KPK Pertimbangkan Status ”Justice Collaborator” untuk Andi Narogong
Oleh
Rini Kustiasih
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mempertimbangkan permohonan justice collaborator, atau pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum, yang diajukan terdakwa kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik Andi Agustinus alias Andi Narogong. KPK terus memantau, apakah Andi yang kini menjalani persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta bersikap kooperatif atau tidak.
Dalam kesaksiannya pekan lalu di pengadilan tipikor, Andi mengakui sejumlah hal yang dianggap krusial oleh KPK, terutama yang terkait dengan tersangka Setya Novanto, Ketua DPR. Andi mengakui ada pembagian uang dan rekayasa tender pengadaan KTP-el yang melibatkan Novanto.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (7/12) di Jakarta, mengatakan, sejumlah hal dipertimbangkan oleh pihaknya untuk mengabulkan permintaan status justice collaborator (JC) Andi tersebut. Konsistensi di persidangan hingga upaya terdakwa membuka aktor yang lebih tinggi juga akan dinilai oleh KPK.
”KPK telah menerima permohonan terdakwa Andi Agustinus sebagai JC pada September 2017,” kata Febri.
Sikap KPK yang menerima atau menolak permohonan status JC Andi itu akan tergambar dalam tuntutan jaksa.
”Seluruh pertimbangan tersebut dijadikan dasar keputusan pemberian JC atau tidak. Sikap KPK tersebut akan disampaikan sebagai salah satu pertimbangan JPU dalam tuntutan terhadap terdakwa,” ujar Febri.
Kendati demikian, keputusan akhir apakah status JC Andi diterima atau tidak akan bergantung pada pertimbangan hakim. Apabila hakim menilai Andi bukan pelaku utama dan bersikap kooperatif dengan mengakui perbuatannya serta mengungkap aktor yang lebih besar dari dirinya, kemungkinan besar status JC dikabulkan hakim. Pengabulan status JC Andi itu akan meringankan vonisnya.
”Jika posisi JC dikabulkan hingga di pengadilan, nantinya hal tersebut akan menguntungkan terdakwa karena dapat menjadi pertimbangan yang meringankan,” ujar Febri.
”Jika dia diputus bersalah, dia akan mendapatkan hak-hak seperti remisi dan pembebasan bersyarat sesuai aturan yang berlaku. Bagi penanganan perkara pokok, hal ini juga bagus karena dapat membongkar pelaku yang lebih besar,” lanjut Febri.
Sebelum permohonan status JC Andi, KPK juga pernah mengabulkan permohonan status JC mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman serta mantan Direktur Pengelolaan Administrasi Informasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto. Namun, status JC Irman dan Sugiharto itu tidak dikabulkan dalam vonis hakim.
Hakim di tingkat pengadilan tinggi juga tidak menerima status JC Irman dan Sugiharto dengan alasan keduanya adalah pelaku utama. Atas putusan tersebut, KPK telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang sebelumnya mengatakan, kesaksian dan keterangan apa pun yang diungkapkan Andi di Pengadilan Tipikor Jakarta masih harus dicek silang (cross check) dengan keterangan dan bukti lain.
KPK akan berhati-hati menyikapi kesaksian Andi pekan lalu yang dinilai memperkuat konstruksi dugaan keterlibatan Novanto dalam korupsi pengadaan KTP-el. ”Kan, harus di-cross check dulu. Kami akan periksa dulu dengan hati-hati,” ujar Saut.
Febri mengatakan, sejauh ini KPK telah memiliki bukti-bukti kuat keterlibatan Novanto dalam korupsi KTP-el. Kesaksian Andi yang secara detail menjelaskan adanya pertemuan-pertemuan antara dirinya dan Novanto berkesesuaian dengan keterangan saksi dan bukti-bukti lain.
Dipertimbangkannya status JC Andi oleh KPK, menurut Febri, juga mengindikasikan adanya pihak lain menurut Andi yang perannya bisa diungkap. Sebab, syarat seseorang bisa dijadikan JC apabila ia bisa mengungkap peranan pihak lain yang lebih besar atau tokoh utama dari suatu kejahatan.