Mahkamah Agung Bantah Ada Pungli dalam Perekrutan Hakim
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung membantah adanya pungutan liar dan suap di dalam perekrutan hakim baru untuk pengadilan tingkat pertama. Hingga peserta yang lolos diumumkan oleh MA, institusi pengadilan tertinggi itu belum pernah menerima laporan satu pun dari peserta atau keluarga peserta mengenai adanya pungli atau penipuan dan permintaan suap dari orang atau pihak tertentu terkait dengan perekrutan hakim baru di tingkat pertama tahun 2017.
”Sampai dengan saat ini, kami belum menerima adanya laporan dari peserta dan keluarganya atau masyarakat tentang adanya suap atau pungli dalam proses rekrutmen hakim. Laporan dari Bawas MA mengenai adanya pungli itu juga nihil sehingga kami juga bingung dari mana informasi soal adanya pungli itu beredar,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah, Jumat (10/11), dalam keterangan persnya di Jakarta.
MA menanggapi sejumlah pemberitaan di media dan media sosial yang menuding adanya pungli dalam perekrutan hakim tahun 2017. Sejumlah media juga melaporkan adanya permintaan sejumlah uang langsung kepada peserta oleh oknum yang mengatasnamakan pegawai MA untuk meloloskan peserta. Namun, laporan mengenai adanya praktik pungli itu tidak diterima MA dan kepolisian.
Sampai dengan saat ini kami belum menerima adanya laporan dari peserta dan keluarganya atau masyarakat tentang adanya suap atau pungli dalam proses perekrutan hakim.
Sekretaris MA Achmad Pudjoharsoyo mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan kepolisian untuk memonitor jalannya perekrutan hakim tahun 2017. Perekrutan juga tidak dilakukan MA, tetapi oleh suatu Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) yang berada di bawah tanggung jawab Badan Kepegawaian Negara (BKN). Sekretaris MA menjadi Ketua Panselnas tersebut.
”Apabila ada oknum-oknum yang mengatasnamakan MA dan meminta uang atau memeras dengan janji untuk meloloskan peserta menjadi hakim, itu sudah dipastikan sebagai penipuan. Sebaiknya peserta dan keluarganya melaporkan hal itu kepada kepolisian,” tuturnya.
Pudjo menjamin jalannya perekrutan hakim kali ini lebih bersih karena menggunakan bantuan komputer, yakni dengan penerapan tes-tes kemampuan dasar ataupun kemampuan bidang melalui sistem computer assisted test (CAT).
Abdullah mengatakan, apabila memang pemberitaan dan informasi yang menyebutkan adanya pungli itu benar, MA mendorong peserta dan keluarganya untuk melaporkan hal itu kepada polisi agar ditindaklanjuti sebagai tindak pidana.
Dari catatan kami, kerabat Ketua MA Hatta Ali tidak lolos dalam seleksi, anak Sekma Achmad Pudjoharsoyo tidak lolos, anak Wakil Ketua MA Syarifuddin tidak lolos, anak Ketua Kamar Pembinaan Sunarto tidak lolos, dan banyak anak ketua pengadilan tinggi yang juga tidak lolos.
Pada 6 Oktober lalu, MA mengumumkan peserta yang lolos menjadi calon hakim tingkat pertama ada 1.607, dari kuota calon hakim yang diberikan pemerintah sebanyak 1.684 orang.
Abdullah membantah anggapan yang menyatakan MA hanya meloloskan anak-anak hakim atau pejabat MA dalam seleksi hakim. Sebab, buktinya, dari calon hakim yang lolos itu, banyak yang bukan kerabat dan anak pejabat MA.
”Dari catatan kami, kerabat Ketua MA Hatta Ali tidak lolos dalam seleksi, anak Sekma Achmad Pudjoharsoyo tidak lolos, anak Wakil Ketua MA Syarifuddin tidak lolos, anak Ketua Kamar Pembinaan Sunarto tidak lolos, dan banyak anak ketua pengadilan tinggi (PT) yang juga tidak lolos. Jadi, keliru jika ada anggapan MA mengistimewakan anak-anak petinggi pengadilan sebab buktinya mereka yang anak pejabat di MA juga tidak lolos, termasuk anak Ketua Panselnas yang juga Sekretaris MA,” paparnya.
Namun, Abdullah mengatakan, Ketua MA Hatta Ali telah meminta Badan Pengawas MA untuk mendalami dan menyelidiki lebih jauh adanya informasi pungli tersebut.
Lakukan investigasi
Komisi Yudisial (KY) selaku pengawas eksternal kehakiman juga menyoroti MA agar segera melakukan investigasi dan memastikan bahwa proses seleksi hakim di tingkat pertama itu bersih dari unsur korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). ”Yang saya tahu, ada informasi dari satu peserta yang mengatakan ada pungli dalam rekrutmen itu. Sepatutnya MA melakukan investigasi untuk memastikan rekrutmen itu bebas KKN. Hal itu perlu untuk mencegah isu serupa terulang pada proses dan agenda berikutnya,” kata Farid Wajdi, Juru Bicara KY.
Yang saya tahu, ada informasi dari satu peserta yang mengatakan ada pungli dalam rekrutmen itu.
Menurut Farid, seleksi hakim yang betul-betul baik dan bersih dari KKN adalah awal yang baik untuk mendapatkan hakim yang profesional dan berintegritas. Dengan begitu, para hakim tersebut tidak punya beban kecuali memuliakan profesi mereka dalam bingkai peradilan yang agung.
Peneliti dari Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Liza Farihah menyayangkan adanya laporan pungli di dalam proses perekrutan calon hakim tingkat pertama tersebut. ”LeIP sudah meminta Bawas agar menindaklanjuti isu ini. Kami mendengar MA telah menggelar rapat pimpinan soal hal ini dan isu ini menjadi prioritas. Kalau benar terbukti, sayang sekali rekrutmen hakim yang semula baik dan tenang ternyata tercoreng,” ujarnya.