Kamis sore (7/12), Sumarsih kembali berdiri di depan Istana Merdeka. Payung hitam bertuliskan ”Tuntaskan Tragedi Semanggi” itu didekapnya erat. Pada Aksi Kamisan ke-517 ini, muncul secercah harapan. Presiden Joko Widodo sempat mengajak orangtua korban bertemu sore itu, tetapi tawaran ditolak.
Sumarsih merupakan ibu kandung dari Bernardus Realino Norma Irawan atau kerap disapa Wawan. Putra pertamanya itu tewas ditembak saat kerusuhan pada peristiwa Semanggi I, 13 November 1998. Sejak hari itu, ia berupaya mencari kejelasan atas kematian putranya. Namun, belum ada tindakan serius dari negara.
Pada Kamis ini, Presiden Jokowi mengajak keluarga korban hak asasi manusia bertemu. Namun, pertemuan itu batal karena orangtua korban lebih memilih mengikuti Aksi Kamisan. ”Kami tolak tawaran itu, kami lebih memilih untuk ada di sini. Sebab, kamisan ini bersamaan dengan peluncuran Amnesty International Indonesia (AII). Ini adalah sebuah simbol harapan dari gerakan masyarakat yang lebih penting,” ucap Sumarsih, Kamis (7/12), di depan Istana Merdeka.
Kami tolak tawaran itu, kami lebih memilih untuk ada di sini.
Aksi Kamisan ini memang berbeda dari aksi-aksi sebelumnya. Masyarakat dan pengisi acara yang hadir lebih banyak. Lebih dari 300 orang hadir, penonton didominasi mahasiswa. Kamisan kali ini juga sempat dihadiri sejumlah artis dan seniman, seperti Glenn Fredly, Melanie Subono, Pandai Besi, Ananda Badudu (Banda Neira), dan Danilla Riyadi.
Ini adalah sebuah simbol harapan dari gerakan masyarakat yang lebih penting.
Sebenarnya, penolakan itu bukan karena Sumarsih dan orangtua lainnya tidak mau bertemu Presiden Jokowi. Awalnya, pertemuan direncanakan digelar pukul 11.00. Namun, jadwal diundur menjadi pukul 16.00. Para orangtua korban yang sudah berada di Istana Bogor sejak pagi memutuskan untuk kembali ke Jakarta. Mereka mengikuti Aksi Kamisan ke-517.
Mengenai undangan, Direktur Eksekutif AII Usman Hamid mengapresiasi langkah Presiden Jokowi untuk mengajak bertemu. Jerih payah yang dikeluarkan orangtua korban pada setiap Kamisan selama lebih dari 10 tahun pun dihargai.
”Tetapi kami memang tidak bisa kalau pertemuan pukul 16.00. Apalagi, kemarin ajakannya dadakan. Kami sudah membuat janji dengan ratusan orang untuk acara ini. Kamisan ini tidak biasa karena dilakukan di tujuh kota besar lainnya,” ucap Usman.
Acara serupa juga dibuat bersamaan di Bandung, Solo, Yogyakarta, Malang, Samarinda, Denpasar, dan Makassar. Terlebih, Kamisan ini sekaligus merayakan hari Hak Asasi Manusia Internasional, 10 Desember, dan hari ulang tahun pejuang HAM, Munir Said Thalib, yang meninggal diracun di pesawat.
Apabila memang Jokowi serius, Usman meminta agar pertemuan bisa dijadwalkan ulang. Lewat pertemuan, Usman ingin mendesak pemerintah untuk menyelesaikan tanggung jawabnya pada penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu. ”Penyelesaian itu bisa dengan dibentuk lembaga ad-hoc atau yang lainnya. Yang terpenting adalah bisa bertemu dulu,” kata Usman.
Berharap
Paian Siahaan, ayah dari Ucok Munandar Siahaan, korban penculikan Mei 1998, berharap ada undangan lagi dari Jokowi. Pasalnya, ia masih menunggu kepastian dari putranya yang sudah 19 tahun tidak kembali. ”Kami butuh kejelasan itu. Apakah dia masih hidup atau tidak,” ujar Paian dengan suara bergetar.
Sebab, ketidakjelasan status Ucok membuat Paian dan sang istri, Damaris Hutabarat, masih berharap putranya masih hidup di luar sana. Ketidakjelasan itu juga yang membuat sang istri sakit-sakitan. Saat ini saja Damaris harus duduk di kursi roda untuk dapat hadir di Kamisan.
Setidaknya, apabila Ucok memang sudah meninggal, katakan saja. Jadi, kami bisa mengurus statusnya yang masih ada di kartu keluarga.
”Setidaknya, apabila Ucok memang sudah meninggal, katakan saja. Jadi, kami bisa mengurus statusnya yang masih ada di kartu keluarga,” kata Paian.
Memori dari kartu keluarga itu pun kerap menghantui Paian dan Damaris. Mereka belum bisa lepas dari bayang-banyang anaknya ketika melihat nama Ucok masih ada di daftar keluarga.
Anaknya dibawa orang tidak dikenal. Sejak saat itu, anaknya tak pernah kembali lagi. Padahal, tiga hari setelah hilang, 17 Mei, adalah hari ulang tahunnya.
Hilangnya Ucok sampai saat ini menjadi misteri. Pada 14 Mei, teman kuliah Ucok menghubungi Paian, menjelaskan anaknya dibawa orang tidak dikenal. Sejak saat itu, anaknya tak pernah kembali lagi. Padahal, tiga hari setelah hilangnya Ucok, 17 Mei, adalah hari ulang tahunnya.
”Biasanya Ucok kembali sehari sebelum ulang tahunnya. Dia pun sempat telepon, kasih tahu akan datang sebelum tanggal 17. Namun, hari yang ditunggu tidak pernah datang,” tutur Paian.
Semakin hari, Paian semakin pesimistis anaknya masih hidup di luar sana. Namun, ia butuh kejelasan untuk mendoakan anaknya apabila memang sudah meninggal. ”Kalau belum meninggal, kami hanya takut dosa karena mendoakan orang yang masih hidup,” ucapnya. (DD06)