Dari Konservatisme ke Konser Musik
Arab Saudi menorehkan sejarah baru lagi. Ibaratnya, masih belum kering sisa air basah akibat gelombang ombak penangkapan puluhan pangeran dengan tuduhan korupsi, awal November lalu, kini negeri itu kembali mendobrak pagar budaya konservatif dengan rencana pergelaran konser musik pop modern.
Tidak usah terkejut jika laman media Arab saat ini menayangkan banyak iklan atau baliho konser musik pop modern yang untuk pertama kalinya akan digelar di kota mandiri King Abdullah, Jeddah, pada 14 Desember mendatang. Pada iklan itu tampak wajah dua penyanyi pop kelas dunia yang akan tampil dalam konser musik itu, yaitu Nelly asal Amerika Serikat (AS) dan Cheb Khaled asal Aljazair.
Bagi publik Arab dan bahkan internasional, nama penyanyi pop modern Cheb Khaled sudah sangat terkenal dengan lagu-lagu hitnya yang dirilis dalam bahasa Arab dan Perancis, seperti "Aicha", "Didi", dan "C\'est La Vie". Ia selama ini sudah biasa menggoyang panggung di Kairo, Beirut, Tunis, Casablanca (Maroko), hingga Paris dan London.
Apalagi Nelly, sang penyanyi pop asal AS yang sudah berkelas dunia. Nelly, yang memiliki nama lengkap Cornell Iral Haynes Jr, mulai mengukir debut sebagai penyanyi pop papan atas di AS dan dunia melalui album Country Grammar tahun 2000 yang terjual 8,4 juta keping.
Dua penyanyi pop papan atas kelas dunia itu didatangkan untuk menyihir publik Arab Saudi yang selama ini dikenal terbelenggu oleh budaya konservatisme Wahabi. Akhir Januari lalu, penyanyi kondang Arab Saudi, Mohammed Abdu, menggelar konser musik di Jeddah. Namun, Abdu hanya menyanyikan lagu-lagu khas Arab Teluk.
Adapun Nelly dan Cheb Khaled menganut aliran musik pop modern Barat. Penampilan keduanya di Jeddah nanti bakal menjadi pergelaran pertama kali musik pop modern di depan publik Arab Saudi.
Stasiun televisi MBC Action yang dimiliki konglomerat media, Waleed Ibrahim, disebut sebagai sponsor pergelaran kedua penyanyi pop modern itu. Waleed Ibrahim sebenarnya termasuk pengusaha yang ditangkap lembaga antikorupsi pimpinan Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman pada 4 November lalu. Namun, belakangan, beredar berita rumor bahwa ia telah dibebaskan dan kini memilih menetap di kota Dubai, Uni Emirat Arab.
Meski pergelaran konser musik pop modern itu masih kurang tiga pekan lagi, iklan mengumumkan bahwa tiket konser sudah dijual di pusat perbelanjaan populer di sejumlah kota di Arab Saudi, seperti Arabia Mall, Aziz Mall, Virgin Megastore, Saco Hardware, dan Tokyo Games.
Di pusat-pusat perbelanjaan tersebut, baliho iklan yang menampilkan wajah Nelly dan Cheb Khaled sudah terlihat banyak. Ini sebuah pemandangan yang dianggap tabu di negeri itu beberapa tahun lalu.
Seperti dimaklumi, para pemuka Wahabi di Arab Saudi selama ini menganggap konser musik dan bioskop adalah haram karena dinilai berbahaya terhadap moral. Di pusat-pusat perbelanjaan negeri itu tidak ada pertunjukan bioskop.
Tentu berita akan digelarnya konser musik pop modern di kota Jeddah merupakan bagian dari rangkaian program aksi terobosan Visi 2030. Rangkaian program aksi tersebut, seperti diumumkan melalui dekrit Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud, akhir September lalu, antara lain, mengizinkan kaum perempuan mengemudikan kendaraan. Pada 29 Oktober lalu, otoritas Arab Saudi mengumumkan akan mengizinkan kaum perempuan menonton pertandingan olahraga secara langsung di stadion mulai tahun depan.
Gebyar konser musik modern di Arab Saudi kini tampaknya dianggap sebuah keniscayaan untuk menggenjot penerimaan devisa dari sektor pariwisata, seperti yang diamanatkan Visi 2030. Dalam visi tersebut, andil sektor pariwisata dalam pendapatan devisa akan ditingkatkan.
Visi 2030 mencanangkan target, antara lain, menaikkan jumlah anggota jemaah umrah dari hanya sekitar 8 juta orang per tahun saat ini menjadi 30 juta orang dalam waktu singkat. Belanja jemaah umrah pun diharapkan naik dari 5,6 miliar dollar AS saat ini menjadi 16 miliar dollar AS.
Lain dulu, lain kini
Otoritas Arab Saudi juga mencanangkan pembangunan pusat hiburan, semacam theme rark dan pergelaran musik, di sejumlah kota untuk menarik wisatawan. Selain itu, rakyat Arab Saudi tidak perlu keluar negeri untuk mencari hiburan. Bahkan, 50 pulau di kawasan Laut Merah diberitakan akan dijadikan resor mewah oleh Arab Saudi untuk menarik wisatawan lokal dan internasional.
Arab Saudi memang lain dulu, lain sekarang. Perubahan terus menggeliat tak terbendung. Beberapa tahun lalu, negara itu hanya dikenal sebagai basis konservatisme dengan paham Wahabisme.
Saat berdiri tahun 1932, negara Arab Saudi dibangun dengan dua visi, yakni agama dan politik, berkat kolaborasi antara Mohammed bin Abdul Wahab (sayap agama/Wahabi) dan Mohammed bin Saud (sayap politik). Kolaborasi tersebut mengantarkan Arab Saudi lebih menampakkan konservatisme daripada modernisme selama ini.
Dua visi negara Arab Saudi itu memang dihormati dan dipegang teguh oleh generasi kedua pendiri negara modern Arab Saudi (1932), yakni putra-putra Muhammad bin Abdulaziz al-Saud. Akan tetapi, masa depan dua visi negara modern Arab Saudi tersebut kini dipertanyakan setelah generasi ketiga, seperti Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman, mulai memegang kendali negara.