Menjaga Ranu Pani Tetap Bernyawa
Akhir Juli 2017, puluhan pencinta lingkungan dari dalam dan luar kota berdatangan ke Desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Bersama masyarakat, mereka bahu-membahu membersihkan Ranu Pani, sebuah telaga di kaki Gunung Semeru yang kondisinya mengenaskan.
Hampir sebagian besar permukaan air ranu atau danau tertutup oleh tanaman salvinia. Ketebalan tanaman salvinia di dalam telaga mencapai sekitar 50 sentimeter. Akibatnya, secara perlahan, Ranu Pani mengering dan mulai menjadi daratan.
Oleh karena itu, selama tiga hari, saat itu, warga desa dan pencinta lingkungan kembali bahu-membahu mengangkat salvinia dari dalam telaga. Kerja bakti selama tiga hari sedikit banyak mulai membuahkan hasil. Air Ranu Pani mulai terlihat.
”Selama ini, tanaman gambas (salvinia) diambil dari telaga dan ditaruh di lahan sekitar telaga. Ternyata kini tanaman itu terus muncul dan semakin parah. Warga bingung mau diapakan lagi selain dibersihkan, dibakar, dan ditimbun di pinggir ranu,” kata Sri Wahyuni, Kepala Urusan Pemerintahan Desa Ranu Pani.
Ternyata kini tanaman itu terus muncul dan semakin parah.
Serangan salvinia memang bukan saat ini saja. Pada April 2012, salvinia juga mengotori ranu. Warga pun bahu-membahu membersihkan tanaman itu dari danau yang berada di ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu.
Ancaman pendangkalan Ranu Pani tidak main-main. Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) pada 1980-an mencatat luas Ranu Pani adalah 9 hektar (ha) dengan kedalaman 12 meter (m). Pada 2012, luas Ranu Pani tersisa 5,6 ha dengan kedalaman hanya 6 m.
Untuk diketahui, Ranu Pani hanyalah satu dari enam danau di sekitar Gunung Semeru. Ada beberapa ranu lain, di antaranya adalah Ranu Regulo, Ranu Kumbolo, dan Ranu Tompe. Namun, saat ini hanya Ranu Pani yang tercemar tanaman salvinia. Selain menjadi ikon keindahan, ranu-ranu tersebut selama ini merupakan penampung air di kawasan pegunungan itu.
Ancaman pendangkalan Ranu Pani tidak main-main.
Dosen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Brawijaya, Luchman Hakim, sempat meneliti keberadaan salvinia tersebut. Ia mengatakan, hingga kini faktor penyebab munculnya salvinia di Ranu Pani belum bisa dipastikan. Ia menyebut tanaman ini sebagai exotic species atau tanaman bukan asli Ranu Pani.
”Salvinia ini bukan tanaman asli Indonesia, melainkan tanaman Amerika. Tanaman ada bisa jadi karena ada orang iseng yang membawanya ke Ranu Pani atau karena sebab lainnya. Sejak itu, dengan cepat, salvinia menginvasi layaknya penjajah. Kalau tidak segera diatasi, salvinia bisa membuat danau mengering. Ranu mengering bukan karena salvinia menyerap air, melainkan karena tanaman itu menimbulkan sedimentasi dan ruang airnya terampas oleh salvinia,” papar Luchman, yang pada 2012 pernah menginisiasi pembersihan tanaman salvinia tersebut.
Luchman mengatakan, tanaman salvinia tumbuh karena air danau mengandung banyak nutrisi. Nutrisi bisa berasal dari kotoran ternak atau pupuk atau pestisida tanaman pertanian. Kotoran ternak dan pupuk tersebut larut bersama tanah, lalu masuk ke dalam danau. Hal itu menurut dia menyebabkan eutrofikasi (tercemarnya air danau). ”Kondisi air dengan banyak nutrisi itu menyebabkan tanaman salvinia bisa tumbuh setiap saat,” katanya.
Salvinia ini bukan tanaman asli Indonesia, melainkan tanaman Amerika.
Oleh karena itu, Luchman mengatakan butuh komitmen banyak pihak untuk mengatasi tanaman salvinia. Pihak-pihak tersebut mulai dari TNBTS, warga, pencinta alam, dan akademisi.
Sampah
Selain berusaha mengatasi persoalan salvinia, warga Dusun Sidodadi, Desa Ranu Pani, melalui Kelompok Belajar Lingkungan Mandiri Ranu Pani, berusaha mencegah kerusakan ranu dengan cara mereka. Mereka yang selama ini terbiasa membuang sampah sembarangan akhirnya bersepakat membangun tempat sampah di depan rumah 26 anggota kelompok.
Selama ini, warga di kaki Gunung Semeru tidak pernah menampung sampah mereka. Toh, kalaupun ditampung, tidak akan ada truk sampah yang mau jauh-jauh mengambilnya ke kawasan pegunungan itu.
Sampah akhirnya dibuang sembarangan di halaman rumah dan jalan-jalan kampung. Nanti saat hujan datang, sampah-sampah itu akan lenyap tersapu air hujan. Warga tidak pernah tahu bahwa sampah-sampah itu akan turun, lalu masuk ke Ranu Pani sebagai telaga penampung air.
Kondisi itu terus terjadi setiap hari. Tidak heran jika kemudian terjadi pendangkalan Ranu Pani, baik oleh tanaman salvinia maupun oleh sampah dan longsoran tanah.
”Menyadari betapa joroknya kampung kami saat itu dan ancaman longsor serta gangguan lingkungan lain, kami bersepakat menampung sampah di depan rumah. Nanti sampah akan diangkut ke tempat penampungan sementara yang berjarak 1 kilometer (km) dari sini. Ke depan, kami merancang membuat tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di dekat-dekat sini. Di TPA itu harapannya sampah bisa diolah sehingga tidak lagi masuk ke Ranu Pani dan menjadi masalah,” tutur Satuyam (35), warga RT 004 RW 002 Dusun Sidodadi.
Demsi Danial, pendamping warga Desa Ranu Pani, mengatakan, saat ini warga sedang mengupayakan mendapat lahan dari Balai Besar TNBTS untuk lokasi pembangunan TPA sampah. Warga harus meminta lahan kepada TNBTS karena seluruh kawasan tersebut (termasuk Desa Ranu Pani) masuk dalam kawasan TNBTS.
”TPA akan menjadi tempat pengolahan sampah warga sekitar. Tidak perlu besar, yang penting mencukupi untuk mengolah sampah. Ini menjadi salah satu pilihan untuk menangani persoalan sampah di Ranu Pani, yang disadari langsung atau tidak turut menyumbang kerusakan pada Ranu Pani,” katanya.
Di Dusun Sidodadi, warganya juga mulai paham pentingnya tanaman cemara sebagai penahan laju erosi lahan. Terlihat beberapa pohon cemara mulai ditaman di sekitar lahan persawahan. Sebelumnya, pohon cemara di sekitar lahan akan selalu dipangkas karena dinilai menghalangi masuknya sinar matahari ke sawah.
Sawah milik warga Ranu Pani rata-rata ditanami kentang, kol, wortel, dan aneka sayuran lain, dengan sistem terasering vertikal (sehingga saat hujan rawan longsor). Sistem terasering vertikal dipilih agar tidak banyak air tergenang sehingga membuat tanaman kentang mudah membusuk.
Perlahan, tetapi pasti, warga Ranu Pani berusaha memulihkan kondisi lingkungan wilayahnya. Bagi mereka, satu kesadaran yang diterapkan jauh lebih baik dari berjuta pengetahuan yang tak digunakan.