Setelah ada kartu, mereka jadi tahu haknya bahwa seharusnya mereka mendapatkan 15 kilogram,” kata Lina. ”Mereka pun jadi menuntut untuk mendapatkan haknya dan program berjalan lebih efektif karena subsidinya tepat dan masyarakat mendapatkan sesuai jatahnya.”
Kemudian, untuk partisipasi publik, Lina menyarankan agar pemerintah, khususnya pemerintah daerah, secara aktif mengadakan dialog dengan masyarakat dan meninjau ke lapangan supaya mengetahui apa persoalan yang dialami oleh masyarakat.
”Arah dialog itu untuk membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan masyarakat sendiri sehingga program atau kebijakan yang dibuat itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat,” kata Lina. Hal itu menyangkut dengan peran pemerintah sebagai pelayan bagi masyarakatnya.
Manajer Proyek Wahana Visi Indonesia Andreas Sitohang mengatakan hal senada. Partisipasi publik itu menjadi penting adanya untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan pemerintah. ”Ketika publik secara aktif ikut memberi saran kepada pemerintah, tentunya dengan keaktifan pemerintah untuk melihat ke bawah. Hal itu memberi arah yang positif terhadap pembangunan,” kata Andreas.
Akuntabilitas dapat dilakukan dengan bantuan teknologi karena mengurangi terjadinya kolusi ataupun korupsi.
Sementara itu, akuntabilitas merupakan bentuk integritas pemerintah terhadap masyarakat. Lina mengatakan, akuntabilitas dapat dilakukan dengan bantuan teknologi karena mengurangi terjadinya kolusi ataupun korupsi.
”Semua hal yang dilakukan secara elektronik itu tercatat dan dapat dilihat publik,” kata Lina. ”Itu membantu pemerintah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.”
Untuk poin akuntabilitas, Lina mencontohkan dengan adanya program e-pengadaan. ”Lewat e-procurement, perusahaan mana pun dapat mengajukan penawaran untuk proyek. Tidak melulu perusahaan di daerah itu saja sehingga mengesankan pemerintah melakukan praktik kolusi,” tutur Lina.
Bupati Bojonegoro Suryoto Ngartep menjadi salah satu orang yang berhasil menerapkan keterbukaan pemerintah dan menangani kasus kemiskinan di daerahnya.
Bupati Bojonegoro Suryoto Ngartep menjadi salah satu orang yang berhasil menerapkan keterbukaan pemerintah dan menangani kasus kemiskinan di daerahnya. Persentase penduduk miskin di daerah itu menurun hampir setengahnya sejak ia menjabat pada 2008.
Pada 2008, awal kepemimpinan Suryoto, persentase penduduk miskin di Bojonegoro mencapai 28 persen. Persentase itu menurun hingga mencapai 14,60 persen pada 2016. Tingkat pengangguran menurun dari 5,20 persen pada 2008 turun ke 3,10 persen pada 2016.
Suryoto menceritakan, pada awal masa kepemimpinannya, ia mengaku anggaran pemerintah daerah sangat minim sementara banyak yang harus diselesaikan. Ia pun langsung mengajak warganya untuk bertemu dan berdialog mencari penyelesaian bersama-sama. Nomor telepon genggam pribadinya juga dibagikan kepada para warga untuk melaporkan keluhan-keluhan yang mereka alami.
Dalam menangani kasus kemiskinan, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Bambang Widianto mengatakan, pemerintah menggunakan pendekatan yang berbasis kasus. Ia mencontohkan dengan program bantuan pendidikan.
Sebelum 2013, penerima program itu dipilih oleh sekolah. Hal itu dirasa tidak tepat sasaran karena pihak sekolah dinilai terlalu subyektif. ”Hanya lingkup yang dekat dengan sekolah saja yang dapat,” kata Bambang. Setelah dilakukan riset, masalah itu baru terungkap.
Lalu, mulai 2014, penerima program bantuan pendidikan itu berbasis keluarga dan dipilih oleh pemerintah dengan Kartu Indonesia Pintar. Sebelum 2013, hanya 10 persen dari keluarga miskin yang menerima bantuan tersebut. Jumlah penerima manfaat bantuan program itu meningkat hingga lebih dari 25 persen pada 2014.
Penanganan kemiskinan
Terkait angka kemiskinan, dalam Statistik Indonesia 2017, penurunan persentase penduduk miskin itu tidak signifikan. Pada periode 2007-2010, rata-rata persentase penduduk miskin bisa turun mencapai 1.02 persen. Namun, rata-rata tersebut terjun cukup jauh ke angka 0,32 persen untuk periode 2011-2016. Bahkan, penurunan itu tidak terjadi pada 2014 dan 2015, yang kala itu mencatatkan persentase penduduk miskin sebesar 11,2 persen.
Pengentasan rakyat miskin di Indonesia belum sepenuhnya efektif karena bantuan sosial belum terintegrasi.
Beberapa waktu lalu sebelumnya, ekonom senior dari Bank Dunia, Pablo Acosta, menyampaikan, pengentasan rakyat miskin di Indonesia belum sepenuhnya efektif karena bantuan sosial belum terintegrasi. Hal itu disampaikannya dalam acara Menuju Sistem Bantuan Sosial yang Menyeluruh, Terintegrasi, dan Efektif di Indonesia di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (7/12).
Kala itu, Pablo mengatakan, pengotak-ngotakan dalam penyelenggara bantuan sosial masih terjadi. Jaminan Kesehatan Nasional dan Program Bantuan Iuran adalah program bantuan yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan. Beras sejahtera, atau yang lebih dikenal dengan Beras untuk Rakyat Miskin (Raskin), dan Program Keluarga Harapan adalah program dari Kementerian Sosial. Sementara itu, Program Indonesia Pintar diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
”Pemberian bantuan sosial yang satu pintu akan lebih memberikan manfaat bagi masyarakat miskin,” kata Pablo, di Jakarta Pusat, Kamis. ”Selain itu, pemerintah juga harus memiliki satu data yang sama untuk membuat suatu program. Tujuannya supaya tidak salah sasaran dalam memberikan program itu.” (DD16)