Siaga Banjir Jelang Desember
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang Desember, hujan deras seperti yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur, pada Jumat (24/11) diprediksi akan semakin meningkat di Pulau Jawa. Masyarakat diminta meningkatkan kesiapsiagaan, terutama di daerah-daerah langganan banjir.
Hujan deras selama sekitar enam jam, pukul 10.00-16.00, di Surabaya, kemarin, menyebabkan banjir hingga setinggi 50 sentimeter di sejumlah tempat di kota ini. Tingginya genangan air menyulitkan untuk membedakan antara jalan dan saluran air meski air tampak bergerak menuju drainase, seperti terjadi di Jalan Ketintang Madya yang terendam hingga sekitar 30 sentimeter.
”Selama ini, sekolah kami tak pernah banjir seperti ini. Kemungkinan volume air di rumah pompa terdekat di Gunung Sari meningkat dan bersamaan dengan air laut pasang sehingga air tidak langsung bergerak,” kata Hartini, guru SMP Baitussalam.
Banjir di wilayah itu menyebabkan kemacetan lalu lintas di sejumlah jalan protokol, seperti Jalan A Yani, Jalan Raya Darmo, Jalan Diponegoro, dan Jalan Basuki Rahmat. Kemacetan mulai terurai ketika air mulai surut sekitar pukul 19.30. Seorang warga tewas akibat tersengat aliran listrik di tengah banjir.
Hujan deras di Surabaya tersebut, menurut peneliti cuaca dan iklim ekstrem dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Himpunan Ahli Geofisika Indonesia, Siswanto, karena monsun Asia yang basah semakin menguat. Hal itu juga disebabkan aktifnya pola intertropical convergence zone, yaitu daerah pertemuan angin pasat dari belahan bumi utara dan angin pasat dari belahan bumi selatan akibat adanya aktivitas tekanan rendah di sekitar khatulistiwa.
Menjelang Desember, hujan deras seperti terjadi di Surabaya ini kemungkinan akan semakin meningkat di Pulau Jawa.
Hujan deras juga menyebabkan banjir di wilayah Nagari Ganggo Hilir, Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, sejak Kamis malam hingga Jumat pagi. Banjir yang merendam 20 rumah ini merupakan yang kedua kali selama November ini. Pada 16 November, banjir di Nagari Simpang Tonang, Kecamatan Dua Koto, mengakibatkan 5 hektar sawah rusak dan memutus dua jembatan.
Kepala BMKG Minangkabau Achadi Subarkah R meminta masyarakat mewaspadai potensi banjir dan longsor hingga akhir November, yang merupakan puncak hujan di Sumbar.
Longsor juga mengancam sejumlah daerah. Sepekan terakhir, di Kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, 21 rumah retak-retak akibat pergerakan tanah.
”Rumah-rumah tidak ambruk, tetapi retak-retak pada bagian fondasi dan dinding,” kata Kepala Desa Panulisan Timur Ujang Haryanto saat dihubungi dari Banyumas. Lebar rekahan tanah mencapai 20 sentimeter.
Selain pergerakan tanah, di Desa Matenggeng, Kecamatan Dayeuhluhur terjadi tanah longsor yang menyebabkan sebagian jalan desa tertutup pada 22 November lalu. Tinggi longsoran mencapai 4 meter dengan panjang 12 meter. Adapun di Desa Negarajati, Kecamatan Cimanggu, tanah ambles menyebabkan dua rumah terancam ambruk.
Cuaca ekstrem
Siswato mengingatkan, meningkatnya cuaca ekstrem di sejumlah daerah disebabkan menguatnya siklon tropis. Menurut penelitiannya berdasarkan data 1960-2010, ditemukan tren pembentukan siklon tropis kategori 3 di Samudra Hindia bagian selatan naik signifikan, baik jumlah maupun durasi hidup. Siklon tropis kategori 3 ini kuat dan merusak. Menguatnya intensitas siklon tropis ini terutama terjadi di perairan Samudra Hindia.
”Jadi, wilayah yang rentan mengalami peningkatan cuaca ekstrem adalah yang berbatasan dengan Samudra Hindia, utamanya di bagian barat Sumatera dan selatan Jawa. Cuaca di wilayah ini sangat mungkin dipengaruhi oleh badai tropis yang sebagian besar pusatnya ada di laut lepas,” kata Siswanto.
Terkait perkembangan bibit siklon selatan Jatim, ia mengkhawatirkan potensi hujan ekstrem dan angin kencanguntuk daerah Tasikmalaya, Kebumen, Yogyakarta, dan daerah-daerah pesisir selatan lainnya.
Puting beliung meningkat
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kejadian puting beliung juga semakin ekstrem. Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugrohomengatakan, frekuensi puting beliung meningkat dalam kurun 15 tahun terakhir. Bahkan, puting beliung kini menjadi bencana paling sering terjadi nomor dua setelah banjir. Selama tahun ini saja telah terjadi 624 kejadian puting beliung yang menyebabkan 30 orang meninggal, 166 orang luka-luka, serta 13.692 orang menderita dan mengungsi. Bencana ini juga menyebabkan 12.607 rumah dan ratusan bangunan publik rusak.
Berdasarkan data BNPB, dalam kurun 2002-2017, bencana puting beliung paling sering terjadi di wilayah Jateng (1.311 kali), Jatim (819 kali), dan Jawa Barat (737 kali). Sementara untuk tingkat kabupaten, yang paling kerap dilanda bencana ini adalah Cilacap (Jateng) sebanyak 204 kali, Bogor (Jabar) 162 kali, dan Bojonegoro (Jatim) 108 kali.
Di Jabar, misalnya, sebulan terakhir puting beliung melanda sejumlah kawasan di Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat. Akibatnya, ratusan rumah warga rusak. Prakirawan BMKG Bandung, Muhamad Iid Mujtahidin, mengatakan, angin kencang dengan kecepatan 15-25 knot masih berpotensi terjadi di sejumlah wilayah Jabar.
Sebagaimana puting beliung, frekuensi banjir paling tinggi juga terjadi di Jawa, dalam hal ini Jatim, yang pada tahun ini sudah mengalami 97 kejadian. Jateng menempati peringkat kedua dengan 96 kejadian, disusul Jabar dengan 58 kejadian. Sementara area yang paling kerap dilanda longsor adalah Jateng (195 kejadian), Jabar (107 kejadian), dan Jatim (97 kejadian).
Secara umum, 315 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi banjir dengan jumlah penduduk yang terpapar bahaya ini sebanyak 63,7 juta jiwa. Adapun 274 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi longsor dengan jumlah penduduk yang terpapar bahaya ini sebanyak 40,9 juta jiwa.
Dominasi kejadian banjir dan longsor di Jawa, menurut Sutopo, menunjukkan parahnya degradasi lingkungan di pulau ini serta pertumbuhan penduduk yang tinggal di zona rentan bencana. Kawasan hulu yang seharusnya menjadi kawasan lindung, resapan air, dan penyangga sistem hidrologi telah berubah menjadi lahan pertanian, perkebunan, pertambangan, dan permukiman.
(AIK/ SEM/TAM/DKA/ZAK/ETA/NIK/SYA/ADY)