Impor Bahan Mentah Diturunkan, Insentif Disediakan
Oleh
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perindustrian optimistis dengan target pertumbuhan ekonomi pada 2018 sebesar 5,6 persen. Keyakinan itu karena adanya usaha penurunan impor barang mentah serta insentif di atas 100 persen yang dijanjikan bagi pelaku industri, baik luar maupun dalam negeri.
Pada dasarnya, tiga sektor yang dipegang Kementerian Perindustrian terdiri dari industri agro; industri kimia, tekstil, dan aneka (Ikta); serta industri logam, mesin, alat transportasi, dan elektronika (Ilmate). Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, subsektor industri yang menjadi unggulan dari ketiganya meliputi makanan dan minuman, kimia, farmasi, logam dasar, alat angkutan, serta mesin dan perlengkapan.
Menurut Airlangga, subsektor-subsektor tersebut memiliki potensi dalam global value chain (GVC) atau rantai nilai global. Prinsip GVC secara sederhana adalah memproduksi suatu barang jadi yang setiap elemennya atau bahannya berasal dari negara yang berbeda-beda.
Akan tetapi, sebagian besar bahan mentah produk subsektor-subsektor tersebut masih diimpor. ”Tingkat impornya mencapai 70 persen untuk ketiga sektor tersebut. Saya optimistis jumlahnya akan menurun hingga di bawah 60 persen pada 2018,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Haris Munandar N dalam seminar nasional berjudul ”Pembangunan Industri yang Inklusif dalam Rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas” di Jakarta, Senin (11/12).
Untuk mengurangi impor bahan mentah, Kementerian Perindustrian tengah mengusahakan penggunaan material-material lokal. Salah satunya ialah pengolahan bauksit dalam Ilmate, batubara dalam Ikta, serta minyak kelapa sawit (CPO) dalam agro.
Bauksit merupakan salah satu bahan logam mentah yang melimpah di Indonesia. Jika diolah, bauksit dapat menjadi alumina yang kemudian dimanfaatkan untuk membuat aluminium.
Haris menyebutkan, Inalum sebagai salah satu pengolah bauksit. Sebelumnya, dalam acara terpisah Direktur Utama Inalum (Persero) Budi Gunadi mengatakan, pihaknya tengah membangun pengolahan bauksit menjadi alumina. Nilai ekonomi alumina itu tujuh kali lipat bauksit. Namun, yang sering diekspor berupa bauksit. ”Berkat adanya kebijakan hilirisasi, kami mencoba mengolah bauksit menjadi alumina agar keuntungannya dapat langsung dinikmati Indonesia,” kata Budi.
Berkat kebijakan hilirisasi, kami mencoba mengolah bauksit menjadi alumina agar keuntungannya dapat langsung dinikmati Indonesia.
Adapun dalam Ikta, Kementerian Perindustrian sedang mengembangkan gasifikasi batubara atau mengubah wujud batubara menjadi gas. ”Batubara jangan hanya untuk bahan bakar. Berdasarkan riset, banyak unsur yang dapat diambil sebagai bahan baku jika batubara digasifikasi. Contohnya, bahan baku untuk kain dan parasetamol atau obat demam,” kata Haris.
Dalam bidang agro, Kementerian Perindustrian fokus dalam pengolahan minyak kelapa sawit serta bahan baku buatan yang semacam karet. Sejauh ini, karet dapat disubstitusi dengan styrene butadiene rubber (SBR).
Insentif tinggi
Kementerian Perindustrian juga menyediakan sejumlah paket insentif di atas 100 persen bagi pelaku industri dalam ataupun luar negeri. Airlangga mengatakan, paket ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan industri sekaligus posisi Indonesia dalam global competitiveness index (GCI) atau indeks daya saing global dari segi sumber daya manusia (SDM) dan kesiapan teknologi.
Peringkat GCI Indonesia pada 2017-2018 meningkat lima angka menjadi ranking 36. Akan tetapi, Indonesia berada di luar 50 besar untuk pendidikan, tenaga kerja, dan kesiapan teknologi.
Pelaku industri diminta mengajar dan menyiapkan program magang untuk siswa-siswi SMK. Harapannya, siswa-siswi tersebut nantinya dapat menjadi tenaga kerja di industri yang membinanya.
Untuk meningkatkan pertumbuhan industri dan GCI dari segi sumber daya manusia, Kementerian Perindustrian menyiapkan insentif sebesar 200 persen bagi pelaku industri dalam rangka program link and match (terhubung dan sesuai) di Sekolah Menengah Kejuruan. Prinsipnya, pelaku industri diminta mengajar dan menyiapkan program magang untuk siswa-siswi SMK. Harapannya, siswa-siswi tersebut nantinya dapat menjadi tenaga kerja di industri yang membinanya.
Sampai saat ini telah ada 565 industri yang membina 1.795 SMK. Program link and match ini ditargetkan mencetak 190.000 tenaga kerja pada 2017, 300.000 tenaga kerja pada 2018, dan 355.000 tenaga kerja pada 2019.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian menyiapkan insentif sebesar 300 persen bagi pelaku industri yang meneliti dan mengembangkan teknologi untuk perindustrian Indonesia. ”Banyak mesin pabrik yang teknologinya tertinggal dibanding negara lain. Ini perlu diperbarui,” ucap Haris.
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, peningkatan kualitas tenaga kerja ini juga penting untuk menghadapi revolusi industri 4.0 yang serba digital. ”Sumber daya manusia merupakan komponen yang paling krusial dalam perindustrian, apalagi di industri padat karya,” ujarnya.
Infrastruktur logistik
Infrastruktur dan logistik merupakan prasyarat pertumbuhan perindustrian di Indonesia. Darmin berharap, dengan adanya pembangunan infrastruktur, logistik juga dapat tersokong. Dalam jangka panjang, perindustrian tumbuh hingga menjadi motor penggerak roda perekonomian.
Berdasarkan GCI 2017-2018, peringkat infrastruktur Indonesia naik delapan peringkat di posisi ke-52. Peningkatan ini juga disertai turunnya biaya logistik. ”Turunnya sekitar 5 persen,” kata Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Ekonomi Leonard VH Tampubolon.
Nilai investasi untuk proyek pembangunan infrastruktur juga naik pada 2018. Sektor listrik mendapatkan investasi sebesar Rp 103,04 triliun dari yang sebelumnya sebesar Rp 93,64 triliun. Sektor bendungan bertambah sekitar Rp 260 miliar, sedangkan sektor transportasi naik menjadi Rp 52,34 triliun.
Sinergi regulasi
Aspek perindustrian yang masih menjadi tantangan ialah sinergi regulasi antara pemerintah pusat dan daerah. ”Bisa saja di pusat kami dapat izin tapi di daerah berbelit-belit,” kata Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Rosan Roeslani.
Menanggapi keluhan tersebut, Leonard mengatakan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Koordinasi tersebut dilakukan dengan pertemuan setiap tiga bulan sekali dan musyawarah rencana pembangunan.
Bentuk pendekatan koordinasinya bersifat holistik, integratif, tematik, dan spasial. Salah satu fokusnya adalah untuk pengendalian perencanaan berdasarkan agenda nasional serta integrasi dalam peran di antara pemangku kepentingan. (DD09)