
“Peran ayah dalam pengasuhan tidak bisa digantikan ibu karena keduanya memiliki karakteristik berbeda,” kata Ketua Konsorsium Gerakan Ayah Hebat Indonesia Sudibyo Alimoeso di Jakarta, Minggu (12/11).
Meski demikian, peran ayah dalam banyak keluarga Indonesia terus memudar. Ketidakhadiran ayah bisa terjadi karena ayah telah meninggal, tinggal terpisah dengan anak, hingga tinggal serumah dengan anak namun kehadirannya tak di rasakan anak. Karena, sejumlah kalangan pegiat keluarga menyebut Indonesia sebagai salah satu fatherless country, negeri dengan peran ayah sangat kurang.
“Sejumlah kalangan pegiat keluarga menyebut Indonesia sebagai salah satu fatherless country, negeri dengan peran ayah sangat kurang.”
Keprihatian itu membuat sejumlah kelompok penggiat pembangunan keluarga memeringat Hari Ayah Nasional setiap tanggal 12 November. Meski gaungnya sangat kurang, peringatan yang dilakukan sejak 2006 itu diharapkan mampu meningkatkan kepedulian ayah terhadap anaknya.
Proses indentifikasi diri

Lemahnya peran ayah itu tercermin dalam survei nasional Kualitas Pengasuhan Anak Indonesia 2015 yang dilakukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Hasilnya, peran ibu masih sangat dominan dalam semua indikator yang diukur. Peran ayah hanya sedikit lebih unggul dalam isu teknologi terkait pemberian dan pengawasan media digital.
Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati menilai besarnya peran ibu tidak lepas dari masih kuatnya dikotomi pembagian peran ayah dan ibu dalam keluarga. Meski tantangan dan kondisi keluarga Indonesia sudah banyak berubah dibanding beberapa dekade lalu, tetapi pembagian peran ayah sebagai pencari nafkah dan ibu mengurusi pengasuhan dan pendidikan anak masih kuat.
Sosok ayah, bagi anak laki-laki dan perempuan, berperan dalam pembentukan sifat maskulin seperti ketegasan dan keberanian. Penanaman sifat maskulin itu dilakukan dengan cara ayah yang unik, seperti berlarian, bermain bola, memancing, atau naik kuda-kudaan. Aneka stimulus itu untuk menggerakkan sistem motorik kasar anak.
Meski sifat maskulin bisa diperoleh dari ibu, tetapi tidak dominan. Dari ibu, anak lebih banyak belajar sifat feminin, seperti kasih sayang dan ketelatenan untuk menggerakkan sistem motorik halusnya. Cara yang digunakan biasanya seperti menulis, menyanyi, dan memasak.
“Ketidakhadiran ayah akan menganggu proses identifikasi diri anak,” kata Rita.
“Ketidakhadiran ayah akan menganggu proses identifikasi diri anak.”
Depresi, melambatnya perkembangan mental, rendahnya kemampuan belajar, tawuran anak sekolah, perundungan, dan konsumsi alkohol dan obat terlarang adalah sebagian akibat dari kurangnya peran ayah dalam pengasuhan.
Peningkatan risiko obesitas, bunuh diri, jadi korban atau pelaku pelecehan seksual, kehamilan tak diinginkan, hingga perubahan orientasi seksual juga akibat tidak hadirnya sosok ayah dalam diri anak. Bahkan, tingginya angka putus sekolah dan kemiskinan juga bisa hingga meningkatnya kemiskinan juga bisa dipicu akibat tidak rendahnya kedekatan ayah dengan anak.
Pengasuhan
Kuatnya dikotomi peran ayah dan ibu membuat sebagian besar calon ayah dan ayah enggan belajar tentang cara pengasuhan dan perawatan anak, apalagi terlibat dalam pengasuhan anak. Ayah juga lebih sibuk memenuhi kebutuhan ekonomi anak dan lupa bahwa anak tidak hanya butuh uang mereka saja.
Namun, saat tuntutan ekonomi itu terlalu kuat, lanjut Sudibyo, ayah bisa menjelaskannya kepada anak apa yang sedang diusahakannya. Itu harus dilakukan agar anak tetap menghargai dan menghormati ayahnya apapun pekerjaannya, mengenal disiplin dan juga kerja keras. Meski demikian, itu tidak mengurangi kebutuhan anak untuk disapa langsung ayahnya.
“Walau sebentar, anak tetap butuh disapa, diajak bicara, didengarkan pendapatnya, disentuh atau dipeluk ayahnya sehingga mereka bisa merasakan kehadiran sosok ayahnya,” tambahnya.
“Walau sebentar, anak tetap butuh disapa, diajak bicara, didengarkan pendapatnya, disentuh atau dipeluk ayahnya sehingga mereka bisa merasakan kehadiran sosok ayahnya.”
Karena itu, Sudibyo yang juga Ketua Umum Ikatan Ahli Parenting Indonesia (iParent) mengajak ayah untuk terlibat dalam pengasuhan dan perawatan anak sejak kehamilan istri hingga anak menjelang dewasa.
Pengasuhan sejak kehamilan diperlukan untuk membangun ikatan ayah dan anak karena hubungan emosional itu tidak bisa tercipta otomatis seperti pada ibu dan anak. Setelah itu, ayah perlu terlibat dalam perawatan dan pengasuhan anak, memberi stimulus sepanjang fase pertumbuhannya, hingga menjadi sahabat anak saat mereka remaja.
“Keseimbangan kasih sayah ayah dan ibulah yang membuat anak tumbuh optimal,” katanya. Anak dengan tumbuh kembang optimal itu adalah kunci untuk mendapatkan manusia Indonesia berkualitas, fisik dan mentalnya. Hanya dengan itu, puncak bonus demografi 2020-2040 bisa dipetik manfaatnya.