Infrastruktur dan Logistik, Modal Dasar Keunggulan Industri Indonesia
JAKARTA, KOMPAS — Perindustrian Indonesia dapat unggul dengan dukungan infrastruktur dan logistik. Namun, negara membutuhkan investasi paling tidak 300 miliar dollar AS di untuk menyokong kedua bidang tersebut.
Untuk mewujudkan pembangunan di bidang infrastruktur dan logistik, Indonesia membutuhkan investasi sekitar 300 miliar dollar AS. Kedua bidang tersebut berpotensi untuk menghasilkan nilai lebih. Proyek infrastruktur akan meningkatkan perekonomian hingga merata ke seluruh Indonesia, sedangkan sektor logistik untuk menyalurkan produk hasil industri dari dan ke seluruh penjuru Indonesia.
Ada 245 proyek dan dua program strategis nasional di bidang infrastruktur. ”Kami membuka peluang investasi dengan total 323,3 miliar dollar AS untuk semua proyek dan program tersebut,” kata Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dalam seminar yang diadakan oleh Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung di Jakarta, Sabtu (9/12).
Seminar bertajuk ”Indonesianisme Summit 2017” ini bertujuan memaparkan arah gerak pemerintah sehingga pelaku dari swasta dapat mengetahui peran mereka. Seminar yang bertemakan "Militansi Memenangkan Industri Indonesia" diiikuti sekitar 700 orang, sebagian besar alumni ITB dari berbagai angkatan.
Beberapa proyek infrastruktur yang ada meliputi jalan, rel kereta api, irigasi, bendungan, pelabuhan, dan bandara. Sementara dua program infrastruktur terdiri dari manufaktur pesawat dan listrik 35.000 megawatt.
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar, Rektor Institut Teknologi Bandung Kadarsyah Suryadi, dan Ketua Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung Ridwan Djamaluddin hadir dalam seminar ini.
Beberapa proyek infrastruktur yang ada meliputi, jalan, rel kereta api, irigasi, bendungan, pelabuhan, dan bandara. Sementara dua program infrastruktur terdiri dari manufaktur pesawat dan listrik 35.000 megawatt.
- Rp 7,36 Triliun untuk Sembilan Bendungan dan 111 Embung
- Pembangunan Delapan Bandara Selesai Pada 2019
Ada sejumlah alasan kuat untuk berinvestasi di Indonesia. Berdasarkan laporan Bank Indonesia, indeks kemudahan berbisnis di Indonesia meningkat menjadi 72 yang sebelumnya berada pada angka 109. Naiknya nilai ini karena penyederhanaan peraturan dan perizinan.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, pihaknya telah menyiapkan 16 paket kebijakan yang mempermudah investasi. ”Kami juga sudah melakukan deregulasi dan derebirokrasi yang memangkas sekitar 3.000 peraturan. Tujuannya untuk menarik investor, terutama di bidang infrastruktur,” tuturnya.
Kami sudah melakukan deregulasi dan derebirokrasi yang memangkas sekitar 3.000 peraturan. Tujuannya untuk menarik investor, terutama di bidang infrastruktur.
Tingkat kepercayaan publik kepada pemerintah yang mencapai 80 persen juga menjadi faktor yang menarik investor. Dalam Gallop World Polling, tingkat kepercayaan ini menjadikan Indonesia menduduki peringkat pertama, mengalahkan Swiss di posisi kedua dan India di posisi ketiga.
- Kemudahan Berbisnis, Indonesia Naik Peringkat
- Investor Bakal Makin Tergiur Tanam Modal di Indonesia
- Percepat Perizinan Fasilitas Fiskal, Proses Berkurang Menjadi 24 Hari
Selain itu, Bank Dunia memprediksi Indonesia pada 2030 akan menjadi negara ekonomi terbesar nomor 5 sedunia dengan jumlah 135 juta penduduk di kelas konsumsi. Pada tahun yang sama, diperkirakan jumlah penduduk di usia produktif mencapai 180 juta jiwa.
Sampai timur
Proyek dan program infrastruktur yang diinvestasikan untuk meratakan pembangunan, termasuk di Indonesia paling timur. Total proyek strategis nasional di Papua mencapai 13 pembangunan.
Pramono mengatakan, pemerintah telah membuka 3.800 kilometer jalan Trans-Papua. ”Targetnya 4.300 kilometer,” ujarnya.
Pembangunan infrastruktur di Papua bertujuan mempersempit ketimpangan pertumbuhan ekonomi. Luhut mengatakan, tingkat pertumbuhan ekonomi Papua saat ini mencapai 2,5 persen, sedangkan di Jawa 58,4 persen.
Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan alur pengiriman logistik. ”Pembangunan infrastruktur akan menurunkan biaya logistik yang masih tinggi. Kalau mau dihitung, jarak Sabang hingga Merauke setara 8 jam perjalanan pesawat. Dari sisi biaya, pengiriman logistik Jakarta-Jayapura masih 1,4 kali lipat biaya Jakarta-Singapura,” tuturnya.
Namun, setelah infrastruktur dan logistik telah memenuhi kebutuhan, pekerjaan rumah berikutnya adalah membuat industri di Indonesia berkelanjutan. Rektor Institut Teknologi Bandung Kadarsyah Suryadi mengatakan, industri yang berkelanjutan akan memberikan kontribusi ekonomi yang tinggi bagi negeri.
Pekerjaan baru
Unsur pembangunan sumber daya manusia tidak bisa dilepaskan dari perindustrian. Kadarsyah mengatakan, agar industi berkelanjutan perlu menciptakan lapangan kerja baru. “Memang 5,1 juta pekerjaan berpotensi hilang akibat kecerdasan artifisial. Namun, justru karena hadirnya kecerdasan artifisial, dibutuhkan 6 juta pekerjaan baru,” ujarnya.
Untuk menciptakan variasi lapangan kerja baru, Pramono mengatakan, perlu adanya reorientasi pendidikan dan pelatihan. Ada sisi dari kurikulum yang harus menyesuaikan dengan permintaan industri.
Pramono mengkritik, kurikulum saat ini 80 persen berisi hafalan yang bersifat normatif. “Perlu ada yang melibatkan pengalaman langsung, rekreasi, berpikir dengan logika, dan budi pekerti,” ucapnya.
Energi industri
Kadarsyah juga mengatakan, industri berkelanjutan membutuhkan energi terbarukan dan meminimalkan penggunaan sumber daya konvensional seperti minyak dan gas.
Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Syamsu Alam menyatakan, cadangan minyak Indonesia diperkirakan hanya mencapai 0,2 persen dari cadangan dunia yang sebesar 1.698 miliar barel. Sedangkan, cadangan gas bumi Indonesia berkisar 1,5 persen dari cadangan dunia yang sebanyak 6.599 ICF (incomplete combustion factor atau faktor pembakaran tidak sempurna).
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar menuturkan, “Salah satu energi terbarukan yang dimiliki Indonesia secara lokal adalah panas bumi atau geotermal. Dari proyek listrik 35.000 megawatt (MW), 1.600 MW berasal dari energi geotermal.”
Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto mengatakan, potensi geotermal Indonesia dikarenakan adanya jalur gunung api yang melintasi tanah air. Dia memperkirakan, energi geotermal di Indonesia berpotensi menghasilkan listrik sebesar 28 gigawatt (GW). Namun, hingga saat ini yang baru dimanfaatkan kurang dari 5 persen.
Rencana ke depannya, BPPT berencana mengembangkan pembangkit-pembangkit listrik tenaga panas bumi dengan kapasitas total 4,5 GW pada 2020 hingga 8 GW pada 2025. Harapannya, geotermal menjadi sumber energi terbarukan utama dan dapat menyokong kebutuhan listrik industri di Indonesia.
Unggulkan pariwisata
Selain sumber energi, Indonesia juga kaya akan kenampakan alamnya yang berpotensi sebagai destinasi wisata. Menteri Pariwisata Arief Yahya, pariwisata menjadi salah satu sektor unggulan untuk pendapatan negara pada 2018.
Namun, sektor pariwista tidak mendapatkan anggaran seperti yang direncanakan untuk APBN 2018. ”Saya mengusulkan Rp 9 triliun, tetapi hanya mendapatkan Rp 3,7 triliun. Padahal, sektor pariwisata Indonesia sudah membuktikan arahnya secara bisnis,” ujar Arief.
Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Pariwisata, devisa Indonesia dari sektor pariwisata terus meningkat. Devisa negara mencapai 11.166 juta dollar AS (2014), 12.225 juta dollar AS (2015), dan 13.568 juta dollar AS (2016). Bahkan, pada 2016, pariwisata mengalahkan sektor migas yang menjadi juara penghasil devisa tahun 2014 dan 2015.
- Pariwisata Indonesia Prospektif Dikembangkan
- Sektor Pariwisata Terus Digenjot
- Tahun 2018, Kemenpar Targetkan 17 Juta Wisman dan 270 Juta Wisnu
Oleh sebab itu, sektor pariwisata memerlukan investasi agar dapat semakin berkembang dalam menambah devisa negara. Menurut Arief, potensi pariwisata Indonesia cukup menjanjikan dengan penghargaan-penghargaan yang telah diraih.
Pada 2016, program Wonderful Indonesia mendapatkan 46 penghargaan dari berbagai macam acara di 22 negara. Berdasarkan World Economic Forum, peringkat indeks kompetisi pariwista dan perjalanan (travel and tourism competitiveness index/TTCI) Indonesia meningkat dalam delapan tahun terakhir. Pada 2015, Indonesia menempati posisi nomor 50, sedangkan tahun ini di peringkat ke-42.
Dengan penghargaan internasional yang demikian, Arief optimistis pada 2018 dapat menarik 17 juta wisatawan mancanegara. ”Tahun ini sebenarnya targetnya 15 juta orang, tetapi tampaknya hanya mampu 14 juta karena bencana Gunung Agung,” ujarnya. (DD09)