JAKARTA, KOMPAS — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi masih menganalisis temuan berupa dokumen dan catatan-catatan penting dari penggeledahan di sejumlah titik di Jambi, akhir pekan lalu. Kemungkinan untuk memeriksa Gubernur Jambi Zumi Zola pun terbuka. Sepanjang penyidik KPK membutuhkan pemeriksaan setiap pihak yang dinilai mengetahui tentang suap yang melibatkan pejabat Pemerintah Provinsi Jambi dan anggota legislatif daerah tersebut, Zumi Zola pun bisa diperiksa.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, Senin (4/12) di Jakarta, mengatakan, perkembangan kasus Jambi terus berakselerasi dengan cepat. Sebagai hasil pengembangan dari operasi tangkap tangan terhadap sejumlah pejabat Provinsi Jambi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Selasa (28/11), penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat dan menemukan dokumen-dokumen serta catatan penting yang diduga berkaitan dengan pengurusan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jambi tahun 2018.
Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yakni Erwan Malik (Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Jambi), Saipudin (Asisten Daerah III Jambi), Arfan (Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), serta Supriono (anggota DPRD Jambi).
Saipudin dan Supriono ditangkap KPK seusai melakukan transaksi suap di luar sebuah restoran di Jambi. Uang Rp 400 juta ditemukan dalam transaksi tersebut. Selain itu, penyidik KPK juga menemukan Rp 1,3 miliar di rumah Saipudin. Uang yang dimiliki Sipudin itu diketahui berasal dari Wahyudi (anak buah Arfan).
Dalam pengembangan kasus tersebut, KPK menggeledah lima lokasi di Jambi pada Jumat hingga Sabtu lalu, yakni kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), rumah Erwan Malik, rumah Arfan, kantor Gubernur Jambi, dan kantor Sekretaris Daerah Jambi. Sejumlah dokumen ditemukan KPK yang terkait dengan pembahasan anggaran dan catatan-catatan tulisan tangan pihak-pihak tertentu dari lima lokasi yang digeledah.
”Selain itu, penyidik menerima pengembalian uang dari salah satu pihak yang terkait dengan kasus ini. Nilai uang sekitar ratusan juta rupiah. Terhadap uang tersebut, dilakukan penyitaan. Pengembalian ini tentu membantu penyidik dalam menangani perkara. Jika ada pihak lain yang mengembalikan, termasuk yang sudah menerima sebelumnya, tentu pengembalian akan menjadi faktor meringankan,” tutur Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Dari rumah Arfan, penyidik KPK menerima kembali barang bukti uang Rp 3 miliar dalam dua koper yang ditemukan saat tangkap tangan Selasa lalu. Barang bukti itu diduga sebelumnya sempat dibawa pergi ke rumah kerabat Arfan. Namun, saat penyidik menggeledah kediaman Arfan, uang tersebut diantarkan kembali kepada penyidik. Uang itu diduga akan dibagi-bagikan kepada anggota DPRD Jambi untuk memuluskan pengesahan APBD Jambi 2018.
Priharsa mengatakan, penyidik sedang menganalisis dokumen, catatan, dan tulisan tangan yang diperoleh dari lokasi penggeledahan. ”Temuan-temuan itu masih dalam proses analisis. Ini kasusnya, kan, baru beberapa hari, dan kami masih fokus pada tersangka yang telah ditetapkan sebelumnya,” ujarnya.
Pemeriksaan terhadap Zumi Zola menyusul penggeledahan oleh penyidik pada akhir pekan lalu, menurut Priharsa, dimungkinkan apabila ada kebutuhan dari penyidik. ”Saya belum mendapat informasi mengenai rencana pemeriksaan terhadap Gubernur (Zumi Zola). Tetapi, semua pihak yang dinilai perlu untuk diperiksa juga akan diperiksa,” ucapnya.
Sebanyak 16 orang diamankan di Jambi dan Jakarta oleh KPK pada Selasa lalu. Mereka diduga terkait dengan dugaan suap yang dilakukan pejabat Pemprov Jambi kepada sejumlah anggota DPRD Jambi untuk memuluskan pembahasan APBD Jambi tahun 2018.
Mereka yang ditangkap di Jambi ialah Supriono (anggota DPRD Jambi), Arfan (Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Jambi), Saipudin (Asisten Daerah III Jambi), Nurhayati (istri Saipudin), Atong (anak buah Saipudin), Geni Waseso Segoro (swasta), Dheny Ivan (anak buah Arfan), Wahyudi (anak buah Arfan), Rinie (staf di Dinas PUPR Jambi), Surip (sopir Supriono), Wasis (Kepala UPTD Alat dan perbekalan Jambi), serta Otong (sopir Arfan).
Adapun empat orang yang diamankan di Jakarta ialah Erwan Malik (Pelaksana Tugas Sekda Jambi), Amidy (Kepala Perwakilan Provinsi Jambi di Jakarta), Asrul (swasta), dan Varial Adhi Putra (Kepala Dinas Perhubungan Jambi).
Pemberian uang oleh pejabat Pemprov Jambi kepada anggota DPRD Jambi itu dimaksudkan untuk memengaruhi pembahasan APBD Jambi 2018, sekaligus membujuk sejumlah anggota DPRD Jambi, yang sebelumnya menyatakan tidak akan datang dalam pembahasan APBD, supaya mau datang dalam rapat pembahasan.
Perbaikan sistem
Priharsa menuturkan, KPK dalam tiga tahun terakhir ini gencar memperbaiki sistem penganggaran di daerah. Perbaikan yang dilakukan melalui mekanisme koordinasi, supervisi, dan pencegahan itu dilakukan pada lebih dari 20 daerah. Ironisnya, dari daerah-daerah yang didampingi oleh KPK, beberapa daerah justru terkena operasi tangkap tangan KPK. Jambi, Bengkulu, Nganjuk, dan Mojokerto adalah contoh daerah-daerah yang didampingi oleh KPK, tetapi pejabatnya malah tertangkap tangan menerima dan memberi suap terkait penempatan jabatan, mutasi, pengeluaran izin usaha, dan pengurusan anggaran daerah.
Perbaikan yang diharapkan dari daerah-daerah itu ternyata belum terjadi. Program e-budgeting, dan e-planning yang dibangun di daerah-daerah dampingan itu dikotori dengan praktik suap yang masih terjadi, baik antara pemerintah daerah dan DPRD setempat maupun antara pemerintah daerah dan pihak swasta. Penempatan dan mutasi pejabat yang diwarnai dengan ”uang pelicin” juga menjadi pola yang berulang di daerah-daerah tersebut.
Membaca pola tersebut, Priharsa menyebutkan, KPK tidak kecolongan. Upaya perbaikan sistem penganggaran daerah terus diupayakan KPK. Penindakan menjadi jalan terakhir bagi daerah yang masih tidak transparan dan akuntabel dalam menjalankan penganggaran.
Senin ini, KPK memeriksa tiga kepala daerah yang tersangkut kasus suap. Mereka adalah Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, dan Wali Kota Mojokerto Mas’ud Yunus. Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Mas’ud Yunus yang usai diperiksa KPK sekitar pukul 16.30 mengatakan, dirinya diminta menjawab 14 pertanyaan oleh penyidik. Namun, ia enggan merinci lebih jauh hal-hal apa saja yang ditanyakan penyidik. Wali Kota berstatus tersangka yang belum ditahan KPK itu datang mengenakan batik dan peci.
Ditanya mengenai kesiapannya ditahan KPK, Mas’ud mengatakan akan mengikuti segala proses hukum. Namun, ia membantah telah memberikan instruksi suap kepada pimpinan DPRD Mojokerto. Masud diduga KPK bersama-sama dengan Kepala Dinas PU dan Penataan Ruang Pemkot Mojokerto Wiwiet Febryanto memberikan suap berupa hadiah atau janji kepada pimpinan DPRD Kota Mojokerto. Suap dilakukan agar DPRD Kota Mojokerto menyetujui pengalihan anggaran dari anggaran hibah Politeknik Elektronik Negeri Surabaya menjadi anggaran program penataan lingkungan pada Dinas PUPR Kota Mojokerto tahun 2017 senilai Rp 13 miliar.
Priharsa mengatakan, KPK dalam pemeriksaan tersangka tidak mencari pengakuan dari yang bersangkutan. ”Kami hanya mencatat jawaban dan pernyataan tersangka dalam pemeriksaan karena tersangka memiliki hak ingkar saat diperiksa,” ujarnya.