Pendidikan Anak Usia Dini Wujudkan Generasi Berkualitas
Pendidikan anak usia dini berkualitas bagi semua anak menjadi komitmen dunia yang harus terpenuhi pada 2030, seperti yang tertuang dalam salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030. Tak terkecuali Indonesia juga harus mempersiapkan pendidikan anak usia dini yang dapat dinikmati semua anak bangsa usia 0-6 tahun yang jumlahnya saat ini berkisar 33,5 juta anak.
Oleh karena itu, investasi pendidikan anak usia dini (PAUD) dianggap semakin penting. Penyiapan sumber daya manusia suatu bangsa harus dimulai dari PAUD yang berkualitas, holistik integratif, dan inklusif untuk membentuk generasi muda yang utuh atau holistik.
Indonesia terlibat aktif dalam mengampanyekan gerakan PAUD di kawasan ASEAN. Hal ini diwujudkan dengan menggagas pendirian Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Center for Early Childhood Care Education and Parenting (SEAMEO CECCEP) yang berpusat di Indonesia.
Sebagai debut pertama dari pendirian SEAMEO CECCEP yang didukung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, digelar seminar internasional mengenai pendidikan anak usia dini dan keluarga yang efektif di era digital, Rabu (15/11) hingga Jumat (17/11) di Yogyakarta. Seminar ini dihadiri sekitar 300 orang yang terdiri dari akademisi, praktisi pendidikan, serta mahasiswa PAUD dan keluarga dari kawasan ASEAN.
Indonesia terlibat aktif dalam mengampanyekan gerakan PAUD di kawasan ASEAN. Hal ini diwujudkan dengan menggagas pendirian Southeast Asian Ministers of Education Organization Regional Center for Early Childhood Care Education and Parenting (SEAMEO CECCEP) yang berpusat di Indonesia.
Chair Board of Directors of Asia-Pacific Regional Network on Early Childhood (ARNEC) Sheldon Shaeffer mengatakan, banyak negara yang belum melihat PAUD penting sehingga intervensi anak usia dini belum dilakukan secara optimal. Padahal, banyak kajian soal pendidikan dan pengasuhan anak usia dini yang berkualitas, inklusif, dan holistik yang menunjukkan manfaat bukan hanya bagi individu, melainkan juga bagi negara dan bagi pencapaian komitmen dunia mencapai SDGs 2030.
Sheldon mengatakan, investasi pada anak usia dini harus dilakukan karena masa ini merupakan tahapan penting dari kehidupan manusia. Dengan stimulasi yang baik pada kesehatan, nutrisi, dan pengasuhan, hal itu berdampak pada perkembangan kognitif, tubuh, dan jiwa yang optimal. Anak akan siap belajar dan sukses di pendidikan dasar hingga tinggi.
”Bagi anak usia dini dari keluarga miskin, layanan PAUD akan sangat berasa dampaknya. Diharapkan intervensi ini di masa depan dapat memutuskan mata rantai kemiskinan,” ujar Sheldon.
Fondasi belajar
Kajian soal PAUD secara internasional menunjukkan, anak usia dini yang mendapat layanan PAUD berkualitas memiliki fondasi kuat sebagai pembelajar sepanjang hayat. Mereka siap bertransisi dari PAUD menuju pendidikan dasar. Peluang sukses di tahap pendidikan menengah dan tinggi juga meningkat.
PAUD menyiapkan anak untuk siap masuk ke jenjang sekolah dasar (SD). Ditambah dengan penguatan peran keluarga tentang pengasuhan anak yang positif sejak usia dini dirasakan membantu kesiapan mental anak untuk belajar di SD.
Kepala SDN Bhayangkara Dewi Partini menyebutkan, anak-anak di kelas I SD semakin siap bersekolah karena telah mengikuti PAUD. ”Kesiapan anak yang sebelumnya ikut PAUD menjadi modal dasar untuk bisa lebih berkembang dan siap belajar di SD. Selain itu, guru terbantu karena di PAUD orangtua sudah mendapatkan pendidikan keorangtuaan. Kami jadi mudah untuk mengajak orangtua mau terlibat bersama sekolah mengoptimalkan pembelajaran untuk anak lewat kerja sama sekolah dan orangtua,” tutur Dewi.
Pendidikan anak usia dini menyiapkan anak untuk siap masuk ke jenjang sekolah dasar. Ditambah dengan penguatan peran keluarga tentang pengasuhan anak yang positif sejak usia dini dirasakan membantu kesiapan mental anak untuk belajar di SD.
Apalagi, dari kajian secara ekonomi, lanjut Sheldon, investasi pada PAUD punya hasil yang baik. Tiap investasi PAUD senilai 1 dollar AS pada usia 27 tahun memberikan hasil 7 dollar AS, dan pada usia 40 tahun menjadi 17 dollar AS. Yang tak kalah penting, menghemat anggaran negara untuk kesehatan karena dengan deteksi dini, masalah penyakit dan kecacatan bisa diatasi dari awal.
”Dengan menyediakan PAUD, tidak hanya menuntaskan target di pendidikan. Tujuan SDGs lainnya, seperti kemiskinan, nutrisi, kesehatan, pemberdayaan dan peningkatan ekonomi perempuan, akses pada air dan sanitasi, pekerjaan, ketidaksetaraan, pelestarian lingkungan, hingga berkurangnya kekerasan, juga dapat dicapai,” jelas Sheldon.
Kebijakan beragam
Direktur Sekretariat SEAMEO Gatot Priowirjanto mengatakan, pemimpin pendidikan di kawasan ASEAN menempatkan isu PAUD menjadi salah satu prioritas kerja sama pendidikan. Sebab, banyak keuntungan bagi pembangunan berkelanjutan dengan memberikan intervensi pada anak usia dini yang holistik.
”Adanya SEAMEO CECCEP yang digagas Indonesia sebagai upaya untuk terus meningkatkan kesadaran semua anggota ASEAN agar mulai menaruh perhatian pada PAUD dan pendidikan keluarga. Termasuk pula untuk jadi tempat bagi semua guru PAUD di ASEAN berbagi praktik baik PAUD yang bisa dikembangkan lebih luas dengan memanfaatkan teknologi,” ujar Gatot.
Kebijakan soal PAUD beragam. Ada negara yang sudah memasukkannya sebagai bagian dari wajib belajar. Ada yang masih berkutat dalam persoalan membuka akses.
Gatot mencontohkan Thailand yang mewajibkan anak usia 3 tahun ikut PAUD. ”Di PAUD, anak-anak dirangsang untuk mengenal sains agar kelak tertarik jadi ilmuwan,” lanjutnya.
Direktur Jenderal PAUD dan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Harris Iskandar mengatakan, dengan partisipasi masyarakat yang besar, layanan PAUD terus berkembang. Angka partisipasi kasar PAUD sudah mencapai 72,35 persen dari sekitar 33 juta anak usia 0-6 tahun.
Menurut Harris, dalam Perpres Nomor 59/2017 tentang Target Pembangunan Berkelanjutan, disebutkan anak laki-laki dan perempuan harus dapat pendidikan pra-SD minimal satu tahun, menyasar anak usia 6 tahun. Komitmen pada PAUD di tingkat daerah diperjuangkan lewat standar pelayanan minimal daerah.
”Pentingnya PAUD terus dikampanyekan di Indonesia dan ASEAN. Kita harap, pemerintah daerah mulai bisa mendukung lewat kebijakan dan anggaran PAUD di APBD,” lanjutnya.
Menurut Harris, Indonesia sedang menyiapkan agar pendidikan pra-SD pada usia 6 tahun wajib diberikan daerah. Sebab, di Indonesia, usia masuk SD adalah 7 tahun, terutama untuk SD negeri.
Sedikitnya sudah 52 pemerintah daerah yang berkomitmen melaksanakan pendidikan pra-SD satu tahun pada usia 6 tahun. Komitmen yang diberikan mulai dari payung hukum hingga anggaran di APBD.
Libatkan keluarga
Penguatan PAUD pun tidak hanya butuh sinergi dan koordinasi dari lintas institusi atau kementerian demi mewujudkan layanan anak usia dini yang holistik integratif. Penguatan pengasuhan keluarga juga harus dilakukan untuk mendukung PAUD di rumah.
Direktur Pembinaan PAUD Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ella Yulaelawati mengatakan, pendidikan bukanlah dimulai di sekolah, melainkan sejak usia dini di rumah bersama keluarga. ”Kita ingin menghadirkan PAUD yang holistik integratif agar anak tumbuh baik dari kesehatan, kebutuhan dasar, keamanan, dan kenyamanan. Karena itu, keluarga juga perlu diberdayakan untuk menerapkan pengasuhan yang baik pada anak sejak masa usia emas,” tutur Ella.
Dari sekitar 33,5 juta anak usia 0-6 tahun di Indonesia, ujar Ella, yang ada di PAUD sekitar 13,9 juta anak. Belum semua desa punya institusi PAUD. Karena itu, pendidikan keluarga jadi penting agar orangtua dapat memantau dan menstimulus anak sesuai usia tumbuh kembang.
Penguatan PAUD pun bukan hanya butuh sinergi dan koordinasi dari lintas institusi atau kementerian demi mewujudkan layanan anak usia dini yang holistik integratif. Penguatan pengasuhan keluarga juga harus dilakukan untuk mendukung PAUD di rumah.
Kepala Bidang Pendidikan Prasekolah pada Kementerian Pendidikan Malaysia Noorashikin Hasim menyebutkan, kemitraan dengan keluarga dan komunitas menjadi hal penting dalam memastikan layanan anak usia dini yang optimal. Pengembangan tempat pengasuhan anak atau daycare bagi anak usia 0-4 tahun dilakukan Kementerian Perempuan, sedangkan pendidikan prasekolah usia 4-6 tahun dilakukan Kementerian Pendidikan.
”Anak usia dini harus dipastikan kesehatannya baik, aman, dan mendapat pendidikan untuk siap ke SD,” ujar Noorashikin.
Sementara itu, Direktur Institut Kajian Anak Usia Dini di Universitas Victoria, Selandia Baru, Carmen Dalili mengatakan, orangtua juga harus dilatih untuk memahami pengembangan potensi anak usia dini. Apalagi, anak di era digital menghadapi tantangan yang tidak mudah.
Orangtua yang terlatih lewat dukungan pemerintah yang menyediakan desain kurikulum pelatihan orangtua dan sumber informasi pendidikan keluarga dapat bermitra dengan guru PAUD memastikan masa emas anak tidak terlewatkan sia-sia.
Wakil Dekan Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor Dwi Hastuti mengatakan, orangtua diakui berperan penting untuk mendidik anak, tetapi justru yang paling tidak terlatih. Apalagi, orangtua yang tinggal di pedesaan masih jauh dari pemahaman tentang pengasuhan anak yang baik untuk menjadikan anak individu yang utuh.
”Di era sekarang ini, pemerintah harus semakin berperan untuk menguatkan dan memberdayakan keluarga. Karena itu, program pendidikan keluarga harus menjangkau semua keluarga di kota hingga desa sehingga pengasuhan yang positif dapat membekali anak untuk berkembang menjadi dirinya dan menjadi pribadi yang utuh,” ucap Dwi.