AMBON, KOMPAS — Polisi membongkar produksi merkuri di Pulau Kelang, tepatnya di Desa Tonu Jaya, Kecamatan Waesala, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku, Selasa (28/11). Di tempat itu ditemukan 322 kilogram batu sinabar, 23 kilogram merkuri siap jual, dan 5 alat produksi merkuri.
Demikian diungkapkan Kepala Kepolisian Resor Seram Bagian Barat Ajun Komisaris Besar Agus Setiawan di Ambon, Maluku, Rabu (29/11). Polisi menahan La Budiman (47), pemilik tempat pengolahan, dan pelaku lain bernama La Rahman yang bekerja sama dengan La Budiman.
Agus mengatakan, produksi bahan berbahaya itu terbongkar atas laporan masyarakat yang resah dengan aktivitas kedua pelaku. Polisi lalu bergerak ke salah satu pulau terpencil di Maluku itu.
"Aktivitas itu dilakukan sejak Februari 2017," katanya.
Batu sinabar, bahan baku merkuri, merupakan hasil penambangan ilegal di Gunung Tembaga, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat. Aktivitas tambang itu berlangsung sejak Januari 2013 hingga kini.
Dibutuhkan waktu sekitar 2 jam berperahu motor dari Pulau Kelang untuk mencapai pesisir dekat Gunung Tembaga. Kepada polisi, La Budiman mengatakan, batu sinabar dibeli dari penadah seharga Rp 135.000 per kilogram (kg). Harga batu sinabar di Gunung Tembaga paling tinggi Rp 90.000 per kg.
Adapun merkuri produksi kedua pelaku dijual Rp 350.000 per kg. Merkuri didistribusikan ke Pulau Buru yang dicapai dengan waktu tempuh 2 jam dengan perahu motor. Merkuri biasanya dipakai untuk mengolah emas hasil tambang liar.
Di Pulau Buru ada tiga lokasi tambang liar emas yang mulai beroperasi sejak 2011 hingga saat ini, yakni Gunung Botak, Gunung Nona, dan Gogorea. Harga merkuri di lokasi tambang itu sekitar Rp 450.000 per kg.
Menurut Agus, La Budiman dijerat dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Polisi kini mendalami jaringan pengolahan merkuri di daerah itu, termasuk rute distribusi dan kemungkinan keterlibatan pelaku lain.
Rencana penutupan
Kepala Bagian Humas Pemerintah Provinsi Maluku Bobby Palapia mengatakan, Pemprov Maluku berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat dan sejumlah kementerian/lembaga di tingkat pusat mengenai rencana penutupan tambang sinabar di Gunung Tembaga. Tenggatnya paling lambat 8 Desember 2017.
Para petambang yang berjumlah sekitar 500 diminta meninggalkan lokasi. Setelah tenggat lewat, aparat akan mengambil langkah hukum. Imbauan sudah disampaikan melalui selebaran dan tatap muka dengan perwakilan pemerintah pusat dan daerah di lokasi tambang, Jumat pekan lalu.
Saat itu, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengatakan, pemerintah akan memberikan solusi bagi para petambang, yakni memberdayakan masyarakat dengan menanam pohon di lokasi bekas tambang dan optimalisasi sektor kelautan. (FRN)