Dana RT/RW di Jakarta Diusulkan Naik Rp 500.000
JAKARTA, KOMPAS — Dana operasional rukun tetangga dan rukun warga di Jakarta diusulkan naik Rp 500.000 per bulan. Sesuai Rancangan APBD 2018, dana operasional RT akan naik dari Rp 1,5 juta menjadi Rp 2 juta, sedangkan dana operasional RW menjadi Rp 2,5 juta per bulan.
Memang, angka itu belum disahkan. Masih menunggu persetujuan DPRD DKI Jakarta, lalu dikuatkan dalam peraturan gubernur yang harus direvisi dulu.
Menurut Asisten Pembangunan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Bambang Sugiono, alasan usulan kenaikan tersebut adalah hasil audiensi Komisi A DPRD DKI Jakarta berdasarkan hasil reses. Komisi A mengusulkan kenaikan dana operasional itu.
Anggota Komisi A dari Fraksi Gerindra, Syarif, mengatakan, usulan kenaikan dana operasional RT dan RW itu masuk dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) lurah di dalam nomenklatur penguatan kapasitas RT dan RW. Kenaikan dana Rp 500.000 itu sudah diusulkan sejak tahun 2016 berdasar hasil delegasi dari forum RT dan RW di seluruh DKI.
Selama 10 tahun, dana operasional RT dan RW belum pernah naik. Ketua RT dan RW juga merasa selama ini beban kerja mereka sangat berat saat menghadapi warga.
”Kami usulkan rekomendasi kenaikan dana operasional RT dan RW itu saat era Gubernur Ahok (Basuki Tjahaja Purnama). Namun, ada yang disepakati dan ada yang tidak. Nah, saat era Ahok dana memang naik, tetapi ada kewajiban RT dan RW melapor lewat aplikasi Qlue,” kata Syarif.
Menurut Syarif, saat itu, poin usulan Komisi A adalah kenaikan uang operasional RT dari Rp 925.000 menjadi Rp 2 juta per bulan. Adapun tunjangan RW naik dari Rp 1.450.000 menjadi Rp 2.500.000. Komisi A juga mengusulkan perubahan nomenklatur dari uang operasional menjadi honorarium.
Honorarium, tegas dia, berbeda dengan dana operasional. Honorarium melekat secara pribadi dan berwujud semacam penghargaan terhadap jabatan. Adapun dana operasional digunakan secara kelembagaan. ”Kami juga usulkan supaya pemberian honorarium dengan syarat laporan Qlue itu dievaluasi ulang atau bahkan dihapuskan,” katanya.
Kronologi pengajuan usulan kenaikan dana operasional RT dan RW ini dimulai saat masa kampanye Pilkada 2017, yaitu saat Basuki Tjahaja Purnama cuti dari jabatan gubernur. Jabatan gubernur lalu diemban pelaksana tugas (Plt) Gubernur Sumarsono yang adalah Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri. Setelah Basuki mengundurkan diri karena terjerat kasus penodaan agama, Djarot Saiful Hidayat naik jabatan sebagai gubernur. Djarot lalu meneken peraturan gubernur (pergub) kenaikan dana operasional RT dan RW, masing-masing Rp 500.000 itu.
Perubahan pelaporan
Selain menaikkan besaran anggaran, Komisi A DPRD DKI juga mengusulkan perubahan mekanisme pelaporan dana operasional RT dan RW. Dulu, RT dan RW diwajibkan melapor melalui Qlue sebelum menerima dana operasional. Qlue adalah aplikasi pelaporan yang dikembangkan Pemprov DKI dalam upaya merespons keluhan warga secara cepat dan tuntas, mulai dari pohon tumbang, saluran mampet, jalan rusak, hingga layanan KTP.
Kini, menurut Syarif, ketua RT dan RW cukup melaporkan surat pertanggungjawaban belanjanya kepada Aspem Sekdaprov DKI Jakarta. Usulan itu juga dilontarkan Aspem Sekdaprov DKI.
Nantinya, apabila disetujui, setiap tahun ketua RT dan RW akan menerima dana operasional tiga bulan sekali, dengan syarat mengumpulkan kuitansi belanjanya. Secara teknis, hal itu akan diatur dalam pergub yang akan diteken oleh Gubernur Anies Baswedan.
Menurut Syarif, mekanisme kewajiban pelaporan melalui Qlue oleh RT dan RW merepotkan. Pasalnya, latar belakang RT dan RW bukanlah pegawai, tetapi tokoh masyarakat. Oleh karena itu, RT dan RW tidak bisa diperlakukan sama seperti lurah dan camat yang memang PNS. RT dan RW terpilih melalui pemilihan umum dan ketokohannya. ”Mereka banyak yang tersinggung karena diminta melapor lewat Qlue sebelum mendapatkan dana operasional,” ungkap Syarif.
Selain dana operasional RT dan RW, PKK juga akan diusulkan mendapatkan dana operasional Rp 500.000 per bulan. Dana itu diharapkan digunakan untuk melayani posyandu anak, posyandu lansia, dan sebagainya.
Selama ini, menurut Syarif, PKK masih bersifat sukarelawan dan tidak mendapatkan stimulus apa pun. Mereka hanya mendapatkan bantuan dana Rp 75.000 per bulan. Komisi A berharap stimulus ini dapat menyejahterakan anggota PKK.
Bahkan, Syarif akan mengusulkan, pada APBD 2019, dana operasional RT dan RW akan dinaikkan sesuai upah minimum Provinsi DKI. Tujuannya, selama ini jabatan sebagai ketua RT dan RW dianggap sebagai sumber pendapatan utama.