Pijar Api Indikasikan Peningkatan Potensi Letusan
JAKARTA, KOMPAS — Pijar api masih terlihat di puncak Gunung Agung hingga Senin (27/11). Ini merupakan ciri khas indikasi Gunung Agung akan meletus. Oleh sebab itu, statusnya dinaikkan dari ”Siaga” menjadi ”Awas” pada pukul 06.00 Wita hari ini.
Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, pijar api pada letusan Gunung Agung mengindikasikan peningkatan potensi terjadinya letusan. ”Sama seperti kejadian pada 1963. Sebelum meletus, pijar api ini muncul,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Pijar api pada letusan Gunung Agung mengindikasikan peningkatan potensi terjadinya letusan. Sama seperti kejadian pada 1963. Sebelum meletus, pijar api ini muncul.
Berdasarkan pantauan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Sutopo memaparkan, erupsi dari Selasa (21/11) hingga Sabtu (25/11) menandakan magma yang bergerak ke kawah Gunung Agung. Dari hasil pengamatan dengan drone, rekahan kawah terlihat membesar dan muncul lubang yang mengeluarkan asap solfatara dan bau belerang.
PVMBG mencatat, dari pukul 00.00 sampai 06.00 Wita, tinggi letusan mencapai 3.000 meter dan disertai pijar api. Selain itu, ada satu gempa vulkanik dalam dan satu gempa tektonik lokal.
Oleh karena itu, BNPB menetapkan kawasan rawan bencana dengan radius 8-10 kilometer dari puncak Gunung Agung. Ada 22 desa dengan total perkiraan penduduk 90.000-100.000 jiwa. BNPB berperan dalam mendampingi Pemerintah Provinsi Bali dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah setempat untuk mengevakuasi warga yang masih berada di zona tersebut.
- Gunung Agung Terus Mengeluarkan Material Panas
- Sejumlah Penerbangan di Berbagai Kota Dibatalkan
- Kubah Lava Terbentuk di Kawah
- Gunung Agung Terus Mengeluarkan Asap dan Abu Vulkanik
- Gunung Agung Masih Semburkan Abu Kelabu Pekat
- Bau Belerang Begitu Menyengat
- Gunung Agung Semburkan Abu Setinggi 1.500 Meter
Berdasarkan data BNPB pada Sabtu (25/11), jumlah pengungsi diperkirakan sudah mencapai 29.000 jiwa yang tersebar di 224 titik. ”Hari ini mungkin mencapai 40.000 jiwa,” ucap Sutopo.
Berdasarkan data BNPB Sabtu (25/11), jumlah pengungsi diperkirakan sudah mencapai 29.000 jiwa yang tersebar di 224 titik. Hari Senin ini mungkin mencapai 40.000 jiwa.
Salah satu faktor warga menolak dievakuasi berkaitan dengan hewan ternak mereka, seperti sapi, kambing, dan babi. Sutopo mengatakan, ternak sangat berarti bagi penduduk di sana secara kepercayaan, adat, dan spiritualitas. Total ternak yang ada di kawasan rawan bencana mencapai 14.000 ekor. Jumlah ternak yang sudah dievakuasi sebanyak 8.543 ekor. Karena itu, pihaknya sedang mengirim kendaraan tambahan untuk evakuasi ternak.
Masyarakat yang berada di sekitar kawasan rawan bencana diimbau menggunakan masker serta selalu membersihkan atap rumah dari pasir dan abu yang menumpuk. Sutopo menyebutkan, sejumlah rumah roboh akibat tumpukan pasir dan abu yang terlalu berat di atap rumah pada erupsi Gunung Agung tahun 1963.
Secara garis besar, ada dua ancaman dampak letusan Gunung Agung pada kawasan rawan bencana tersebut. Sutopo memaparkan, ancaman pertama bersumber dari material yang langsung dilontarkan gunung berupa batu pijar, bom, lapili, lava yang bersuhu kira-kira 1.200 derajat celsius, serta awan panas dengan kisaran temperatur 800 derajat celsius.
Adapun ancaman kedua berupa banjir lahar hujan. Banjir ini terjadi karena adanya aliran air dari yang mengangkut material dari puncak gunung. ”Curah hujan di Bali semakin meningkat. Karena itu, risiko banjir lahar hujan pun meningkat. Pagi ini banjir lahar hujan terjadi,” lanjut Sutopo.
Bandara ditutup
Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia atau AirNav Indonesia resmi menutup Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, Senin ini pukul 07.15 Wita hingga 18 jam ke depan. Dalam rentang waktu tersebut, ada evaluasi setiap 6 jam sekali untuk menentukan dapat dibuka kembali atau tidak.
Manajer Hubungan Masyarakat AirNav Indonesia Yohanes Harry Sirait menuturkan, pihaknya terus memonitor pergerakan debu vulkanik melalui koordinasi dengan PVBMG, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, serta Darwin Volcanic Ash Advisory Center.
Di permukaan, Bandara I Gusti Ngurah Rai memang tidak tertutup debu. Akan tetapi, di ketinggian 26.000 kaki, jalur udara untuk lalu lintas pesawat diselimuti abu vulkanik.
Yohanes menuturkan, penutupan ini karena abu vulkanik menutupi jalur udara di sekitar Bali. Jalur udara yang terganggu berada di ketinggian 26.000 kaki atau sekitar 8.000 meter dari permukaan. ”Di permukaan, Bandara I Gusti Ngurah Rai memang tidak tertutup debu. Akan tetapi, di ketinggian 26.000 kaki, jalur udara untuk lalu lintas pesawat diselimuti abu vulkanik,” ujarnya saat dihubungi Kompas.
Abu vulkanik berbahaya bagi pesawat. Yohanes memaparkan, abu vulkanik dapat menggores kaca kokpit pesawat dan membuat pandangan pilot terganggu. Abu vulkanik pun dapat tersedot ke mesin pesawat dan menyebabkan kerusakan pada baling-baling dan bilah turbin.
Sementara itu, AirNav Indonesia telah menyiapkan 10 bandara sebagai pengalihan pendaratan pesawat yang akan ke Bali. Yohanes menyebutkan, bandara-bandara itu terletak di Jakarta, Surabaya, Solo, Makassar, Kupang, Balikpapan, Ambon, Manado, Praya, dan Banyuwangi.
Tidak hanya penerbangan ke Bali yang dilarang, jalur udara di atas Pulau Bali pun dialihkan. ”Kami telah membuat alur alternatif sehingga pesawat tidak melewati jalur udara di atas Bali,” ucap Yohanes.
Rata-rata lalu lintas pesawat di Bandara I Gusti Ngurah Rai mencapai 530 pergerakan per hari. Sutopo menyebutkan, sejak Sabtu (25/11) sampai Minggu (26/11), sudah ada 9.195 penumpang yang membatalkan penerbangan dari Bali. Oleh karena itu, tersedia 100 bus untuk evakuasi penumpang melalui jalur darat. (DD09)