Kosambi Memang Diperuntukkan sebagai Kawasan Industri
TANGERANG, KOMPAS — Pemerintah desa beranggapan Kecamatan Kosambi memang diperuntukkan sebagai kawasan industri. Namun, perkampungan warga sudah ada lebih dahulu daripada pabrik-pabrik yang didirikan itu. Akibatnya, warga tinggal di perkampungan yang jaraknya amat dekat dari pabrik.
”Pabrik kembang api itu memang didirikan di kawasan industri. Izin-izinnya kemarin sudah dilihat oleh pemerintah kabupaten memang benar-benar ada,” kata Kepala Desa Belimbing Maskota di Masjid Baitur Rahman, Desa Belimbing, Kecamatan Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, Minggu (29/10).
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2017 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang Tahun 2011-2031, peruntukan Kecamatan Kosambi tercatat sebagai kawasan Industri. Akan tetapi, Maskota mengatakan, perkampungan sudah lebih dulu ada ketimbang pabrik atau gudang. Ia menambahkan, sejak 1953 sudah berdiri desa di kawasan itu.
Pabrik-pabrik mulai muncul pada tahun 1997 hingga 2000-an awal. Setelah tahun 2000 makin banyak lagi.
Maskota lahir dan besar di Desa Belimbing, Kecamatan Kosambi. Ia lahir pada tahun 1969. Hingga sekitar 1980, Desa Belimbing masih berupa hamparan sawah. Pekerjaan mayoritas penduduknya adalah pedagang dan buruh tani.
”Pabrik-pabrik mulai muncul pada tahun 1997 hingga 2000-an awal. Setelah tahun 2000 makin banyak lagi,” kata Maskota. Ia menyebutkan, ada sekitar 75 gudang dan 30 pabrik di Desa Belimbing.
Hal itu dibenarkan pula oleh Muncar (51), Ketua RT 030 RW 015. ”Pabrik atau gudang itu baru muncul pada 1997 sampai 2000-an awal,” kata Muncar. ”Dulu sawah semua di sini.”
Saat Kompas berkeliling, perkampungan warga Desa Belimbing tergolong padat. Sekitar 17.000 jiwa tinggal di desa yang luasnya hanya 300 hektar itu.
Rumah-rumah warga berdempetan. Bangunannya ada yang sudah terbuat dari tembok, ada pula yang masih berupa bilik bambu. Di RT 030 RW 015, misalnya, rumah-rumah warga mepet dengan tembok gudang untuk pemilahan biji kopi. Rumah mereka hanya dipisahkan oleh tembok dan jalan setapak selebar 1 meter.
Jalan hanya selebar 1-1,5 meter ketika masuk ke kawasan perkampungan dan hanya dapat dilalui oleh sepeda motor atau sepeda.
Sementara itu, jalan yang lebih lebar berada di kawasan pabrik. Lebar jalan bisa mencapai 6 meter. Jalan itu digunakan oleh truk-truk pabrik dan gudang untuk mengangkut bahan baku atau produk dari pabrik.
Kebakaran
Terkait kebakaran dan ledakan yang terjadi di pabrik kembang api, Maskota mengatakan hendak melakukan sidak ke pabrik dan gudang di wilayahnya. Sidak akan dilakukan mulai minggu depan dan berlangsung selama 30 hari.
”Supaya tidak terjadi yang seperti ini lagi. Kejadian pabrik itu kemarin luput dari saya. Pindah kepemilikan baru dua bulan yang lalu. Jadi, kami belum sempat melakukan pemantauan,” tuturnya.
Ia menambahkan, kuasanya tidak terlalu besar jika harus berkunjung ke pabrik-pabrik. Selain itu, hal itu dianggap bisa memperburuk citranya sebagai kepala desa.
”Saya enggak bisa kalau langsung main menutup atau mencabut izin usaha dari pabrik,” ujar Maskota. ”Terus, kalau saya datang ke pabrik-pabrik itu, pemilik pikir kami mau minta duit saja.”
Izin lingkungan
Pabrik atau gudang harus mendapatkan perizinan dari warga sekitar terlebih dahulu sebelum dibangun, terutama pabrik atau gudang yang berlokasi di dekat perkampungan.
”Warga selalu diberi tahu dahulu. Dimintai persetujuan. Kalau 15-20 warga sudah memberikan persetujuan, baru pembangunan dapat dilangsungkan,” kata Maskota. ”Warga sekitar juga diprioritaskan untuk menjadi pekerja di pabrik-pabrik yang akan dibangun itu.”
Di Desa Belimbing, asalkan pabrik atau gudang memprioritaskan warga sekitar menjadi pekerja di tempat usaha itu, hal itu tidak menjadi persoalan. ”Yang utama, warga sini mendapat pekerjaan. Untuk mengurangi jumlah penganggur,” kata Maskota.
Mursan (55), warga Desa Belimbing, menceritakan, ia pernah satu kali mengikuti rembuk terkait perizinan pendirian pabrik karung plastik di dekat tempat tinggalnya, sekitar tiga tahun lalu. Ia mengatakan mendapat uang Rp 50.000 karena menandatangani persetujuan pendirian pabrik itu. (DD16)