Waspadai Gejolak Beras
JAKARTA, KOMPAS — Stok beras di tingkat petani, pengusaha penggilingan, dan pedagang kini menipis seiring berkurangnya area panen. Harga beras mulai merangkak naik, sedangkan cadangan beras pemerintah jauh dari ideal. Sejumlah pihak mengingatkan adanya potensi gejolak perberasan.
Penelusuran Kompas di sejumlah sentra penghasil padi, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Lampung, dua pekan terakhir menunjukkan berkurangnya pasokan serta kecenderungan kenaikan harga gabah dan beras. Tak sedikit penggilingan padi skala kecil (kapasitas giling kurang dari 1,5 ton per jam) berhenti beroperasi karena kehabisan gabah. Sisanya beroperasi dengan kapasitas jauh di bawah normal.
Sekretaris Perkumpulan Penggilingan Padi Karangsinom, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Nur Adji memperkirakan, 70 persen dari 53 penggilingan padi di Indramayu tak beroperasi penuh karena stok gabah kurang.
Situasi serupa terjadi di Solo Raya, Jawa Tengah. Ali Mustofa, pengurus Komunitas Penggilingan Padi Jawa Tengah-Yogyakarta, menyebutkan, 40 persen dari ratusan penggilingan padi kecil di Solo Raya sudah berhenti berproduksi karena kehabisan bahan baku. Sebagian penggilingan masih beroperasi, tetapi libur 1-3 hari dalam sepekan.
Situasi ini berbeda dengan tahun lalu. Menurut Ali, pada November-Desember 2016, meski panen dan pasokan gabah berkurang, penggilingan masih beroperasi. Tahun ini, selain pasokan tipis, kebijakan harga eceran tertinggi (HET) beras juga memaksa pengusaha penggilingan berpikir ulang untuk membeli dan menyimpan gabah.
Itu karena ongkos produksi tak mampu mengejar HET, khususnya beras medium yang dipatok Rp 9.450 per kilogram di sentra produksi. Menurut data Kementerian Perdagangan, harga rata-rata beras medium nasional, Kamis (30/11), telah mencapai Rp 10.845 per kg.
Tak terkejar
Dengan harga gabah lebih dari Rp 5.000 per kg gabah kering panen (GKP) dan rendemen 50-52 persen, ongkos produksi beras di tingkat penggilingan berkisar Rp 9.600-Rp 10.000 per kg. Akibatnya, sulit bagi pengusaha penggilingan dan pedagang mengejar HET beras medium.
Di Anjatan, Kabupaten Indramayu, harga gabah Rp 5.500 per kg GKP. Harga ini naik 20 persen ketimbang saat panen Agustus yang berkisar Rp 4.500-Rp 4.600 per kg, juga jauh lebih tinggi dari harga pembelian pemerintah (HPP) Rp 3.700 per kg GKP.
Di Klagensrampat, Kecamatan Maduran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Jumat (24/11), harga gabah di tingkat petani Rp 5.300 per kg GKP. Harga ini naik 17-26 persen dibandingkan satu bulan sebelumnya yang berkisar Rp 4.200-Rp 4.500 per kg. Sementara harga gabah kering giling (GKG) di Jawa Timur rata-rata naik dari Rp 5.300 per kg menjadi 5.900 per kg dua bulan terakhir.
Di Mranak, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, harga gabah naik dari Rp 5.600 per kg GKG jadi Rp 6.000 per kg tiga pekan terakhir. Selain mengandalkan stok gabah dari panen musim sebelumnya, sejumlah pengusaha penggilingan juga harus berburu gabah hingga ke kabupaten, bahkan lintas provinsi.
Pasokan beras juga berkurang seiring kenaikan harga beras. Di Pasar Beras Johar, Karawang, menurut Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Beras Johar Sri Narbito, beras medium yang dua bulan lalu dijual Rp 9.200 per kg kini dijual Rp 9.500 per kg.
Kenaikan harga juga terpantau, antara lain, di Pasar Genteng, Surabaya; Pasar Beras Dargo, Semarang; Pasar Tugu dan Koga, Bandar Lampung; serta Pasar Legi, Solo. Di warung-warung pengecer di perkampungan penghasil padi, seperti di Haurgeulis dan Anjatan (Indramayu) serta Siwalan (Pekalongan), harga beras termurah naik dari Rp 9.000 per kg menjadi Rp 10.000 per kg dalam dua bulan terakhir.
Stok terendah
Kenaikan harga beras terekam pada inflasi Oktober 2017. Badan Pusat Statistik mencatat, kelompok pengeluaran bahan makanan secara umum mengalami deflasi 0,45 persen. Namun, 3 dari 11 subkelompok justru mengalami inflasi, yakni padi-padian, umbi-umbian, dan subkelompok lain. Komoditas yang dominan menyumbang inflasi adalah cabai merah (0,05 persen) dan beras (0,04 persen).
Tingginya harga juga menyulitkan Perum Bulog menyerap beras. Sampai Jumat (24/11), realisasi pengadaan beras oleh Bulog baru 2,12 juta ton, sekitar 56 persen dari target pengadaan tahun ini yang ditetapkan 3,74 juta ton. Stok beras Bulog sampai tanggal yang sama 1,16 juta ton. Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, stok akhir tahun diperkirakan tinggal 700.000 ton.
Stok akhir tahun itu, menurut Dewan Pembina Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia M Husein Sawit, merupakan stok terendah dalam 10 tahun terakhir. Cadangan beras pemerintah (CBP) yang dianggarkan 280.000 ton juga dinilai tidak ideal. CBP, yang antara lain dipakai untuk mengintervensi harga melalui operasi pasar, idealnya 1,3 juta ton hingga 2 juta ton.
Sejumlah pemerintah daerah mulai menggelontor beras untuk meredam gejolak harga. Setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, operasi pasar digelar Pemprov dan Bulog Divre Lampung mulai Selasa (28/11).
Di Jawa Timur, menurut Kepala Perum Bulog Divre Jawa Timur Muhammad Hasyim, permintaan beras untuk operasi pasar telah disampaikan Pemerintah Kabupaten Trenggalek, Kediri, dan Lamongan.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menilai, inflasi beras masih sangat kecil. Stok beras Bulog juga dinilai masih cukup dan ada lebih dari 1 juta hektar sawah akan dipanen hingga akhir Desember 2017.
Dalam beberapa kesempatan, Amran mengatakan, Kementerian Pertanian sejak tiga tahun lalu telah berupaya mengatasi problem paceklik. Caranya, dengan menambah luas tanam untuk memastikan panen setidaknya 1 juta hektar per bulan. Dengan demikian, produksi selalu lebih tinggi dari rata-rata kebutuhan setiap bulan.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tjahja Widayanti menyatakan hal senada. Menurut dia, pemerintah siap mengintervensi pasar, termasuk ketika permintaan naik menjelang hari raya Natal 2017 dan Tahun Baru.
Seperti tahun 2017, pemerintah menganggarkan Rp 2,5 triliun untuk cadangan beras tahun 2018, setara sekitar 280.000 ton beras. Jumlah itu dinilai sangat kecil jika menilik jumlah penduduk Indonesia lebih dari 250 juta jiwa. Husein Sawit mencontohkan, stok beras negara dengan jumlah penduduk lebih kecil dari Indonesia, seperti Thailand, adalah 1,1 juta ton. Sementara Korea Selatan dan Filipina masing-masing mencadangkan 1 juta ton.
(VIO/DIT/REN/RWN/WHO/SYA/ACI/IKI/MKN)