”Bak Air Itu Menyelamatkan Kami”

Korban Ledakan Kosambi - Petugas membawa masuk korban luka-luka akibat peristiwa ledakan pabrik petasan di Kosambi Petugas untuk dirawat di Rumah Sakit Ibu Anak (RSIA) Bun, Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (26/10). Pasien luka-luka yang dirawat di RS tersebut sebanyak 16 orang.Kompas/Riza Fathoni (RZF)26-10-2017
Fitri (18), karyawan PT Panca Buana Cahaya Sukses, Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, kaget saat melihat api muncul dari ruang pembuatan kembang api, Kamis (26/10) sekitar pukul 09.30. Bermula dari ruang berdinding seng itu, api berkobar seketika memenuhi halaman seluas 500 meter persegi.
Tanpa pikir panjang, Fitri berlari ke sana-kemari mencari tempat berlindung. ”Saya tidak mungkin masuk ke dalam bangunan pabrik karena arah api dari luar dan seperti mengejar ke dalam,” kata Fitri sambil berbaring di ruang perawatan Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) BUN, Kabupaten Tangerang.
Di bangunan pabrik menyerupai huruf U berukuran 65 meter x 40 meter tersebut terdapat halaman terbuka di tengahnya. Di samping pintu masuk di bagian depan terdapat gudang penyimpanan kembang api. Dari gudang itulah diduga api berasal.
”Kami tidak mungkin keluar melalui pintu depan karena terkunci dan terdapat kobaran api,” kata Fitri.

Warga yang datang ke Krisis Center RSUD Kabupaten Tangerang, Kamis (26/10) malam.
Karyawan lainnya lari berhamburan tak tentu arah karena panik dan kebingungan. Karyawan di bagian dalam pabrik terkurung dan tidak bisa menyelamatkan diri. Karyawan di bagian inilah yang kemudian paling banyak menjadi korban.
Adapun Fitri berlari ke arah bak air—yang berfungsi untuk mencuci peralatan berupa tembok setinggi 1 meter, berukuran 1,5 meter x 1,5 meter—yang terdapat di sebelah kanan bangunan pabrik. ”Ada karyawan yang memberi tahu saya untuk segera masuk ke bak air,” ujarnya. ”Saya langsung menceburkan diri ke sana,” lanjut Fitri.
Di dalam bak air, ada empat pekerja pabrik yang juga menyelamatkan diri. Salah satunya Fitria Dian (23). Perantau asal Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, itu bekerja di bagian pengepakan kembang api sejak seminggu lalu
bersama Fitri.
Baik Fitri, Dian, maupun tiga pekerja lain yang menceburkan diri ke bak air harus menyelam untuk menghindari api. Sesekali kepalanya keluar dari baik air untuk menghirup napas. Setelah lebih dari 30 menit di dalam bak air, ia pun beranjak dari bak air.
”Kalau di sini terus, kami tidak akan selamat,” tegas Fitri kepada rekan-rekannya. Ia mengambil inisiatif untuk memanjat dinding di atas bak air. Di dinding berlapis semen yang tidak dicat itu ada lubang kecil sebesar ibu jari kaki untuk landasan berpijak.
Di atas dinding, ada atap dari asbes. Setelah memanjat dinding setinggi 3 meter dan menjebol atap asbes, barulah Fitri menuruni tangga yang disediakan warga untuk memberikan pertolongan.
Tak ada luka bakar serius pada tubuh Fitri, hanya satu luka kecil sepanjang 4 sentimeter di tangan kanannya. Namun, ia kesulitan bernapas karena terlalu banyak air terminum saat berada di dalam bak air.
Rosidah (51), pekerja pabrik yang juga ada di dalam bak air saat itu, mengaku tidak bisa memanjat dinding seperti kedua rekannya. Perempuan berperawakan besar itu berhasil keluar dari baik air setinggi 1 meter setelah mendapat pertolongan anggota Brigade Mobil (Brimob).
Ihwal anggota Brimob yang berdatangan ke lokasi sebenarnya tidak direncanakan. Ada 100 anggota Brimob Polda Kalimantan Barat yang diperbantukan ke Polda Metro Jaya dan sementara diinapkan di sebuah ruang serbaguna tidak jauh dari lokasi kebakaran, sekitar 4 kilometer dari kantor Polsek Teluk Naga.
Saat kebakaran, anggota Brimob tersebut bersama warga ikut membantu korban dengan menjebol beberapa bagian tembok agar pekerja yang terkepung kobaran api bisa menyelamatkan diri.
Saat kebakaran, anggota Brimob tersebut bersama warga ikut membantu korban dengan menjebol beberapa bagian tembok agar pekerja yang terkepung kobaran api bisa menyelamatkan diri.
Menembus api
Berbeda dengan ketiga korban yang menceburkan diri ke bak air, Lina (49) justru lari menembus api untuk menyelamatkan diri. Dengan suara parau, bibir meringis menahan perih luka bakar, Lina berkisah, sudah tidak memikirkan apa pun saat melihat api berkobar di hadapannya. Ia hanya ingin lari sejauh-jauhnya, menghindari api yang seakan terus mengejar.
Keluar dari gerbang pabrik, saya minta digendong polisi dan dibawa ke rumah sakit
”Keluar dari gerbang pabrik, saya minta digendong polisi dan dibawa ke rumah sakit,” kata Lina yang baru bekerja di pabrik kembang api itu tiga hari. Luka bakar memenuhi hampir seluruh lengan kanan, kedua telapak kaki, dan separuh wajahnya.
Direktur RSIA BUN dokter Elliyanah mengatakan, sejak pagi, ada 39 korban yang dibawa ke rumah sakit yang berjarak 2 kilometer dari lokasi kebakaran. Tujuh di antaranya tak bisa ditangani dan harus dirujuk ke RSUD Kabupaten Tangerang. ”Luka bakar mereka mencapai 50 persen dan ada satu orang mencapai 90 persen,” ucap Elliyanah.
Masih ada 16 orang yang membutuhkan perawatan intensif di RSIA BUN karena luka bakarnya mencapai 40 persen. Ada delapan perempuan dan delapan laki-laki yang dirawat di dua ruangan.
Wakil Kapolda Metro Jaya Brigjen (Pol) Purwadi Arianto membesuk dan menyapa para korban luka bakar di RSIA BUN.

Salah satu korban kebakaran gudang mercon di Duri Kosambi, Kabupaten Tangerang, Kamis (26/10)
Baru tamat SD
Aliani (29), kakak kandung pasien Fatimah (15), mengungkapkan, adik bungsunya baru saja tamat SD dan masuk SMP. Namun, tiga minggu lalu ia tidak mau sekolah lagi dan memilih bekerja di pabrik kembang api yang baru dibuka itu.
”Adik saya langsung berhenti sekolah dan bekerja di pabrik ini,” kata Aliani yang ditemui di RSUD Kabupaten Tangerang.
Aliani mengatakan, adiknya tergiur untuk bekerja setelah mendapat informasi dari para tetangga bahwa ada pabrik yang baru dibuka dan membutuhkan tenaga kerja.
Menurut Fatimah kepada kakaknya, pada awalnya Fatimah mendapat upah Rp 55.000 per hari. Memasuki minggu kedua, upah Fatimah turun menjadi Rp 40.000 per hari. Memasuki minggu ketiga Fatimah mendapat upah borongan Rp 20.000-Rp 25.000 per hari. Beberapa hari lalu Fatimah, kepada kakaknya, mengatakan mau berhenti kerja karena upahnya kecil. Suprio (35), suami Atin Puspita, mengatakan, istrinya baru bekerja di pabrik itu sebulan lalu.
Istri saya lukanya parah banget. Luka bakarnya sebadan. Katanya perih, capek, dan tangan kakinya rasa kaku
”Istri saya lukanya parah banget. Luka bakarnya sebadan,” kata Suprio yang mendampingi istrinya di UGD sebelum menjalani operasi. ”Istri saya masih bisa berkomunikasi meski bicaranya sedikit. Katanya perih, capek, dan tangan kakinya rasa kaku,” kata Suprio yang mengontrak rumah di gang SMP tak jauh dari lokasi pabrik.