Jakarta-Surabaya Tahun 2020 Dilayani Kereta Semicepat
Oleh
Haris Firdaus
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Pemerintah menargetkan kereta api semicepat Jakarta-Surabaya bisa beroperasi secara bertahap mulai tahun 2020. Pengoperasian moda transportasi baru tersebut diharapkan bisa mempersingkat waktu tempuh Jakarta-Surabaya menggunakan kereta api, dari saat ini 9 jam menjadi 5 jam hingga 5,5 jam.
”Pengoperasian kereta api semicepat ini bisa bertahap mulai tahun 2020,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di sela-sela Seminar Peningkatan Kecepatan Kereta Api Koridor Jakarta-Surabaya, Kamis (7/12), di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Budi menjelaskan, kereta api merupakan moda transportasi darat yang saat ini paling digemari masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah ingin mengembangkan jaringan kereta api di sejumlah wilayah Indonesia untuk mempermudah akses transportasi warga, sekaligus mendongkrak perekonomian. Salah satu infrastruktur kereta api yang akan dikembangkan adalah kereta api semicepat koridor Jakarta-Surabaya.
Pengoperasian kereta api semicepat ini bisa bertahap mulai tahun 2020.
Menurut Budi, kereta semicepat itu ditargetkan memiliki kecepatan rata-rata 145 kilometer (km) per jam dan kecepatan maksimal 160 km per jam. Dengan kecepatan semacam itu, kereta semicepat tersebut diharapkan bisa mempersingkat waktu perjalanan Jakarta-Surabaya.
Saat ini, perjalanan kereta api dari Jakarta ke Surabaya sejauh 720 km membutuhkan waktu sekitar 9 jam. ”Dengan kereta semicepat ini, perjalanan Jakarta-Surabaya diharapkan bisa ditempuh dalam waktu 5 jam sampai 5,5 jam,” ujar Budi.
Dia menambahkan, dengan waktu tempuh 5 jam sampai 5,5 jam, kereta semicepat Jakarta-Surabaya itu diyakini akan sangat diminati masyarakat dan bahkan bisa bersaing dengan pesawat terbang.
”Pesawat terbang Jakarta-Surabaya itu, kan, waktu terbangnya 1,5 jam, belum termasuk waktu tunggunya. Jadi, kereta ini relatif bisa berkompetisi dengan pesawat,” ucapnya.
Budi menyebutkan, berdasarkan rencana yang ada, kereta semicepat itu akan melalui jalur kereta api Jakarta-Surabaya yang sudah ada. Penggunaan jalur lama itu dipilih karena bisa memperkecil anggaran, sekaligus bisa mempertahankan pusat-pusat perekonomian yang sekarang sudah ada di sepanjang jalur kereta api Jakarta-Surabaya.
Namun, Budi menuturkan, saat ini juga ada usulan agar pemerintah membangun rel tambahan di samping jalur lama kereta api Jakarta-Surabaya. Rel tambahan itu akan menjadi jalur khusus bagi kereta semicepat. Keberadaan rel tambahan itu akan membuat perjalanan kereta semicepat tidak terganggu oleh perjalanan kereta api reguler.
”Kalau ada rel tambahan, perjalanan kereta api yang ada juga tidak terganggu saat pembangunan konstruksi dimulai,” lanjutnya.
Budi memaparkan, pembangunan kereta semicepat akan dilakukan secara bertahap. Pembangunan diharapkan bisa dimulai tahun depan dan pada 2020 kereta semicepat ditargetkan bisa mulai beroperasi secara bertahap, tidak langsung melayani rute Jakarta hingga Surabaya. ”Jadi, bisa saja tahun 2020 itu yang beroperasi Jakarta-Semarang dulu,” katanya.
Kajian
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Unggul Priyanto mengatakan, pihaknya ikut terlibat dalam melakukan kajian proyek kereta semicepat Jakarta-Surabaya. Berdasarkan kajian BPPT, ada sejumlah skenario terkait jalur kereta semicepat tersebut.
Skenario pertama adalah menggunakan jalur lama Jakarta-Surabaya, tetapi dengan membangun rel tambahan sebagai jalur khusus untuk kereta semicepat tersebut. Apabila skenario ini yang dipakai, besaran anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 85 triliun dengan waktu tempuh Jakarta-Surabaya sekitar 5,5 jam.
Skenario kedua, membangun jalur baru khusus untuk kereta semicepat tersebut. Dengan adanya jalur baru, waktu tempuh Jakarta-Surabaya bisa dipersingkat menjadi hanya 3 jam, tetapi anggaran yang dibutuhkan menjadi dua kali lipat, yakni Rp 170 triliun. ”Selain itu, pembangunan jalur baru juga membutuhkan lahan yang lebih luas,” ujar Unggul.
Ia mengatakan, skenario mana yang akan dipilih merupakan kewenangan pemerintah. ”Kami hanya memberikan opsi-opsi beserta konsekuensinya. Jadi, opsi mana yang diambil tergantung dari keputusan pemerintah,” ucap Unggul. (HRS)