Pelanggaran Aturan Ketenagakerjaan Sering Dilanggar
Oleh
DD17
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Hanya 27 orang dari sekitar 100 pekerja pabrik kembang api Kosambi yang meledak pada Kamis (26/10) lalu, terdaftar pada BPJS Ketenagakerjaan. Perusahaan harus memberikan santunan setara dengan yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan, pekerja yang menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal dunia akan diberikan sesuai dengan haknya yaitu sekitar Rp 170–180 juta per korban yang meninggal dunia untuk skema jaminan kecelakaan kerja. Sementara itu, bagi korban luka-luka ditanggung biaya pembiayaan dirawat hingga sembuh oleh BPJS Ketenagakerjaan. "Kalau BPJS memberikan sebesar ini, perusahaannya harus memberikan jumlah yang sama," kata Hanif di depan media di RSUD Kabupaten Tangerang, Minggu (29/10) petang.
Hanif menambahkan, pemerintah akan memberikan santunan, pemda juga akan memberikan santunan melalui Jamkesda. "Kami dari Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan akan memberikan santunan, namun tetapi hal ini tidak akan melepaskan tanggung jawab dari perusahaan," kata Hanif. Ia menyatakan, tidak terdaftarnya pekerja pada BPJS Ketenagakerjaan adalah sebuah pelanggaran.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto menjelaskan, ahli waris akan menerima uang sebesar 48 kali upah yang dilaporkan, yaitu sekitar Rp 170-180 juta per orang. Sedangkan, untuk orang yang dirawat di RS akan dibiayai sampai sembuh. Selain itu, sementara mereka dirawat dan tidak menerima gaji, maka BPJS akan berikan gaji selama 6 bulan pertama. "Ini akan menjadi momentum untuk seluruh pekerja di Indonesia yakinkan bahwa anda semua didaftarkan dan dilindungi oleh BPJS Ketenagakerjaan," kata Agus.
Beberapa pelanggaran serius pada aturan ketenagakerjaan ditemukan pada pabrik kembang api di Kosambi yang meledak pada Kamis (26/10). Hanif mengatakan, perusahaan tidak menggunakan kontrak kerja dalam proses perekrutan pekerja, pelanggaran standar operasi prosedur penimbunan, penggunaan, penyimpanan produksi barang2 berbahaya. Selain itu, ditemukan fakta bahwa pada pabrik itu tidak ada jalur evakuasi serta ada indikasi pekerja anak.
Perusahaan tidak menggunakan kontrak kerja dalam proses perekrutan pekerja, pelanggaran standar operasi prosedur penimbunan, penggunaan, penyimpanan produksi barang2 berbahaya. Selain itu, ditemukan fakta bahwa pada pabrik itu tidak ada jalur evakuasi serta ada indikasi pekerja anak.
Hanif menilai, cukup banyak undang-undang atau regulasi yang dilanggar. "Baik itu undang-undang Ketenagakerjaaan, UU Perlindungan Pekerja dan Anak, peraturan mengenai soal pengendalian bahan2 berbahaya. UU K3 dan mengenai jaminan sosial. "Nanti akan kami dalami dan konstruksikan hukumnya seperti apa yg perdata ataupun pidana," kata Hanif.
Bupati Kabupaten Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mengatakan ada indikasi perbedaan pada proposal dan operasi pabrik itu.
"Sebetulnya izinnya komplet dan di sana dijelaskan dengan tanda tangan direksi bahwa pekerjanya hanya 10 orang, bukan 100 orang. Jika luas pabrik sedemikan rupa dan mempekerjakan hanya 10-15 orang, sebetulnya masih memungkinkan. Namun ternyata pekerjanya sebanyak 100 orang, dan ada pelanggaran bangunan. Sudah pasti bisa dicabut izinnya," kata Ahmed.
Hanif mengatakan, tragedi ini menjadi momentum untuk pihaknya untuk mengevaluasi K3 di industri yang menggunakan bahan-bahan berbahaya. "Kita akan buat tim evaluasi K3 yang menggunakan bahan berbahaya dan di sektor industri. Ini penting untuk memastikan industri-industri tersebut bisa sesuai dengan peraturan yang terkait dengan kesehatan dan keselamatan. Tim ini akan bekerja sama dengan tim dari pemda," kata Hanif. (DD17)