JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat kembali memperoleh kesempatan untuk mendeklarasikan harta yang belum diungkapkan. Sepanjang deklarasi dilakukan wajib pajak sebelum ditemukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, sanksinya lebih ringan ketimbang ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
"Kami sekarang memberikan kesempatan kepada semua wajib pajak, baik yang ikut maupun yang tidak ikut pengampunan pajak, untuk terus-menerus memperbaiki kepatuhan dengan mengungkapkan sendiri harta-harta yang belum dilaporkan dalam surat pemberitahuan tahunan dan surat pernyataan pengampunan pajak," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (17/11).
Kebijakan ini, menurut Sri Mulyani, untuk memberikan keadilan, pelayanan, dan kemudahan serta mendorong kepatuhan wajib pajak. Hal ini dituangkan dalam revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Revisi PMK itu telah ditandatangani.
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak mengatur ketentuan sanksi bagi semua wajib pajak setelah program pengampunan pajak berakhir, yakni per 31 Maret 2017. Intinya, harta yang kedapatan belum atau kurang dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam laporan resmi akan diberlakukan sebagai tambahan penghasilan.
Bagi peserta pengampunan pajak, laporan resmi yang dimaksud merujuk pada surat pernyataan pengampunan pajak. Bagi mereka yang tidak mengikuti pengampunan pajak, rujukannya adalah surat pemberitahuan (SPT) tahunan Pajak Penghasilan (PPh) terakhir.
Wajib pajak yang bersangkutan diwajibkan membayar pajak terutang dan sanksi administrasi perpajakan. Perhitungan pajak terutang didasarkan pada harta bersih dikalikan tarif PPh tertinggi.
Sanksinya dibagi menjadi dua skema. Bagi peserta pengampunan pajak, sanksi berupa denda 200 persen dari pajak terutang. Bagi wajib pajak yang tidak mengikuti pengampunan pajak, sanksinya berupa denda 2 persen per bulan terhitung sejak SPT terakhir sampai temuan dikalikan pajak terutang.
Imbauan
Namun, kini Kementerian Keuangan mengimbau wajib pajak untuk segera mengungkapkan harta yang belum dilaporkan. Sepanjang pembetulan harta dilakukan sebelum terjadi pemeriksaan, wajib pajak akan mendapatkan sanksi yang lebih ringan, yakni cukup membayar PPh final. Tarifnya 30 persen untuk PPh orang pribadi, 25 persen untuk PPh badan, dan 12,5 persen untuk PPh usaha kecil dan menengah. Persentase ini dihitung dari nilai harta yang dilaporkan.
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menyatakan, definisi belum diperiksa adalah saat DJP belum menerbitkan surat perintah pemeriksaan pajak. Selanjutnya, wajib pajak mengungkapkan harta yang belum dilaporkan melalui SPT masa PPh final. "Ini bisa dilakukan sewaktu-waktu di kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar," kata Ken.
Sementara itu, melalui siaran pers, Dewan Direksi Eksekutif Bank Dunia menyetujui pinjaman 300 juta dollar AS bagi Indonesia. Menurut Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A Chaves, dana itu akan membantu meningkatkan kualitas belanja pemerintah, administrasi pendapatan, dan kebijakan perpajakan. (LAS)