Pemerintahan Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy mencopot Puigdemont dan Oriol Junqueras dari jabatan Presiden dan Wakil Presiden Catalonia serta membubarkan parlemen karena apa yang disebut sebagai ”eskalasi ketidakpatuhan.” Wakil PM Soraya Saenz de Santamaria ditunjuk sebagai pejabat sementara yang memimpin wilayah itu hingga pemilu digelar pada 21 Desember mendatang.
Madrid juga memecat Kepala Polisi Catalonia Josep Lluis Trapero karena dianggap sebagai sekutu pemimpin separatis. Sebelumnya Trapero diperiksa karena tidak bertindak menggagalkan referendum yang dinyatakan ilegal oleh pemerintah pusat. Tanggung jawab polisi akan diambil alih kementerian dalam negeri.
Ini untuk pertama kali pemerintah pusat mencabut hak otonomi daerah sejak diktator militer Francisco Franco berkuasa di Spanyol pada 1939-1975.
Langkah tegas Rajoy ini dilakukan sehari setelah Senat Spanyol memberinya wewenang untuk mengaktifkan Pasal 155 Konstitusi Spanyol, mencabut hak otonomi wilayah yang dianggap tak sejalan dengan hukum. Beberapa jam sebelum keputusan Senat, parlemen Catalonia dalam pemungutan suara yang diboikot kubu oposisi mendeklarasikan kemerdekaan untuk memisahkan diri dari Spanyol.
Spanyol jatuh dalam krisis politik setelah Catalonia, wilayah otonomi kaya di timur laut Spanyol yang menyumbang 20 persen produk domestik bruto negeri itu, menggelar referendum kemerdekaan pada 1 Oktober lalu. Spanyol kemudian memutuskan referendum itu ilegal.
Legitimasi referendum itu cukup rendah karena hanya diikuti 43 persen pemegang hak pilih di Catalonia dan hasilnya lebih dari 90 persen mendukung Catalonia merdeka. Spanyol mendesak Pemerintah Catalonia tidak memisahkan diri atau akan menerapkan Pasal 155 Konstitusi mencabut otonomi.
Berdampingan
Meski parlemen Catalonia sudah mendeklarasikan kemerdekaan, bendera Spanyol masih berkibar bersebelahan dengan bendera Catalonia di depan Generalitat, kantor pemerintah Catalan, Sabtu. Jalanan kota Barcelona, ibu kota Catalonia, lengang setelah sepanjang malam diwarnai cahaya kembang api yang dinyalakan warga pendukung
kemerdekaan. Pengamanan hanya terlihat ketat di depan markas polisi wilayah.
Di pusat kota Madrid, situasi sebaliknya terjadi. Sekitar 3.000 orang berkumpul di Plaza Colon, mengibarkan bendera Spanyol berukuran raksasa, dan dari pengeras suara terdengar lagu populer ”Y viva Espana” atau ”Hidup Spanyol”.
Selain meminta Puigdemont ditahan, massa mendesak Rajoy bersikap lebih keras mempertahankan persatuan Spanyol. ”Yang terjadi di Catalonia memalukan dan yang terjadi sesudahnya tak kalah memalukan,” ujar Carlos Fernandez (41), insinyur pertambangan.
Fernandez menilai keputusan Rajoy menggelar pemilu wilayah pada 21 Desember terlalu lama menunda penyelesaian. ”Tidak akan ada yang berubah dalam dua bulan ini. Hanya akan memperpanjang masalah,” ujarnya.
Sementara itu, lewat pidato televisi, Puigdemont menyerukan ”perlawanan demokratis” terhadap keputusan Madrid. ”Cara terbaik mempertahankan apa yang sudah kita capai adalah perlawanan demokratis terhadap penerapan Pasal 155,” ujarnya.
Dalam pidato itu, Puigdemont tidak secara tegas mengatakan akan meneruskan jabatannya sebagai Presiden Catalonia atau menolak keputusan Madrid. Dalam versi tertulis pidatonya, jabatan Puigdemont masih disebut sebagai ”Presiden Catalonia”.
Tak banyak dukungan
Kemerdekaan Catalonia tidak banyak mendapat dukungan dari negara-negara lain di dunia, terutama sesama negara Uni Eropa. Dalam kunjungannya ke Guyana-Perancis, Ketua Komisi Eropa Jean-Claude Juncker mengatakan, tak ada tempat di Eropa untuk perpecahan atau pemisahan wilayah di tempat lain. ”Sudah cukup,” ujarnya.
Juncker mengatakan, UE ingin menghormati konstitusi Spanyol dan penegakan hukum. ”Kami tak mendukung pengembangan Eropa hingga besok akan ada 95 negara anggota. Dua puluh delapan anggota saat ini sudah cukup,” ujarnya.
Keprihatinan juga disampaikan Yunani. Juru bicara pemerintah Yunani, Dimitris Tzanakopoulos, mengatakan, Athena mendukung kesatuan Spanyol. ”Kami terutama khawatir dengan situasi di Spanyol dan menegaskan kembali Eropa hanya bisa maju jika bersatu. Aksi unilateral seperti ini tak bisa diterima.”
Lewat akun Twitter-nya, Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto mengatakan, negaranya tak akan mengakui deklarasi kemerdekaan Catalonia. Ia memastikan dia akan berdiri di samping Rajoy dalam krisis politik terburuk di Spanyol sejak 1978 itu.
”Meksiko tak akan mengakui deklarasi sepihak kemerdekaan Catalonia. Kami berharap segera ada solusi politik secara damai secepatnya,” tulis Pena Nieto.
Sikap ini menegaskan hal yang sebelumnya disampaikan Menteri Luar Negeri Meksiko Luis Videgaray. Segera setelah Catalonia melaksanakan referendum 1 Oktober, Videgaray menegaskan Meksiko mendukung Spanyol yang bersatu.
Sebelumnya, Perancis, Amerika Serikat, dan Jerman sudah lebih dahulu menyampaikan dukungan pada persatuan Spanyol.
Adapun Occitanie, wilayah Perancis yang berbatasan langsung dengan Spanyol dan Catalonia, mendesak kedua pihak berdialog untuk menjamin perdamaian warga sipil. Wilayah Occitanie mencakup pegunungan Pyrenee yang sebelumnya dikuasai Catalonia hingga penandatanganan pakta mengakhiri perang Perancis-Spanyol pada 1659. Banyak warga Occitania masih menggunakan bahasa Catalan.
”Kami sangat dekat dengan Spanyol dan Catalonia. Menghadapi jalan buntu ini, saya menekankan perlunya dialog segera untuk perdamaian,” ujar pemimpin Occitania Carole Delga.
Namun, Jean-Guy Talamoni, pemimpin nasional Majelis Corsica, wilayah Perancis lain, mengakui kelahiran Republik Catalonia. (AP/AFP/Reuters/was)