Setahun Setelah Banjir Bandang Garut
GARUT, KOMPAS — Lahan seluas 6.464 hektar di hulu daerah aliran Sungai Cimanuk tengah direhabilitasi sepanjang tahun ini. Rehabilitasi ini untuk mencegah banjir bandang Garut terulang lagi saat musim hujan. Namun, luas lahan yang direhabilitasi itu masih kurang karena luas lahan kritis mencapai 10.100 hektar.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan, lewat setahun dari banjir bandang Garut yang terjadi September 2016, pemerintah pusat dan daerah berupaya memperbaiki kerusakan lingkungan hulu daerah aliran Sungai (DAS) Cinamuk yang menjadi penyebab banjir.
”Memperbaiki lingkungan hidup di hulu DAS itu bisa mencegah erosi dan pendangkalan sungai sehingga air sungai tetap dalam dan lebar sehingga tak mudah banjir,” ujar Siti di sela-sela acara Rehabilitasi Hutan Lahan (RHL) Hulu DAS Cimanuk di Kampung Ciheurang, Desa Padaawas, Kecamatan Pasirwangi, Kabupaten Garut, Rabu (22/11).
Turut hadir dalam acara itu antara lain Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar dan Bupati Garut Rudy Gunawan.
Siti menjelaskan, upaya rehabilitasi dalam hal ini penanganan pascabencana banjir dilaksanakan di dalam kawasan konservasi Perum Perhutani dan hulu DAS Cimanuk, dengan total luas lahan rehabilitasi 6.464 hektar sepanjang 2017. Meski demikian, luas lahan yang direhabilitasi itu masih kurang dari total lahan yang kritis.
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2017 total lahan kritis di hulu DAS Cimanuk mencapai 10.100 hektar atau 16,84 persen dari total lahan di sana yang seluas 59.970 hektar.
”Perbaikan harus dilakukan beberapa tahun secara terus-menerus,” ujar Siti.
Sesuai pantauan Kompas di Kampung Ciherang yang berada di sekitar hulu Sungai Cimanuk di Gunung Papandayan, lahan yang seharusnya ditanami tanaman tegak, seperti pinus atau cemara, telah berganti dengan menjadi tanam sayur, seperti bayam, tomat, dan cabai.
Berada di ketinggian sekitar 1.500 meter di atas permukaan laut, ditambah curah hujan yang tinggi dan panas yang cukup, membuat daerah itu memang subur untuk tanaman sayur. Namun, tanaman sayur membuat tanah menjadi gembur sehingga membuat erosi tanah saat hujan dan mengakibatkan pendangkalan sungai karena sedimentasi tanah.
Selain itu, air yang turun karena curah hujan tinggi juga tak dapat lagi diserap daya dukung tanah dan lingkungan sehingga menyebabkan banjir.
Berdasarkan data Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Sungai Cimanuk dan Citanduy 2017, sedimentasi DAS Hulu Cimanuk sebesar 29,58 ton per hektar per tahun. Artinya, ada 29,58 ton tanah per hektar per tahun yang mengendap menjadi sedimentasi sungai.
Adapun besaran limpasan permukaan air mencapai 99.582,6 meter kubik per detik. Artinya, saat hujan akan ada 99.582 meter kubik air hujan yang tak terserap tanah dan meluncur ke sungai. Dengan kondisi seperti ini, BPDASHL Sungai Cimanuk dan Citanduy menilai DAS ini dalam kondisi lingkungan buruk.
Tak heran pada September tahun lalu, Sungai Cimanuk meluap dan banjir bandang menerjang pusat kota Garut. Bencana ini merenggut nyawa 34 orang, 19 orang dinyatakan hilang, dan 6.361 orang terluka serta mengungsi. Badan Nasional Penanggulangan Bencana menaksir kerugian pascabencana, seperti kerusakan permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi, dan lintas sektor, mencapai Rp 288 miliar.
Awal Juni tahun ini kota Garut kembali diterjang banjir bandang. Meluapnya Sungai Badama, anak Sungai Cimanuk, membuat permukiman warga diterjang banjir bandang dengan ketinggian hingga dua meter. Meski tidak ada korban dalam peristiwa itu, ribuan rumah yang dihuni sekitar 10.000 warga terendam banjir setinggi 1-2 meter hingga lima jam. Tidak hanya itu, banjir bandang kedua setelah delapan bulan dari banjir bandang pertama itu juga membangkitkan kembali trauma dan ngeri akan bencana itu.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat Dadan Ramdan mengatakan, daya dukung lingkungan di Jawa Barat sudah rusak parah sehingga sangat rentan terjadi bencana.
”Banjir bandang terjadi karena daya dukung lingkungan untuk mengelola air sudah rusak,” ujar Dadan.
Kepentingan luas
Perbaikan hulu DAS Cimanuk mendesak dilakukan karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Salah satunya nasib warga yang kembali tinggal di daerah terjangan banjir bandang tahun lalu.
Wawan Hermawan (40), warga Kampung Cimacan, Kecamatan Tarogong Kidul, menyambut baik upaya rehabilitasi lahan di hulu Sungai Cimanuk.
Masih segar dalam ingatan kengerian banjir bandang sekitar 5-6 meter meluluhlantakkan rumahnya yang berada di bantaran sungai. Putri semata wayangnya yang berusia 10 tahun saat itu sempat luka ringan pada bagian kaki karena terbentur benda keras saat berusaha mengungsi ke dataran tinggi.
”Semoga dengan perbaikan lingkungan di hulu sungai, tidak ada lagi banjir bandang. Soalnya, sekarang kalau setiap hujan deras kami selalu waswas ada banjir,” ujar Wawan.
Tidak hanya nasib warga Garut, DAS Cimanuk Hulu mempunyai fungsi strategis berskala nasional. Sebab, di sana terdapat pembangkit listrik tenaga panas bumi yang membutuhkan pasokan air cukup secara berkelanjutan. Di bagian hilir terdapat obyek strategis nasional berupa bendungan besar Jatigede dengan fungsi utama irigasi dan pembangkit listrik.
Luas total DAS Cimanuk adalah 363.632,71 hektar yang meliputi wilayah administrasi Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu.
Dalam pengelolaannya DAS Cimanuk dibagi menjadi empat sub-DAS, yakni sub-DAS Cimanuk Hulu, sub-DAS Cipeles, sub-DAS Cilutung, dan sub-DAS Cimanuk Hilir. Masing masing sub-DAS memiliki peranan dan kontribusi yang penting terhadap karakteristik ataupun fungsi hidrologis dan ekologis DAS Cimanuk.