Ajun Komisaris Besar Audie Latuheru, Polisi Berkualifikasi Pilot Airbus A320
Melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat menjadi slogan yang melekat bagi anggota kepolisian, tak terkecuali Ajun Komisaris Besar Yulius Audie Sonny Latuheru. Yulius yang saat ini menjabat sebagai Wakil Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya mengungkapkan, untuk dapat memenuhi slogan tersebut, seorang polisi harus memiliki beragam keahlian.
Anggota polisi lulusan Akademi Kepolisian tahun 1996 ini menjadi salah satu anggota yang memiliki kualifikasi lengkap, seperti penerjun payung, penjinak bom, penyelam, ahli menembak, ahli bela diri, memiliki kemampuan IT, dan memiliki sertifikat sebagai pilot Airbus A320 EASA.
Ajun Komisaris Besar Yulius Audie Sonny Latuheru satu-satunya polisi di Indonesia yang memiliki kualifikasi penerbang Airbus A320 dengan lisensi standar Eropa.
Berikut petikan wawancara Kompas dengan Yulius Audie Sonny Latuheru atau dikenal dengan nama Audie Latuheru, Senin (4/12).
Tanya (T): Apa yang menjadi alasan Anda mendalami beragam keahlian ini?
Jawab (J): Saya menganggap keahlian saya ini sebagai hobi yang bermanfaat. Polisi itu pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Orang menjadi pelindung itu pastinya harus lebih kuat dari yang dilindungi, Selain itu, menurut saya, kejahatan adalah bayang-bayang peradaban manusia. Kejahatan berkembang menurut perkembangan zaman. Polisi harus mampu mengikuti perkembangan tersebut.
Masyarakat yang harus dilayani juga sangat beragam dari berbagai disiplin ilmu. Alangkah baiknya jika seorang polisi memiliki beragam ilmu dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk punya banyak ilmu, kami tidak boleh membatasi diri belajar hal-hal itu saja. Apabila perlu, polisi itu harus serba bisa.
T: Lantas, apa kaitan antara belajar ilmu penerbangan dan tugas kepolisian?
J: Kita tidak pernah tahu, mungkin saja orang yang saya layani dari kalangan penerbangan. Polisi itu memberi solusi terhadap adanya permasalahan. Bagaimana kita memberikan saran ke orang-orang di dunia penerbangan kalau kita tidak paham? Kejadian tindak pidana di penerbangan sudah saya pelajari dan saya pahami seluk beluknya.
Dunia penerbangan di Indonesia itu adalah satu komunitas dengan perputaran ekonomi yang sangat tinggi. Lalu lintas manusia yang besar dalam sehari. Di mana berkumpulnya banyak orang, di situ ada potensi gangguan kerawanan. Itu menjadi salah satu tanggung jawab kepolisian untuk mengantisipasi kerawanan tersebut. Keberadaan kita di suatu tempat harus ada manfaat bagi orang lain. Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain.
T: Bagaimana Anda membagi waktu antara tugas kepolisian dan mempelajari beragam keahlian?
J: Tentunya dengan disiplin waktu dan menentukan prioritas. Bukan hanya waktu yang diatur, melainkan kesehatan dan pola makan juga harus tetap terjaga. Saya tidur hanya empat jam sehari. Waktu 24 jam rasanya tidak akan cukup untuk memenuhi semua keperluan ini. Karena itu, saya mulai mengurangi waktu-waktu ”nongkrong” untuk ngopi karena bukan menjadi prioritas saya.
T: Apakah Anda sempat mengalami kendala dalam mengatur waktu? Keahlian apa yang menurut Anda paling rumit untuk dipelajari?
J: Pada dasarnya, tidak ada keahlian khusus yang rumit untuk dipelajari menurut saya. Masalahnya adalah bagaimana cara mengatur waktu tersebut. Ketika saya di sekolah penerbangan, saya masuk tahun 2006 dan baru mempunyai lisensi pada tahun 2011 untuk menerbangkan Airbus A320. Normalnya, pendidikan tersebut bisa ditempuh dalam satu tahun. Namun, karena beragam kesibukan saya sebagai anggota kepolisian, saya harus rela menempuh sekolah penerbangan ini menjadi lebih lama.
Ketika masih sekolah di penerbangan, saya ditugaskan ke beberapa daerah, seperti Aceh dan Ambon. Kemudian, sistem sekolah penerbangan ini cukup ketat karena semua berdasarkan jam terbang. Namun, prinsip saya adalah apa yang sudah saya mulai, harus saya tuntaskan. Akhirnya, saya berhasil dinyatakan lulus dengan ujian simulator di Madrid, Spanyol, dan ujian menerbangkan pesawat Airbus A320 di Kopenhagen, Denmark.
Ketika saya di sekolah penerbangan, saya masuk tahun 2006 dan baru mempunyai lisensi pada tahun 2011 untuk menerbangkan Airbus A320.
T: Setelah lulus, apakah Anda masih sering menerbangkan pesawat Airbus?
Terakhir kali saya menerbangkan pesawat Airbus pada November lalu di Kopenhagen.
T: Untuk penerbangan domestik atau internasional?
Saya belum pernah menerbangkan pesawat Airbus di Indonesia. Belum ada penerbangan jauh dengan pesawat Airbus yang saya lakukan karena belum menjadi penerbang profesional. Jadi, saya terbang untuk memenuhi rating jam terbang dan kebutuhan sekolah penerbangan. Penerbangan yang saya lakukan itu masih di Kopenhagen saja untuk maintenance kemampuan dan jam terbang saya.
T: Berarti sejak lulus tahun 2011 hingga saat ini, penerbangan yang Anda lakukan dalam rangka latihan?
Betul, dalam rangka masih terus latihan. Di Indonesia saya biasanya lebih sering menerbangakan pesawat Cesna. Untuk profesional dan kebutuhan patroli dengan pesawat Cesna. Terbang dari Palembang ke Jakarta, Jakarta-Martapura, kemudian Jakarta-Solo, itu yang paling banyak jam terbangnya.
Saya belum pernah menerbangkan pesawat Airbus di Indonesia. Belum ada penerbangan jauh dengan pesawat Airbus yang saya lakukan karena belum menjadi penerbang profesional. Jadi, saya terbang untuk memenuhi rating jam terbang dan kebutuhan sekolah penerbangan.
T: Pernahkah terpikirkan oleh Anda untuk menjadi pilot saja setelah lulus dari penerbangan?
Oh tentu tidak (sambil tertawa). Saya tetap ingin menjadi polisi. Justru saya belajar menerbangkan pesawat untuk mendukung tugas-tugas kepolisian.
T: Apakah ada pengalaman menarik yang Anda alami ketika menjadi penerbang pesawat Airbus?
Hingga saat ini, saya merasa belum ada pengalaman menarik ataupun menonjol selama saya menerbangkan pesawat Airbus karena setelah lulus, saya masih perlu menambah jam terbang saya.
T: Kapan Anda mulai menekuni terjun payung? Apa manfaat yang Anda rasakan dengan keahlian ini?
J: Saya mulai menekuni terjun payung sejak 1999 dengan banyak kenalan di komunitas penerjun payung. Manfaatnya, saya lebih percaya diri dan tidak takut dengan ketinggian. Pernah suatu kali saya harus menyelamatkan orang yang ingin bunuh diri pada 2015 dari atas atap jembatan penyeberangan orang (JPO) Semanggi. Saat itu saya menjabat sebagai Kapolsek Setia Budi, Jakarta Selatan.
Pelaku sudah ingin bunuh diri sejak Jumat malam, ketika itu. Hingga Sabtu dari pukul 06.00, petugas pemadam dan anggota saya juga belum mampu menurunkan pelaku. Pelaku sangat agresif ketika ingin didekati petugas. Saya berpikir, jika pelaku jatuh, akan terjadi kecelakaan kendaraan beruntun di bawah JPO.
Oleh sebab itu, saya beranikan diri naik ke atap JPO tanpa pengamanan dan melakukan negosiasi selama lebih kurang 3 jam. Akhirnya, pelaku mencoba melompat, tetapi dapat saya tangkap. Saya pun hampir terjatuh ketika itu. Untungnya saya dapat meraih salah satu besi di JPO itu. Mungkin itu adalah salah satu manfaat yang saya rasakan.
Saya berpikir, jika pelaku jatuh, akan terjadi kecelakaan kendaraan beruntun di bawah JPO. Oleh sebab itu, saya beranikan diri untuk naik ke atap JPO tanpa pengamanan dan melakukan negosiasi selama lebih kurang 3 jam. Akhirnya, pelaku mencoba melompat, tetapi dapat saya tangkap. Saya pun hampir terjatuh ketika itu
T: Anda pernah terjun dalam operasi penugasan di beberapa daerah. Daerah mana saja yang paling berkesan untuk Anda?
J: Operasi Sadar Rencong III dan Operasi Cinta Meunasah di Aceh. Ketika saya beberapa kali terlibat dalam konflik senjata dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Di daerah Cot Keueng, Aceh, saya pernah terjatuh dari truk karena diberondongi tembakan oleh kelompok bersenjata. Hal tersebut mengakibatkan kaki saya cedera dan harus digips.
Kemudian, di waktu lain saya pernah terkena ledakan bom. Saat itu saya masih menjadi anggota Gegana. Kejadiannya terjadi di daerah Lampuuk, Aceh. Setelah di perjalanan pulang, saya melihat sebuah mobil Kijang Kapsul mencurigakan terparkir di pinggir jalan. Karena terlihat mencurigakan, akhirnya saya dan seorang anggota saya melakukan sterilisasi.
Namun, belum selesai sterilisasi, ternyata mobil tersebut diledakkan menggunakan remote oleh seseorang. Saya terpental, dan untungnya saya menggunakan rompi ketika itu sehingga saya hanya cedera dan sesak napas. Sayangnya, anggota saya harus kehilangan tangan akibat ledakan tersebut.
T: Anda juga mendalami bidang IT selama di kepolisian. Aplikasi apa saja yang telah Anda buat?
J: Ketika saya menjabat sebagai Kapolres OKU (Ogan Komering Ulu) Timur di wilayah Polda Sumatera Selatan, saya membuat aplikasi dengan nama Polres Okut yang dapat diunduh di App Store dan Google Play. Kami dari pihak kepolisian menyebutnya sebagai ’Polisi dalam Genggaman’. Aplikasi itu saya buat sendiri dengan melakukan coding sendiri. Fungsinya untuk menerima laporan dari masyarakat terhadap suatu kejadian secara real time.
Aplikasi ini untuk mengakomodasi jumlah masyarakat OKU Timur sekitar 600.000 orang. Jumlahnya tidak sebanding dengan jumlah polisinya yang hanya sekitar 500. Oleh sebab itu, aplikasi ini sangat membantu masyarakat untuk segera mencari bantuan polisi jika ada suatu kejadian. Ini termasuk dalam salah satu fungsi kepolisian yang harus modern mengikuti perkembangan zaman. (DD05)
Aplikasi itu saya buat sendiri dengan melakukan coding sendiri. Fungsinya untuk menerima laporan dari masyarakat terhadap suatu kejadian secara real time.